𝐓𝐚𝐧𝐭𝐞 𝐊𝐨𝐬𝐭𝐤𝐮 𝐒𝐞𝐤𝐬𝐢

Aku tersandar di sisi tempat tidur dan baru saja pulang dari kuliah. ada rasa lelah dan kantuk menyelimutiku, kulihat jam dinding sudah menunjukkan angka 6 sore. Tak ada yang ingin kulakukan selain melihat sekeliling ruang kamar kostku yang mungil ini.

Tak banyak yang ada di kamar ini selain tempat tidur rendah, lemari kecil dan meja yang tersusun berseberangan, diterangi lampu bohlam 60 watt menyinari ruang yang mungil menjadikan suasana yang terang benderang, pintu langsung menuju arah keluar dan jendela sejajar di sisinya tertutup tirai tebal, disisi yang berseberangan ada pintu lagi yang menuju rumah utama, aku heran mengapa harus ada pintu itu atau mungkin dulunya kamar ini tidak dibuat untuk kamar kost? Mungkin saja..

Mataku begitu berat dan hampir saja aku tertidur ketika tiba-tiba pintu yang dari sisi dalam terbuka, Aku langsung terhentak kaget karena setahuku pintu itu selalu terkunci mati. Kulihat seorang wanita mungil (kira-kira berumur 30-an) berdaster pendek coklat kemerahan berdiri dimuka pintu dan tersenyum kearahku, tangannya memegang sepiring gorengan dan menyodorkannya kepadaku.

“Ini Tante buatkan gorengan untukmu” suara merdu Tante kostku memecah keheningan.
Aku membalas senyumnya, bangun dan meraih piring dari tangannya yang putih mulus itu.
“Trimakasih ya, Tan”.

Tante Mila (namanya) tersenyum dan kemudian duduk di sisi ranjang bersebelahan dari posisi dudukku, matanya yang indah melihat sekeliling kamarku. Aku heran kenapa dia tidak langsung pergi dan malah duduk di situ, sepertinya ada sesuatu yang ingin ia sampaikan. Aku tidak terlalu menghiraukan dan langsung saja melahap gorengan yang sepertinya baru dibuat soalnya masih panas tanpa malu-malu. Tante Mila tersenyum kecil begitu melihatku yang kepanasan karena terburu-buru memakan gorengannya.

Wah, tidak banyak kata-kata yang terlontar saat itu hanya keheningan, gerakan tubuh dan mimik muka saja yang sepertinya menjadi alat komunikasi. Aku baru saja menghabiskan satu ketika tangan Tante Mila, entah ada angin dari mana, tiba-tiba memegang pundakku.

Aku mematung tegang, dadaku berdegup kencang hampir saja piring yang kupegang terlepas, kuberanikan untuk menoleh kearahnya. Ahh cantiknya dia, rambut hitamnya terurai lurus sampai kebahu dan wajahnya yang oval dihiasi mata indah yang tersusun sejajar dengan bulu mata yang lentik, alis buatan tergambar sempurna memperindah paduan mata, hidung yang mungil sedikit memancung melengkapi kecantikannya dan bibir yang merah merekah basah tersungging senyum, ohh sungguh indah..

“Bagaimana tadi kuliahnya Dri (Andri adalah namaku)”, sapa Tante Mila memecah lamunanku.
“Ooh baik Tante”, balasku singkat.

Rasa gugup yang bertambah bertumpuk runyam dan Tante Mila sepertinya menggeser duduknya lebih rapat. tangannya mengelus lembut pundakku dan wajahnya terlihat berbinar dihiasi senyum yang tipis sendu, mukaku terasa panas memerah, nafas tak beraturan dan degup jantungku memacu cepat.

Aku terdiam, perlahan tangannya diturunkan, memegang tanganku dan meremasnya lembut, dadaku bergetar dengan kepala tertunduk ditambah perasaan dan pikiran yang berkecemuk kacau bercampur aduk menjadi satu. Wangi lembut terhembus halus menerpa, ketika wajah mungil itu didekatkan ke mukaku dan dikecupnya pipiku tipis, lembut sekali, nafas hangat berhembus halus ke pipi seiring dengan lepasnya kecupan.

