𝐋𝐚𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐁𝐢𝐫𝐚𝐡𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟒

 


 "Oughhhh Pakkk..", desahku saat penis keras itu amblas didalam anusku.
Dengan tempo perlahan Pak Broto mulai menaik-turunkan tubuhku mengocok penisnya didalam liang anusku dengan posisiku membelakanginya. Aku yang berada di atas perlahan mulai menggerakkan pantatku naik turun. Genjotan pinggul Pak Broto juga memberikan rasa nikmat didalam anusku. Ia mencium dan mencumbui leher dan punggungku. Tangannya bermain-main dengan kedua bongkah melon di dadaku. Pinggulku pun ikut membalas setiap hentakan demi hentakan penis Pak Broto dari bawah. Aku seolah juga sibuk menyetubuhi Pak Broto yang juga berayun menyambut anusku mengulek-ulek penisnya yang amat keras itu.

Di samping kananku Yono menggerakkan tanganku hingga sekarang mulai memegang penisnya, membuatku mengocok batang penisnya. Tangan halusku ini kugerak-gerakkan mengocok penisnya dengan tempo sedang. Urat-urat pembuluh darah di sekeliling batang penis itu makin terlihat jelas seiring dengan kocokanku. Tanganku kadang membelai-belai dan memijit-mijit penis gemuk itu. Yono pun tak bisa menahan erang keenakan keluar dari mulutnya ketika sentuhan jemariku ini memanjakan kemaluannya.

Di samping kiriku Yanto menarik kepalaku hingga wajahku tepat berada di depan penisnya. Bibirku pun langsung bermain di penis Jumbo itu. Ketika aku mencium kepala penisnya, Yanto mengerang menahan nafas. Aku melanjutkan dengan memberi gigitan-gigitan halus sepanjang bagian bawah batang itu.

Yanto lalu mulai menjejalkan penis jumbonya itu membelah bibir sensualku. Mulutku sekali lagi harus memelarkan ototnya untuk menelan batang raksasa itu. Setelah kepala penisnya berhasil masuk mulutku. Dengan kasar Yanto lalu memaju-mundurkan penisnya dalam mulutku. Tangannya menahan kepalaku yang berbalut jilbab yang belum lama aku pakai menggantikan jilbab sebelumnya yang sudah penuh noda sperma. Kepalaku yang ditahannya membuatku pasrah menerima saat Yanto makin cepat mengayun penisnya di dalam mulutku, membuatku terbatuk batuk.

Aku, seorang akhwat alim yang setiap minggunya tak pernah luput untuk taklim liqo', saat ini sedang telanjang hanya mengenakan jilbab saja dan melayani tiga batang keras milik yang bukan mahromku. Dengan liarnya pantatku bergoyang memanjakan satu penis ini. Bukan di vaginaku, tapi di anusku, lubang haram yang seharusnya tak boleh dimasuki penis, tapi apa dayaku menolak nafsu birahi membara yang memuncak hingga ubun-ubunku ini. Sementara tangan dan mulutku juga memanjakan dua penis lain hingga si pemiliknya merem melek keenakan. Bermula dari teror Pak Broto sebulan yang lalu hingga kemarin aku masih setengah terpaksa melayaninya. Tapi kali ini saat aku memberikan diriku kepada Pak Broto aku malah ikut keenakan. Awalnya yang aku pura-pura berperan layaknya pelacur, tapi pada akhirnya aku menikmatinya.

Di mata mereka mungkin mereka kira aku berpura-pura tapi sesungguhnya aku melayani mereka sepenuh ragaku seolah-olah aku memang akhwat binal. Aku yang masih sah sebagai istri Mas Bagas ini, dengan sadar dan penuh kerelaan melayani dan memanjakan ketiga lelaki itu. Ada dorongan dari dalam diriku yang menyuruhku untuk memuaskan hasrat mereka dengan skill yang kumiliki dengan semua lubang kemaluan tubuhku. Yang lebih parahnya lagi aku juga menikmati ini semua. Aku menghisap penis-penis itu dengan mulutku sampai sedalam mungkin dan menyedotnya sekencang mungkin. Aku juga menggoyang pantatku dengan liar saat penis-penis itu bergantian mengisi dua lubang kemaluanku. Sudah tak terhitung puluhan kali aku dilanda orgasme hebat. Aku menjadi berisik karena teriakan dan desahan nikmat yang keluar dari mulutku, tak malu lagi untuk mengeluarkan sisi liar dan binalku. Inikah jati diriku yang sesungguhnya?

"Hyaahh.. Sshhhhh... oooohhh.." desahku.

Makin lama genjotan Pak Broto di bawahku ini makin brutal.

Splokk.. Splookkk.. Splookkk..
Splokk.. Splookkk.. Splookkk..

"Ouuhh.. Shhh.... " Desahku. Pak Broto makin mengayun pinggulnya, memompa penisnya di dalam lubang anusku. Tubuhku terasa penuh sesak. Di anusku bersarang penis penis keras Pak Broto. Ayunan pinggul Pak Broto yang makin cepat membuatku kembali terbuai keenakan. Pantatkupun aku goyang semakin liar. Kombinasi goyanganku dan genjotan Pak Broto yang cepat membuatku kembali dilanda orgasme.

"Ahhhhhh... pipissssshhh..... hahhhhh.. oooouuuuuhhhhhhhhh..." erangku menjerit.

"Seerrrrrrrr... Seerrrrrr...." banyak sekali cairan orgasmeku yang keluar. Tubuhku rasanya seperti melayang. Seluruh tulangku rasanya lepas dari tubuhku membuatku lemas. Ini orgasmeku yang paling menguras tenaga, karena kurasakan seolah aku tak memiliki sisa tenaga lagi. Kepalaku terasa berat seolah ingin rasanya berbaring.

Pak Broto yang berada di bawahku tiba-tiba mengangkat pantatku, dan melepas penisnya dari anusku, lalu beranjak bangun.

Yanto kembali mendudukkanku bersimpuh. Aku yang lemas inipun pasrah saja akan perlakuan mereka. Yono kini menyuruh tanganku menengadah di depan wajahku seperti layaknya aku sedang berdoa. Yanto dan Yono lalu mengocok penis mereka di depan tanganku.

Crottt.. Crooottt.. Crooottt.. Crooottt.. Crooottt.. Crooottt.. Crooottt..

Yanto dan Yono menyemburkan spermanya hampir bersamaan memenuhi kedua telapak tanganku yang menengadah ini. Yono lalu memintaku mengusapkan sperma di tanganku ini ke mukaku. Fantasinya sungguh gila. Aku yang lemas karena orgasme tadi kembali melakukan apa yang dimintanya itu. Dengan secuil tenagaku yang masih ada, tanganku yang menengadah lalu aku usapkan ke mukaku seperti saat setelah selesai berdoa. Bedanya saat ini ada sperma yang memenuhi tanganku. Wajahkupun kini ikutan basah lengket karena sperma. Satu mataku bahkan tak bisa kubuka karena sperma yang kental dan lengket menutupi mata kiriku. Hingga sebagian sperma dua orang itu menetes ke jilbab dan dadaku. Yanto dan Yono yang melihatku kemudian terkekeh-kekeh. Aku terlalu lemas untuk menanggapi mereka. Mataku mulai melihat kunang-kunang yang terbang berputar-putar.

BRETT. Kudengar suara seperti kain yang dirobek. Kutengokkan kepalaku ke arah suara itu. Dan kulihat Pak Broto merobek sisi depan gamis Fani dengan pisau. Tangan Fani masih terikat dan mulutnya masih tersumpal kain, jilbabnya tersampir ke belakang. Beberapa saat lalu aku melupakan sahabatku itu, kini Pak Broto merobek gamis Fani beserta kaos dalamnya hingga menampakkan sisi atas tubuh mulusnya. Terlihat bra hitam yang dipakai Fani, kontras dengan warna putih kulitnya. Lalu dengan pisaunya Pak Broto memutus sisi depan bra itu. Krekk. Kini telanjanglah badan Fani yang tanpa cela itu. Payudaranya mengacung indah menantang gravitasi. Pikiranku makin kalut ditengah tubuhku yang lemas kecapekan tak berdaya ini. Sebelum Pak Broto kemudian bicara,

"Tenang, Mbak Sella. Aku orang yang tepat janji. Aku nggak akan apa-apakan sahabatmu ini. Aku cuma mau ngecrot aja di toketnya yang nggak kalah montok dengan punyamu. Hehehe.." katanya. Mendengarnya aku sedikit lega. Walaupun aku kasihan juga dengan Fani. Auratnya yang harusnya dijaga untuk suaminya kelak, kini dilihat oleh Pak Broto. Yono dan Yanto pun tak bergeming melihat perlakuan bosnya terhadap sahabatku itu. Malah ikutan melotot melihat tetek Fani.

Pak Broto lalu mengocok penisnya di depan Fani. Fani yang melihat seorang lelaki sedang mengocok penis sedekat itu mencoba berontak walaupun tak ada arti apapun karena ikatan yang membelenggunya. Melihat tubuh Fani yang seksi itu aku yakin tak ada lelaki yang tahan lama. Hanya sekitar lima menit Pak Broto mengocok penisnya sebelum dia akhirnya akan klimaks. Penis coklat gelap itu makin mengeras dan mulai berkedut-kedut.

"Urrrgggghhh.. Bagus banget badanmu.. Lain kali memekmu pasti tak genjot, Fann.. Urrggghhh.. Terima pejuhku nih... Urrrggghhh..."

Crott.. Crooottt.. Croootttt.. Croootttt.. Croootttt.. Croootttt.. Croootttt..

Banyak sekali semprotan Pak Broto kali ini. Mungkin karena rangsangan image badan seksi Fani yang ada di otaknya. Semburan sperma kental Pak Broto itu mengenai wajah Fani, jilbabnya dan kedua teteknya yang memang jujur kuakui lebih bagus daripada punyaku. Fani kelabakan saat menerima banyak sekali semburan sperma yang kuyakin pertama kali di hidupnya itu. Matanya menyiratkan raut ketakutan ditengah kondisinya yang juga kelelahan karena ikatannya itu.

Akupun sedikit merasa lega karena Pak Broto tak kelewatan. Seandainya dia mengerjai Fani lebih jauhpun tak ada yang bisa aku lakukan. Tubuhku terlalu lemas dan capek bahkan untuk sekedar berdiri. Kunang-kunang di pandanganku entah mengapa makin terlihat jelas.

Kreakk. Kudengar pintu utama kamar dibuka. Pandanganku makin tak jelas. Yang tergambar di mataku hanya bayangan beberapa sosok lelaki masuk ke kamar ini. Inikah Majelis Pemuas Syahwat kata Pak Broto itu? Para pemangsa akhwat? Oh Tuhan... Sedetik kemudian pandangankupun menjadi gelap.

------
------
------

"Assalamualaikum.." Tok Tok Tok…

Kreek. Aku membuka pintu depan rumahku. Sosok yang berada di depanku ini lalu masuk ke dalam. Walau hanya matanya yang terlihat, tapi sorot keibuan itu mungkin yang kubutuhkan saat ini. Akupun langsung memeluk tubuhnya dan mulai menangis sesenggukan. Air mata langsung tertumpah dari ujung kelopak mataku.

"Hiks.. Hiks.. Hiks.."

Tangannya lalu perlahan mengusap-usap punggungku. Mencoba menenangkanku yang malah membuatku makin sesenggukan. Air mataku membanjiri pipiku dan ikut membasahi jilbab yang ia kenakan.

"Sss.. Cup.. Cup.." sambil tangannya masih lembut mengelus punggungku.
"Tuhan itu Maha Baik. Dia pasti punya rencana baik dibalik ini semua. Kadang sesaat kita perlu kecewa untuk mengerti arti bahagia.."

=========

"Cupphh.. Cupphhh.. Sluuurrppp..."

"Uhh... Shhhhh... Ahhh Itillkuuu... uuhhh..." Erangku mendesah.
Tok.. Tok.. Tok.. Kudengar pintu diketuk.
"Sssstttt.. Jangan keras-keras, Umii.."
"Uhhh... Shhhh... Udaahhh, Abii.. Udah telat niih... Shhh... " erangku

"Slurpp.. Cupphh.. Umi bilang udah-udah tapi ini memeknya kok makin banjir.." kata Mas Bagas sambil Satu tangannya kini mulai menyentuh bibir vaginaku menggesek-gesek klitorisku dan memilin-milinnya. Lidahnya kembali lagi bermain-main di selangkanganku.

Kepalanya lalu makin turun ke dalam pahaku menggigit-gigit kecil pahaku membuatku mendesah kegelian. Celana dalamku yang disingkapkannya tak menjadi penghalang baginya untuk terus menjahiliku. Makin lama kepalanya makin masuk ke dalam hingga kurasakan lidahnya mulai menjilat-jilat sekitar lubang anusku. Tubuhku menggelinjang seketika.

"Ouuhhh.. Sshhh.. Abbiii.. Udahhhh.. Umi ditungguuinn lho ini... Ouhhhhh..." desahku merengek. Mas Bagas masih menjilat-jilati anusku, sambil satu tangannya memencet-mencet klitorisku. Rengekanku itu hanya setengah hati. Aku yang keenakan seperti ini tentu saja tak ingin permainan lidahnya itu berakhir, terlebih kurasakan orgasmeku kian mendekat.

"Hihi.. Umi kok makin becek sih.. Umi sange ya main di toilet umum gini.. Sluuurrppppp..." Bibirnya lalu kembali menyedot klitorisku dengan kencang membuatku tak sengaja berteriak keenakan hingga reflek akupun menutup mulutku agar tak terdengar dari luar bilik ini.

Mas Bagas lalu melanjutkan permainan lidahnya di vaginaku makin liar. Aku berdiri bersandar dengan tanganku menopang di belakang di tembok toilet umum ini. Mas Bagas saat ini sedang berjongkok dan memberikan oral seks padaku.

Pagi ini adalah jadwalku liqo'. Sejak kuliah hingga sekarang, setiap sepekan sekali kami menjadwalkan liqo' di acara Sunday Morning di lembah kampus kami. Pagi tadi seperti biasa Mas Bagas yang mengantarku. Bedanya setelah tadi kami turun dari parkiran, Mas Bagas langsung menarik tanganku menuju toilet umum ini. Mas Bagas lalu menyingkap gamisku ke atas, lalu menarik turun celana panjang legging-ku. Celana dalamku yang kebetulan model tipis ini lalu disingkapnya ke samping, sedetik kemudian lidahnya sudah liar menjamah vaginaku.

"Ouuuhhh.. Abbiii.... Umi pipiiisshhhhh... Oouuuuuhhhhhhhhhh.. " Erangku. Badanku kelojotan menggelinjang merasakan orgasme yang datang.
Crrrrttt.. Crrrttttt... Cairan squirtku yang keluar langsung dihisap habis oleh suamiku. Jujur oral seks Mas Bagas di tempat umum seperti ini membuatku dihinggapi sensasi yang berbeda, sehingga orgasmeku kali ini benar-benar nikmat.

Tubuhku langsung lemas terkulai bersandar di dinding bilik toilet ini. Mas Bagas dengan sigap menyangga pinggangku agar aku tak merosot jatuh. Nafasku masih tersengal-sengal.

Mas Bagas lalu berdiri sambil tersenyum nakal. Seolah-olah puas bisa menjahiliku membuatku orgasme. Aku masih mengumpulkan nafasku saat tanganku diraihnya untuk memegang penisnya yang sudah dikeluarkan dari celana sirwalnya itu.

Jemari lentikku pun lalu mulai membelai penis yang sudah tegak menjulang itu. Kuusap-usap batangnya, lalu naik menuju kepala penisnya. Mas Bagas lalu mendorong pundakku untuk turun. Aku yang paham maksudnya, lalu bersiap berjongkok. Gamis lebar yang kukenakan ini kusingsingkan ke perutku sehingga tak ikut jatuh menjuntai di lantai toilet yang kotor ini. Jilbab panjangku kusampirkan ke belakang. Penis gagah itu kini sudah tepat di depan wajahku.

Aku kini sedang berjongkok dilantai toilet ini tepat dihadapan Mas Bagas. Aku harus cepat membuatnya keluar karena ada jadwal taklimku yang mungkin sekarang sudah mulai. Penisnya yang sudah sekeras baja itu mulai aku pukul-pukulkan ke pipiku. Akupun mulai mencium-ciumi batang cokelat itu. Dengan liar aku memainkan batang penisnya yang sudah tegang maksimal.

Mas Bagas hanya menatap kebawah melihat bagaimana aku dengan lihai memainkan batang penisnya. Aku sedot-sedot penisnya dengan sekencang-kencangnya hingga pipiku mengempot. Makin hari aku merasa makin mahir soal oral seks.

“Uurgghhh Umi sayanggg.... emutannya enak banget... Urggghhhhh....” Erang Mas Bagas.

Aku makin semangat memaju mundurkan mulutku. Sesekali mataku kulirikkan ke atas menatap nakal ke arah Mas Bagas, menggodanya agar makin terangsang. Mulutku yang mungil ini melahap habis batang penisnya, tanganku juga memainkan buah zakarnya dan meremas pantatnya.

Dengan lihai aku terus mengoral batang penis Mas Bagas yang tegang maksimal itu. Aku hisap dengan kencang kepala jamurnya itu sambil tanganku mengurut-urut batangnya yang sekeras baja. Tanganku yang lain ikut memainkan buah zakarnya. Tak sampai 5 menit kemudian, sedotan mulutku ini mampu mengalahkan pertahanannya.

"Urrgghhhhhh.. Ummii.. mau keluar.." Erang Mas Bagas. Mas Bagas lalu menarik pinggulnya, mengeluarkan penisnya dari mulutku, lalu mengarahkan ujung penisnya ke wajahku. Aku ingin menoleh menghindari semburannya, tapi satu tangannya menahan kepalaku yang terbungkus jilbab lebar ini.

Mas Bagas akhirnya menyemburkan banyak sekali spermanya di wajahku. Semprotan pertama dan kedua sukses mendarat mengenai mata dan pipiku. Semprotan selanjutnya lalu dia arahkan ke pipi dan bibir yang tipisku yang sedikit terbuka ini hingga lidahku bisa merasakan rasa anyir sperma.

"iiiihhh Abbiii... Kok muncratnya di muka Umi siihh.. Mana banyak banget lagi.. Kan harus bersih-bersih jadinya.." kataku kubuat bernada sewot sambil kutegakkan badanku, berdiri kembali.

"Hehehe.. ya nggak usah dibersihin, Umii.."

"Hah, ngarang Abi. Nggak lucu ah guyonnya. Aku kan mau ketemu temen-temenku ini, nggak enak dilihat nho.."

"Enggakpapa,Umi.. Umi tunggu sebentar aja dulu, tunggu kering. Kan kalau kering jadi samar-samar nggak kelihatan. Sekalian biar Umi familiar sama mani Abi. Hehe.." Kata suamiku yang aku tak tau apakah itu bercanda atau serius.

"Ini permintaan Abi lho, Umii. Lagian Umi yang tadi mancing-mancing Abi sejak dari rumah."

"Hah? Mancing-mancing gimana?.. Abi yang tadi narik Umi kesini. Weekk.." Kataku melet.

"Hehehe.. Terus ini apa, Umi?" tiba-tiba tangan Mas Bagas bergerak menuju tetekku dan mulai meremas lembut tetekku dari luar gamisku. Aku tidak memakai Bra, sehingga langsung bisa merasakan remasan tangan Mas Bagas di tetekku.
"Umi sengaja nggak pakai bh, ya..?" kata Mas Bagas.

"Emmm... Itu.. anu.. tadi Umi buru-buru, Abii.. Aiiihhhh...Ouuhhh.." jeritku saat Mas Bagas menyentuh putingku ditengah remasan tangannya. Entah mengapa tadi pagi aku sengaja tidak mengenakan bra saat pergi kesini, padahal aku tahu akan menghadiri taklimku.

"Masak sih karena Umi buru-buru?" kata Mas Bagas sambil masih meremas tetekku, kali ini makin kuat remasan tangannya itu.

"Umi sengaja mau nggodain Abi, kan.. Biar Umi dapat enak-enak dari Abi, Hehehe.." Kata Mas Bagas sambil mulutnya didekatkan di telingaku, sengaja menggodaku. Mulutku mulai mendesah keenakan karena rangsangan tangannya di dadaku. Mas Bagas yang tau Putingku merupakan titik sensitifku sesekali menyenggolnya membuatku menggelinjang. Putingku itu kini malah ikutan menonjol hingga terlihat dari balik gamisku. Aku yang belum lama tadi orgasme kini mulai bergairah kembali.

"Eh, atau jangan-jangan Umi mau pamer toket Umi ke orang-orang ya.. Umi sekarang mulai nakal ih.." Kata Mas Bagas makin menggodaku. Hatiku seolah ingin mengiyakan pertanyaannya itu. Apakah aku, seorang akhwat berjilbab lebar ini, memang ingin memamerkan tubuhku? Oh Tuhan, Sejak kapan aku memiliki sisi seperti ini..

Pikiranku yang berkecamuk itu tak berlangsung lama karena remasan tangan Mas Bagas di tetekku yang makin liar. Mukaku kini memerah didera nafsu birahi. Tangannya makin kencang meremas-remas bukit kembarku yang membusung indah walaupun tertutup gamis. Putingku juga ikut dimainkannya, dipilin-pilin, dipencet-pencet, dan kadang dengan sengaja ditariknya dari luar gamisku membuatku merem melek keenakan.

Selama beberapa saat permainan tangan Mas Bagas di dadaku ini membuat birahiku kembali melambung tinggi. Entah mengapa aku malah berasa ingin orgasme lagi, vaginaku terasa gatal dan kurasakan mulai becek lagi.

Mas Bagas tiba-tiba menghentikan rangsangannya di tetekku.

"Eh, kok berhenti, Abi.." tanyaku.

"Hehe. Umi mau keluar lagi ya?" Kata Mas Bagas sambil tersenyum nakal. Suamiku itu memang tau saat-saat aku akan mendapat orgasme.

"Apaan sih, Abi! Udah ah, Umi dah ditungguin Ustadzah Azizah.." kataku pura-pura ngambek ke Mas Bagas sambil aku meluruskan gamis dan jilbab yang kupakai. Bibirku kumanyun-manyunkan.

"Idiih. Bibirnya digituin jadi pingin Abi cium. Mmuuahh.." Mas Bagas lalu mencoba mencium bibirku, tapi aku melengos, hingga bibirnya mendarat pipiku.

'Weeek, nggak kena.." Aku tak pernah bisa lama-lama pura-pura sok cuek di depannya itu. Mas Bagas juga mengerti itu.

Aku masih rapi-rapi baju gamisku. Putingku masih mengeras tegang dibalik gamisku. Ketika aku akan menaikkan celana panjang dalamanku,
"Abii.. ini kotor celana Umii.. Abi sih tadi langsung dipelorotin.." kataku lagi-lagi memasang muka ngambek.

"Hehe.. yaudah nggak usah dipakai, Umi.. Sini Abi bawa pulang. Lagian gamis Umi panjang gitu jadi nggak keliatan kok.." kata Mas Bagas. Aku mendiamkannya pura-pura sok cuek sambil merapikan gamisku dan mengambil handbag-ku. Vaginaku kurasakan cenat-cenut menahan orgasme.

"Nanti Abi beliin tas yang kemarin Umi minta dehh.." kata Mas Bagas merayu.

"Au' ah.."

"Hihi. Jangan ngambek gitu dong, Umi. Nanti cantiknya ilang. Nanti malam kita terusin lagi ya.. Kan sudah lima hari nih, biar nanti Abi puasin memek Umi pakai konthol Abi." kata Mas Bagas.

"Udah ah, Umi keluar dulu.. Assalamu'alaykum..." kataku meninggalkan bilik toilet ini sambil membawa rasa orgasme yang tertahan. Dalam hatiku aku memang menunggu momen malam nanti.

------

Perjalananku dari Toilet menuju tempat taklimku itu terasa lama. Lokasi janjian kami ada di ladang rumput di ujung lembah ini. Tapi, karena ada pasar kaget Sunday Morning ini, aku harus melewati kerumunan orang-orang.

Hal yang kupikirkan adalah wajahku yang saat ini belepotan sperma Mas Bagas yang sudah mengering. Di hidungku aromanya menyerbak tajam. Aku diliputi rasa was-was saat harus berjalan di tengah-tengah yang tengah kerumunan pedagang dan pembeli ini, dengan wajahku yang penuh noda sperma.

Aku makin berjalan ke tengah pusat kerumunan Sunday Moring yang paling ramai karena biasanya penjualnya menjual barang yang paling diminati. Banyak mas-mas yang menengok ke arahku. Beberapa orang cuek saja melihatku, tapi ada sebagian mas-mas dan bapak-bapak yang memandang tajam ke arahku penuh kebingungan. Apakah mereka tau kalau noda putih pekat di wajahku adalah sperma? Apa yang akan mereka lakukan jika tau wajahku bisa jadi sasaran semprotan sperma mereka? Apa yang akan mereka lakukan kalau tau saat ini aku sedang terangsang, putingku menegang keras dan aku tak mengenakan dalaman dalaman sama sekali untuk menutupi tetekku? Memikirkan fantasi itu ditambah vaginaku yang gatal karena gagal orgasme tadi membuat perasaan bergemuruh di dadaku. Aku lalu melanjutkan jalanku.

Aku menoleh ke kebelakang. Mas Bagas kulihat baru saja keluar toilet umum itu. Ada memandangnya dari kejauhan ini dengan perasaan kesal karena tadi menggodaku hingga aku terangsang tapi malah membuatku kentang.

Brakk.. "Auuhhh.." jeritku saat aku menabrak seseorang didepanku.

Karena menoleh ke belakang tadi, aku tidak melihat mas-mas ini di depanku. Aku terjatuh menimpa badannya. Tubuh kami berhadap-hadapan. Selama sesaat aku menimpa badannya. Kurasakan lengannya berada tepat di dadaku yang hanya berlapis selembar gamis. Entah sengaja atau tidak, lengannya itu lalu digerak-gerakkannya, mungkinkah dia tau kalau di balik gamisku ini aku tak memakai dalaman sama sekali? Putingku yang tegang tak berpelindung ini ikut pula tergesek-gesek lengannya, membuat birahiku kembali meninggi. Pahaku yang juga tanpa dalaman ini merasakan suatu benda mulai mengeras di bawah sana. Aku menebak pastilah itu penisnya. Kurang ajar betul orang ini, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Walaupun aku yang menabraknya, tak pantas sekali kelakuannya ini. Kehormatanku sebagai seorang akhwat serasa dilecehkan, ingin rasanya aku marah.

Aku langsung berdiri. Mas-mas itu juga ikut berdiri. Ternyata dia tadi menjajakkan gorengan. Bisa kulihat tampah yang dibawanya itu jatuh dan beberapa jajanannya ikut jatuh ke tanah. Sesaat kemudian aku menjadi iba dan tidak tega memarahinya. Kutaksir usianya masih muda, sekitar 18 tahunan. Menyadari ini semua aku segera minta maaf padanya.

"Maaf ya, Mas… Nggak sengaja nabrak.." Kataku. Mas-mas itu hanya diam saja sambil melihat sekujur tubuhku.

Aku menengok ke belakang. Ternyata Mas Bagas masih ada di depan toilet sedari tadi. Kulihat dia memasang senyumnya. Aku makin kesal dengan suamiku itu. Istrinya jatuh tapi bukan ditolongnya, hanya dilihat dan malah tersenyum-senyum. Di tangan Mas Bagas masih dibawa celana panjangku.

Mas-mas yang tadi di depanku ternyata sudah pergi entah kemana. Aku lalu berlari melanjutkan jalanku. Sudah bisa kulihat sekumpulan akhwat sedang duduk melingkar di ujung sana. Sahabat-sahabatku yang setia menemani perjalananku.

------

Perlahan satu persatu kawanku meninggalkan tempat ini. Hingga kini hanya tinggal Ustadzah Azizah dan aku. Kamipun mulai bercakap-cakap.

"Gimana kabarnya, Say? Sudah baikan kan?" Tanya Ustadzah. Ketika kami sedang berdua kami memang lebih akrab dan santai.

"Iya Alhamdulillah Ustadzah.."

"Habis ini jadi mau njenguk Fani?"

"Iya jadi, Ustadzah.. Ustadzah mau ikut juga kah?", tanyaku

"Kayaknya Sella dulu aja deh.. Khawatir Fani masih shock juga. Eh bareng aja yukk, tak anterin.. Ana bawa mobil sih ini, Mas Erwin tadi pagi nggak bisa antar soalnya.."

"Oh, boleh Ustadzah. Yuk, kita jalan sekarang.."

Kami pun berjalan menuju parkiran SunMor ini. Matahari sudah hampir di atas kepala kami. Lokasi SunMor ini saat ini sudah sepi sekali, kontras dengan saat puncak ramainya pagi tadi.

Ustadzah Azizah adalah orang pertama yang tahu kejadian yang menimpaku dan Fani seminggu yang lalu. Ustadzah Azizah langsung datang ke rumahku, menenangkanku. Mas Erwin, suaminya juga ikut datang dan mengobrol dengan Mas Bagas.

Aku ceritakan semua kejadian seminggu yang lalu itu. Awalnya aku merasa tabu dan ragu untuk menceritakan aibku itu. Akan tetapi Ustadzah Azizah yang pengertian dan menjadi pendengar yang baik itu mampu membuatku lepas bercerita. Aku merasa sedih saat menceritakan semua itu, tapi pada akhirnya aku merasa lega dapat bercerita kepadanya.

Dan ternyata Ustadzah juga pernah memiliki pengalaman yang mirip, bahkan kurasa lebih menyedihkan. Ada sekelompok orang yang masuk ke rumahnya, mereka merampok dan juga memperkosa Ustadzah Azizah. Ustazdah menceritakan kepadaku semua pengalamannya di malam itu secara detil. Namun semua itu dijadikan pelajaran baginya. Suaminya pun mengerti dan memberi support. Hubungan Ustadzah dengan Suaminya juga makin erat. Oleh karena itu Mas Erwin ikut datang ke rumahku untuk juga memberi dukungan dan tips ke Mas Bagas. Mas Erwin dan Mas Bagas sendiri berteman dekat, mereka sama-sama kerja di bidang kontraktor, beberapa kali pernah kerjasama antara perusahaan mereka.

Ustadzah juga menyemangatiku, daripada lama-lama larut dalam kesedihan dan kekecewaan, aku harus bisa kembali ceria. Aku masih punya banyak teman dan sahabat. Suamikupun masih setia mendukungku. Mungkin ini isyarat Tuhan kalau aku harus makin patuh dan berbakti dengan suamiku. Mendengar semua cerita semangat Ustadzah itu seolah memotivasi diriku untuk tak berlama-lama bersedih. Senang dan bahagia rasanya memiliki mentor seperti Ustadzah Azizah.

"Oiya, minuman yang kemarin tak kasih masih dirutinkan to..?" tanya Ustadzah. Mukaku hanya bersemu merah mendengar pertanyaannya itu.
"I.. Iya, masih kok, Ustadzah.."

"Iya, nanti dijamin rapet lagi. Kalian bakal mesra lagi.." kata Ustadzah melanjutkan.
"Tapi kayaknya kalian berdua dah mesra lagi ya.. Tadi pagi aja muka Anti belepotan gitu, habis main di mobil ya..?" lanjut Ustadzah sambil mengedipkan satu matanya padaku.

"Eh.. Anu.. Itu tadi.. Mas Bagas.. Anuu.." kataku gelagapan. Tak kusangka malah Ustadzah-lah yang mengetahui mukaku yang belepotan sperma Mas Bagas tadi. Mukakupun menjadi memerah layaknya kepiting rebus.

"Hehe.. Nggakpapa kok, Say..", kata Ustadzah "Kita kan sama-sama dah bersuami ini.. Semoga kalian makin sakinah yaa.."

Tempo hari saat berkunjung, Ustadzah memberiku ramuan herbal. Fungsinya untuk mengembalikan organ reproduksi wanita ke kondisi semula. Ustadzah juga meminumnya saat setelah tragedi yang menimpanya dulu. Akupun menuruti anjurannya. Ketika masih meminumnya, aku tak boleh berhubungan dulu dengan Mas Bagas selama lima hari. Tapi aku yang kemarin-kemarin masih merasa ngilu di selangkangan juga tak mungkin berhubungan juga dengan Mas Bagas. Mas Bagas mengerti kondisiku itu, dan mau kupuaskan dengan cara lain selain bersenggama selama lima hari ini. Sejak saat itu aku bertekad untuk tak lagi mau takluk dengan nafsuku, dan menjadi istri yang lebih baik buat suamiku.

Pagi tadi adalah kali terakhir aku minum ramuan itu, aku hanya berharap organ reproduksiku kembali normal dan bisa kembali lagi memuaskan suamiku. Malam nanti sekaligus sebagai ajang pembuktian ramuan itu. Mas Bagas juga kuperhatikan sudah tidak sabar, sejak subuh tadi tubuhku selalu saja dijahilinya. Memikirkan hal ini membuatku kembali bergairah, ditambah orgasmeku yang gagal kudapatkan pagi tadi. Arrgghh! Kusesali kenapa tadi pagi Mas Bagas harus meninggalkanku dalam keadaan kentang seperti ini. Aku bisa merasakan putingku ikut mengeras dibalik gamis ini.

"Ustadzah, Ana ke toilet dulu ya.. Kebelet nih.." Ijinku yang juga sudah kebelet pipis ini. Aku lalu berjalan menuju toilet. Lokasinya ada di sebelah tempat parkir yang sangat sepi ini, hanya terlihat mobil Ustadzah Azizah saja. Untungnya juga semua bilik toilet ini sedang kosong, aku lalu memilih bilik yang paling ujung.

------

Aku masih duduk di kloset ini membersihkan sisa-sisa pipisku di vaginaku dengan tissue, saat tiba-tiba pintu toilet di depanku ini terbuka dari luar. BRAKK.. Dan seseorang masuk, kulihat ternyata dia Mas-mas yang tadi pagi kutabrak. Akupun langsung panik.

"Ehh.. Lho lho Kok.. HHMMMMPPP.." Tangannya lalu dengan cepat menutup mulutku.

Dengan kasarnya, tubuhku ditariknya berdiri, lalu diputarnya. Badanku didorong hingga pintu di belakangku ini tertutup. Kini aku bersandar di pintu toilet. Badannya lalu memepet badanku.

"HHMMMMPPP.. HHMMMPPP.." aku mencoba meronta-ronta dengan mulutku yang tertutup tangannya. Satu tangannya memegang tangan kananku. Tangan kiriku mencoba berontak memukul-mukul badannya, tapi posisi badanya yang menempel dengan badanku membuat tanganku tidak leluasa bergerak.

"Hehe.. Masih ingat saya kan,Mbak?" katanya. Wajahnya yang penuh jerawat itu tepat di depanku.

"Kenalin, saya Supri." lanjutnya tepat di depanku, kurasakan nafasnya juga memburu.

"Tadi pagi Mbak nabrak saya, dagangan saya jadi pada jatuh. Anggap saja ini imbalan dari Mbaknya buat saya ya, Hehehe.." katanya.

"HHMMMPPPPPPP..." Aku makin keras meronta menyadari sesuatu yang akan kualami. Tiba-tiba tangannya yang menutup mulutku dilepasnya.

"TOLOOONGGG.. TOLOOOONGGGG.." Teriakku sekerasnya berharap ada yang mendengarku. Seiring dengan teriakanku seolah aku menemukan tenaga tambahan, aku lalu mendorong badan Supri. Aku bersiap membuka pintu di belakangku.

Apesku, badan Supri yang kurus tapi kekar itu hanya terdorong sedikit saja. Supri lalu memegang kedua tanganku, mendorong kembali badanku menempel pintu. Dugg..

"TOLOOONGGG.. TOLOOOONGGGG.." tak ada sahutan dari luar.

"TOLOOONGGG.. TOLOOOONGGGG.." Teriakku lagi. Aku berharap setidaknya Ustadzah Azizah di luar mendengarku.

"Hehe.. Percuma teriak,Mbak.. Nggak ada yang denger. SunMor nya dah rampung, tinggal aku tok yang masih disini.." Mendengarnya, mataku mulai berair.

"Mas, lepasin saya, Mas.. Saya mau pulang.."

"Nurut aja, Mbak e.." Satu tangannya lalu bergerak ke arah dadaku. Dengan kasarnya lalu tetekku diremasnya.

"Mbak e pakai jilbabnya pura-pura ya..? Ini kok nggak pakai kutang?" Katanya. Aku hanya diam saja. Tangannya masih meremas kasar dadaku dari luar gamisku.

"Terus pas nabrak saya tadi kok pentilnya keras banget, Mbak.. Mbak mau ngelonthe ya.." Katanya.

"Auuhhhh..." Puting tetekku tiba-tiba dipencetnya, membuatku menjerit.

"Mas, lepasin saya Mas.. saya dah punya Suami.. ini Dosa, Mas.." rengekku.

"Hehe. Mbak e seneng kenthu di tempat umum ya? Saya tadi pagi denger lho, Mbak." katanya. Aku tak mengerti apa maksudnya.

"Mbak yang tadi pagi jerat-jerit di toilet lembah itu to? Sama suaminya ya itu? Saya ketok pintunya lho tadi ngasih tau kalau banyak orang yang denger, eh tapi malah diterusin mesumnya." katanya.

Tetekku makin kuat diremas-remasnya. Tubuhku langsung merespon dengan mulai bergairah. Ditambah orgasmeku yang tadi pagi gagal kuraih, membuat birahiku mudah naik. Ingin rasanya aku menyalahkan suamiku yang meninggalkanku kentang tadi.

"Udah Mas, aku dah ditungguin suamiku, Mas.." rengekku di mulutku, tapi tanganku dan badanku sesungguhnya memberontak tak bertenaga.

Paham dengan kondisiku ini, Supri lalu melepas pegangannya di tanganku yang satu dan berpindah mengelus perutku. Lalu perlahan makin turun ke arah selangkanganku. Dengan kasarnya, tangannya mulai menggesek-gesek vaginaku dari luar gamisku.

Baru kusadari bahwa aku belum menaikkan CD-ku saat selesai pipis tadi. Tangannya yang menggesek-gesek selangkanganku membuat vaginaku bergesekkan dengan bahan kain gamisku ini. Ditambah putingku yang ikut dimain-mainkan dengan tangannya yang lain, sehingga sensasi kenikmatan langsung merangsek membuat birahiku naik. Rontaankupun perlahan berubah menjadi desis kenikmatan. Rasa desakan orgasme tertahan tadi pagi tiba-tiba muncul lagi.

Supri tiba-tiba berjongkok. Dengan cepatnya gamisku disingkap ke atas. Untuk sesaat aku mencoba menahannya dengan menahan gamisku dan merapatkan pahaku. Tapi tenagaku tak sebanding dengan Supri yang sudah dideru nafsu itu. Usaha mati-matianku untuk mengatupkan kedua paha jenjangku hanya berhasil sebentar saja, karena Supri dengan kedua lengannya yang kurus berotot itu berhasil menguakkannya ke samping. Beberapa saat kemudian terbuka dan terbentanglah selangkanganku selebar-lebarnya.

Matanya kini langsung melihat selangkanganku yang tanpa penghalang apapun ini.

"Bagus banget memeknya, Mbak.. Gundul.. " puji Supri. Aku memang tadi pagi mencukur habis bulu kewanitaanku sebagai persiapan nanti malam. Tapi kini auratku itu malah dilihat penjual gorengan yang masih remaja ini.

Kepalanya lalu menukik ke bawah. Kurasakan benda lunak dan basah menyentuh lututku. Lidah Supri itu lalu mulai menjilat-jilati lututku. Lalu perlahan lidahnya bergerak ke arah paha dalamku. Jujur ada rasa geli ketika kumis tipisnya yang kasar itu bertemu kulitku yang halus, belum lagi ketika kurasa jarinya yang kasar juga meraba-raba betisku yang tertutup kaos kaki, lalu merambat naik.

"Aiiihhhh...Udddahhh, Maassshh.." erangku kegelian. Lidahnya makin liar membasahi paha dalamku. Birahiku makin naik dirangsang seperti itu. Vaginaku kembali terasa gatal. Mulutku kini mulai mengeluarkan desisan. Keringat mulai membasahi dahulu.

Lidahnya makin brutal menjelajahi pahaku. Vaginaku yang tadi pagi gagal orgasme ini tak terasa mulai mengeluarkan lendir cinta akibat rangsangan jilatan Supri di pahaku. Jilatannya makin naik, membuat pinggulku blingsatan keenakan. Aku masih mencoba mengatupkan pahaku sebagai bentuk upaya penolakan dariku.

Tanpa kesulitan yang berarti, lalu kedua pahaku kembali di buka lebar-lebar oleh Supri sampai terlihat celah kemaluanku yang berwarna pink sedikit memerah dan sudah becek berlendir. Dengan kasar, disapukannya lendir tersebut ke seluruh area vaginaku sampai anusku menggunakan tangan kasarnya hingga membuat vaginaku mengkilap dan basah karena lendirku sendiri.

Bibir tebal Supri langsung melekat di bibir bawahku, mengendus-ngendus disitu, kumisnya menggelitik dan lidahnya menjalar masuk ke vaginaku.

"Slruup.. sssh.. wiiih, dah becek banget, Mbakk. Dah nggak sabar mau kenthu ya? Sluurp.. Ahh.." Supri dengan kasarnya makin dalam menyelupkan lidahnya ke lembah vaginaku yang semakin lemas tak berdaya.

Aku mengerang pelan, mulutku masih menyuruh Supri untuk berhenti.
"Eeeengggghh.. Masshh.. jaaangaann.. diiissiituuhh.." desahku sambil menolak tapi tanpa daya.

Mataku terpejam menikmati semua perlakuan Supri di vaginaku itu dengan mulutku sedikit terbuka dan terus mendesah, aku semakin menggelinjang liar tak menentu. Gamis dan jilbab lebar yang kupakai ini membuatku makin kepanasan di bilik toilet yang kecil ini.

"Ouuhhhh.. Mass.. Aaaaahh.. jangan, Mas.. Jangan terusin.. Oouuuhhhh.. hiks, ampuun.. Ooh, Masshh.. Udah.." Aku menggeliat-liat menahan semua godaan yang melanda ujung syaraf di tubuhku yang mulai basah kuyup dengan keringat.

"Tenang, Mbak, nikmati aja semuanya! Mbak pasti kan dah sering ginian to, sekali ini doang ngerasain gimana dikerjain sama Saya, Mbak. Saya nggak akan nyakitin, malah mau jilat itil Mbak sekarang! Mmhh... mungil banget, sshh.."
Supri menjulurkan lidahnya semakin dalam ke vaginaku, lalu merantau diantara lipatan bibir kemaluanku untuk mencari klitorisku. Setelah ditemukan, maka daging kecil merah muda itu mulai dijilati, dikecup, digigit-gigit, dijilat lagi, sehingga semakin lama malah membuatnya semakin sensitif.

Supri memainkan biji klitorisku dengan lidahnya dengan gerakan memutar dan memijat, Aku mengelinjang hebat disertai jeritan-jeritan mendesah ketika bibir Supri mengigit pelan klitorisku. Kedua pahaku malah kini menjepit keras kepala Supri, sembari mulutku memekikan erangan.

“Mmas! Aaagghaah.. aagghh.. Mmass.. Sttooopppp.. Akuuuhhh.. geeelliihhh.." desahku yang semakin menjadi-jadi.

"Ouuuuhhh.. Mmmppphhh.. gelliii.. Ampun... Mmaass, udah.. Ngilu Mass.. Ouuuhhhhh.. Ssssshhhh.... Tolong, Mas.. lepasin.. Aaahhhhh.." jeritku mengiringi kekalahanku melawan gairah birahi yang disebabkan rangsangan di klitorisku.

Namun Supri yang telah naik nafsunya ke-ubun-ubun, malah meneruskan rangsangannya. Tangannya kini merambat ke atas dan menemukan lagi bukit buah dada ku yang membusung indah. Sambil meremas kasar kedua puting yang begitu mengeras itu dari luar gamisku, lidah serta kumis pendeknya yang bagai sapu ijuk terus menggesek-gesek kelentitku yang semakin menjerit-jerit bagaikan terkena aliran listrik..

“Aahh… Aaooooouuu... aaauuuuuuwww.. ooooohhh... Stoppp… Mas.. Plliiiisss..!" Desahku.

Mulutku berkata tidak, tapi tubuhku mengkhianatiku dengan ikut maju menekan bukit kemaluanku ke wajah Supri hingga wajahnya yang bopengan penuh jerawat itu basah kuyup oleh lendir vaginaku. Remasan tanganku dikepala Supri semakin kuat dan pinggulku kumaju-majukan untuk menyambut dan merasakan lidah Supri untuk bisa lebih dalam masuk ke liang vaginaku.

Sekitar tiga menit Supri meneruskan kegiatannya merangsang vaginaku dan tetekku dengan kasarnya. Mungkin dia lelaki paling kasar yang pernah mengerjaiku. Walaupun begitu, tubuhku tak bisa menolak birahi yang membuai ini. Badai orgasme kurasakan kian mendekat. Aku sudah berjanji untuk tak lagi takluk pada lelaki lain, tapi tubuhku kini didera kenikmatan oleh perbuatan tangan lelaki yang barusaja kutemui ini hingga kurasakan orgasmeku hampir datang.

Tiba-tiba Supri menghentikan rangsangannya di vaginaku dan kemudian berdiri. Dia lalu memelorotkan celana kolornya. Dibalik celana itu ternyata tak ada dalaman apapun. Mataku langsung melihat penisnya yang gelap sudah mengacung tegang. Ukurannya standar saja.

Tanganku dengan cepat ditariknya dan diarahkan ke batang penisnya. Aku yang tergagap ini lalu memindahkan tangan halusku ini menggenggam penisnya. Satu tangan Supri dengan kasar mulai lagi meremas tetekku dari luar gamisku. Satu tangan yang lain kembali menuju selangkanganku.

Tangannya menarik ke atas lagi gamisku hingga vaginaku yang sudah becek itu kembali terekspos. Kemudian Supri degan kasar menyisipkan jari telunjuknya hingga kini ia bisa menyentuh permukaan vaginaku yang tidak ditumbuhi bulu-bulu karena sudah ku cukur habis.

"Mmass.. Sudahh, Mas.. Aku mau pulang.." rengekku sambil menahan desahan.

"Lha ini tapi kok makin becek, Mbak.." Goda Supri sambil meremas-remas vaginaku.

"Ouugghh.. jangaann mass.. oouughhh.." protesku belum selesai ketika aku melenguh menikmati permainan dari jari Supri di daerah sensitifku itu, aku berusaha mendorong tubuh Supri ke belakang dengan tanganku yang lain, namun usahaku itu nampak sia-sia. Dengan penuh nafsu, tangan Supri kemudian mengusap-usap bahkan sedikit mengobok-obok permukaan vaginaku. Penisnya, yang kugenggam, perlahan mulai kuelus-elus dengan tanganku.

Aku yang masih terbalut oleh gamis panjang dan jilbab lebar ini malah mulai menggeliat ketika merasakan rasa nikmat di vaginaku. Supri memepetkan badannya ke badanku sehingga badanku makin tersandar di pintu toilet ini. Kurasakan vaginaku makin terasa nikmat. Satu tanganku kini dengan kerelaannya bahkan mengocok penis Supri. Penis itu makin terasa keras di genggamanku. Cairan precum sudah mulai keluar dari ujung lubang kencingnya.

Telapak tangan Supri makin liar menjelajahi celah vaginaku. Akibatnya, akupun semakin tenggelam dalam kenikmatan seksual saat vaginaku “digeledah” oleh jari-jemari Supri. Supri menyeringai melihatku yang memejamkan mata dan menengadah menikmati rangsangan dari telapak tangannya.

"Ssshhh... udaahh Masss!! ini gak boleh.." pintaku sambil terangsang keenakan. Namun Supri tak memedulikan itu, ia dengan kasar terus-terusan mengobrak-abrik vaginaku.

Aku yang masih mengenakan gamisku yang tertutup layaknya perempuan shalihah ini begitu menikmati rangsangan jari Supri, padahal baru beberapa saat lalu aku bertekad hanya menyerahkan tubuhku untuk suamiku, namun sekarang aku kembali jatuh kedalam lubang syahwatku yang terus menggebu-gebu. Penis keras yang ada di genggamanku inipun kukocok dengan lebih cepat.

Jari-jari Supri mempermainkan lipatan vaginaku yang mulai basah, sampai aku mengatupkan bibirku rapat-rapat dan gigiku gemeretak menahan nikmat yang menimpa diriku. Aku berusaha keras menahan nafas agar mulutku tak mendesah.

“Hyaaaaaaaaaah!” aku menjerit saat klitorisku di ujung bibir vaginaku itu dipencet Supri dengan kasar.
“Awwh... masshhhh... jangaann ditariikkhhh... ahhh... oohh..” aku semakin meracau penuh kenikmatan akibat permainan jari Supri di klitorisku itu. Vaginaku terdengar semakin becek dengan bunyi kecipak cairan cintaku yang beradu dengan telapak tangan Supri. Cairan cintaku itu bahkan meluber keluar hingga membasahi pahaku. Jemari lentik ku makin liar juga bermain-main di batang tegang itu.

"Urrggghhh… Alus banget tanganmu, Mbak.. Memeknya mesti enak juga nih.." kata Supri sambil jarinya menggesek-gesek bibir vaginaku dengan kasar.

Tak cukup sampai disitu, jempol Supri pun kemudian memutar dan menekan klitorisku yang menonjol keras dibalik lipatan vaginaku. Badanku langsung bergetar seperti orang yang terkena sengatan listri beribu-ribu volt banyaknya, mulutku tak lagi dapat menahan desahan, sementara kepalaku terdongak dengan mata terpejam. Nafasku semakin terengah-engah menahan nikmat yang tak terhingga. Tanganku makin cepat mengocok penisnya.

"Aaauugghhh.. Massssshhh.. Mmmppphhhh Uddahhhhhh…" aku mendesah dan menggigit bibir bawahku ketika Supri mulai menggunakan jari tengahnya menelusup di antara celah kewanitaanku yang sudah sangat lembab, Sementara jempolnya memberikan rangsangan kenikmatan pada bagian klitorisku dengan kasar.

Jari tengah Supri juga sesekali berputar dengan gerakan mengebor menembus liang vaginaku yang semakin basah dan licin. Setelah memastikan bahwa jarinya itu sudah masuk sepenuhnya kedalam vaginaku, Supri segera menggerakkan jarinya tersebut maju mundur dengan cepat sehingga tubuhku langsung menggelinjang hebat melambungkan diriku hingga ke awang-awang.

Gerakan jari tengah Supri yang menerobos lubang sensitifku sambil berputar itu kini tertancap semakin dalam. Penis Supri kukocok makin cepat dengan tanganku yang halus. Urat-urat sekitar batang penisnya makin menonjol bisa kurasakan dengan tanganku.

Aku hanya bisa menggelinjang hebat dengan pinggang melenting ke depan, suara lenguhan yang dari tadi berusaha ku tahan kini keluar tanpa ku sadari.

"Ooouugghhh... Maasshhhhhhhh... Aaahhhhhhhhhhh.."

Tubuhku terguncang-guncang akibat sodokan-sodokan kasar jari Supri di selangkanganku, akupun begitu menikmati permainan jari-jari Supri dengan terus menerus mendesah. Dan tak berselang begitu lama, akupun menunjukkan tanda-tanda bahwa akan mencapai klimaksku, aku mulai menggelinjang kegelian begitu hebat saat Supri terus-terusan mengorek-ngorek bagian sensitifku

"Maashhhh.. aakkkuuu.. udaahhhhh.." lirihku tiba-tiba.

"Oouuuhhhh.. Aahhh.. Piiippiiiissshhhh….." ucapku dengan mataku membelalak serta seluruh otot tubuhku menegang. Seeeerrrr.. Seeeerrrrrrrrr.. Orgasmeku menyembur mengeluarkan cairan squirt hingga membasahi gamisku dan tentunya lantai toilet ini. Lengkinganku menyertai kelojotan tubuhku yang bagaikan busur menegang melengkung menekan bukit kemaluanku ke tangan Supri hingga basah kuyup oleh lendir vaginaku. Penis Supri terlepas dari tanganku.

Sekitar tiga menit Supri meneruskan kegiatannya merangsang vaginaku sehingga akhirnya orgasme yang kualami itu mulai mereda dan tubuhku menghempas lemas disertai kucuran keringat yang sangat deras.

Supri sempat terlihat terkejut saat vaginaku mengeluarkan cairannya yang cukup banyak mengucur membasahi lantai toilet ini. Tentu saja dengan jari-jarinya yang masih menancap di vaginaku dan merasakan tangannya tersiram oleh cairan vaginaku.

“Banyak banget ngcrotnya, Mbak.. Baru tau kalau cewek jilbab gede kaya Mbake bisa ngecrot sampe nyembur-nyembur gini..” Ucap Supri dengan mata yang berbinar-binar, sedangkan aku masih tersandar lemas di pintu toilet ini. Nafasku nampak begitu memburu seperti orang yang habis berolahraga dan dadaku naik turun memompa oksigen yang sepertinya masih kurang. Mas Bagas tadi pagi meninggalkanku kentang, tak kusangka aku malah mendapatkan orgasmeku dari remaja penjual gorengan ini.

“Hehehe.. Enak to, Mbak..???” tanya Supri setengah berbisik.

“Hmmpphh.. mmm..” gumamku dengan mata sayu setengah terpejam sementara Supri tersenyum Puas. Kakiku tak lagi berusaha untuk mengatup menutupi vaginaku.

“Kalau enak, coba nungging dong, Mbak..” ucap Supri sambil membalik badanku, menekuk badanku dan menunggingkan pantatnya. Dan aku yang terbuai birahi setelah orgasmeku ini seperti kerbau yang dicucuk hidungnya langsung saja menuruti perintah Supri.

Aku berbalik. Tanganku bertumpu di dinding toilet ini dan menopang tubuhku saat tangan Supri menarik pinggangku ke belakang. Supri langsung menyibakkan gamis milikku seadaanya.

"Cplekk.. Cplekk.." Terdengar suara becek vaginaku saat Supri sengaja menepuk-nepuk kasar permukaan vaginaku itu dengan telapak tangannya.

"Welokk.. Habis ngecrot malah makin banjir memeknya, Mbak.." komentar Supri.

“Awwwwhh.. masshhhh.. pelaannhhh..” aku merintih saat merasakan 2 jari milik Supri memasuki vaginaku dengan cepat dan kasar.

"Hehehe.. kita nggak punya banyak waktu buat pelan-pelan, Mbak.." Jawab Supri kemudian.

Tiba-tiba jarinya dikeluarkan dari vaginaku. Sesaat kemudian, kurasakan benda keras menempel di bibir vaginaku. Aku menoleh dan menyadari penis keras Supri sudah ditempelkannya di bibir vaginaku. Supri lalu menggesek-gesekkan kepala penisnya itu di bibir vaginaku. Membuatku kembali terangsang.

"Oouuhh.. Uddaahh, Maass.. Aku nggak maauuu.. Sshh…" Rontaku, tapi pantatku malah menggeliat keenakan.

Tanpa memedulikanku Supri langsung mendorong pinggulnya dengan cepat. Memaksa penisnya masuk ke dalam vaginaku. Entah mengapa penis itu seperti susah sekali menembus gerbang vaginaku. Tangannya erat mencengkeram pinggulku. Beberapa kali Supri gagal mencoba memaksakan penisnya untuk masuk ke gerbang vaginaku.

"Aiiihhh.. Mmaaaaassss.." jeritku saat kepala penisnya dengan kasar mulai masuk ke dalam vaginaku. Kurasakan vaginaku didera rasa ngilu yang teramat sangat.

"Nggak Mau.. Lepasssiinn.. Sakiiit..." Vaginaku seolah menjadi sangat sempit sekali, hingga penis keras milik Supri membuat vaginaku terasa sesak sekali. Tak terasa air mataku mulai keluar dari pelupuk kelopakku.

"Urrggghhh.. Sempit banget memeknya, Mbak.. Kaya memek perawan ini sih.." Kata Supri. Sedetik kemudian pinggulnya langsung digerakkan maju mundur dengan tempo tinggi.

Splok..Splookk..!! Supri dengan cepat menyodok-nyodok vaginaku, membuatku terdorong-dorong di pintu toilet ini.

"Uhh.. Uddaaahhh, Maass.. Leppassin akuu.." Erangku. Sejujurnya rasa ngilu di vaginaku masih kurasakan. Aku belum terbiasa dengan batang keras di dalam vaginaku setelah beberapa hari ini kemaluanku "puasa". Ramuan dari Ustadzah Azizah sepertinya betul-betul manjur membuat vaginaku menjadi sangat rapat kembali.

Supri masih terus memompa penisnya di dalam vaginaku. Temponya malah makin ditingkatkan. Beruntungnya lendir vaginaku keluar banyak sekali dari orgasmeku sebelumnya, membuat rasa ngilu ini sedikit terkurangi. Aku masih belum bisa menikmati sodokan penisnya di vaginaku ini. Tak ada rasa nikmat sama sekali yang kurasakan dari genjotan Supri ini. Berbeda sekali dengan permainan jari dan mulutnya awal tadi.

Sekitar tiga menit kemudian, genjotan penisnya makin kasar. "Uggghhh.. Ngremes banget iki memekmu, Mbak.. Ora kuat aku.. Uuuuurrrggghhhh.." Erang Supri.

"Eh.. jangan keluarin di dalem, Mas.." pintaku.

Tapi tak digubrisnya, badan Supri malah makin didorong ke depan. Dinding vaginaku merasakan penisnya lalu berkedut-kedut menyemburkan isinya di dalam vaginaku. Beberapa semburannya keluar kurasakan mengisi membasahi dinding vaginaku.

Staminanya tak sebanding dengan kekasarannya dan nafsunya yang menderu-deru. Hanya rasa ngilu yang kudapat dari perlakuannya itu. Baru beberapa kali pompaan, penisnya sudah menyemburkan isinya di vaginaku yang rapat ini. Penisnya kurasakan makin menciut di dalam vaginaku.

Dengan cepat, aku lalu mendorong tubuhku kebelakang, membuat Supri juga terdorong hingga terduduk di kloset. Penisnya kemudian terlepas dari vaginaku. Aku langsung membuka pintu di depanku dan berlari keluar dari toilet ini. Kurasakan lelehan sperma mengalir membasahi paha dalamku.

Aku lega melihat mobil Ustadzah Azizah masih terparkir di tempatnya. Segera saja aku menghampirinya. Ternyata Ustadzah menungguku di dalam mobil sambil tilawah, pantas saja dari tadi tak mendengar teriakanku. Aku membuka pintu mobil lalu menyusul Ustadzah masuk ke mobilnya.

"Kok lama, Say?" Tanya Ustadzah. Untuk sesaat aku bingung harus menjawab apa ke Ustadzah Azizah. Aku ragu menceritakan pencabulan yang barusaja kuterima tadi. Dicabuli, tapi aku juga orgasme oleh perlakuan Supri tadi.

"Hmmm.. Anu.. tadi kebelet pup, Ustadzah.. Hihihi.." jawabku. Entah mengapa aku tak jujur menceritakan apa yang kualami barusan kepadanya. Padahal Ustadzah Azizah pasti mau saja melaporkan perbuatan cabul oleh Supri tadi ke yang berwajib.

"Ooh.. Pantesan keringetan gitu.." Kata Ustadzah Azizah

BERSAMBUNG

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com