Kuberanikan untuk mengangkat wajahku dan menatap kearahnya, ia kembali tersenyum hangat dan menggerakkan perlahan wajahnya kearahku, mendekat, semakin dekat hingga terasa nafasnya berhebus hangat, matanya menatap lembut dan bibirnya direkahkan, merah dan basah, jantung seperti terhenti dan nafasku memburu membuat seluruh perasaanku menjadi luluh lunglai, tangannya dilingkarkan dipundakku dan kamipun bertatapan sangat dekat.

Matanya menatap sayu tak berkedip dan bibir yang ranum itu bergerak mendekat menyentuh lembut bibirku, terasa hangat dan basah, indah sekali. Perlahan lidahnya menjelajah bibir dan mulutku, mengulum dan menghisap, mencari lidahku yang mulai menyambut bermain, melilit, dan berpagutan. Kurasakan kehangatan dari ranum bibirnya yang membasah.

DIa memiringkan kepala agar lebih leluasa memainkan mulutnya dan sepertinya ingin kulahap bibir yang indah ini. Mata yang lentik itu terpejam disertai tangan yang membelai kepalaku, menggeserkan perlahan ke punggung dan ke pinggul, mengelus dan meramas kecil. Tante Mila meggerakan badannya dan perlahan tangannya menggeser ke arah kemaluanku. Antara kaget, indah dan nikmat bercampur menjadi satu jadi kubiarkan saja. Tante Mila semakin berani, dia mulai membuka kancing celana dan memasukan tangannya ke celana-dalam putih yang ku pakai.

Tangan yang halus itu mulai meremas lembut penis yang telah membesar dan mengeras, terasa hangat tangannya mengelus pelan, menggeser dan meremas gemas biji pelir yang terselip diantara selangkang kakiku, nafasku semakin memburu tajam, menghembus bagian pipinya yang memerah. Tangan yang satunya meraih tanganku yang hanya merangkul di lehernya. Aku berlaku pasif saat itu karena memang sebelum ini aku belum pernah melakukannya dengan siapapun.

Tangan itu membimbing perlahan ke payudaranya, ada rasa empuk dari balik daster yang tipis dan tak berbeha itu. Ku beranikan tanganku meremas perlahan payudara Tante mila yang tidak terlalu besar tapi padat berisi, remasan perlahan tanganku berpindah dan digeserkan perlahan antara kain daster dengan ujung putingnya yang membuat dia menggelinjang kegelian, desahannya mulai terdengar sesekali.

Sejenak tangannya dilepaskan, dipelukan ke leherku dan badannya dicondongkan perlahan kebadanku membuat kami terdorong rebah ke tempat tidur tanpa melepaskan ciuman. Badannya sedikit agak menindihku dengan posisi memiring dan kakinya yang mulus halus mulai dilingkarkan diatas kedua pahaku, digesek-gesekkan perlahan, tangannya dimasukan ke dalam baju-kaos abu-abu yang kupakai dan mulai mengelus perut beberapa saat, digeserkan ke atas dan meraih puting dadaku, diremas, memainkannya dan memutar-mutar puting dengan sentuhan lembut jarinya.

“Aakh..”, aku mengerang kegelian dan mendesah tanpa sadar, “Oohh..”.

Muka Tante Mila semakin berseri ketika merasakan nafas birahi yang memburu pada diriku, dia melepas ciumannya dan mengangkat sedikit kepalanya dengan muka yang sedikit memerah penuh gairah dihiasi senyum tipis dari bibir yang indah merekah menatap sendu mataku, tangannya ditarik keluar dari dalam baju-kaosku dan memegang sisi bawah baju-kaos itu, menariknya keatas dan tanpa isyarat lagi tangan kunaikkan ke atas, dengan cepat baju-kaos itu terlepas dari badan

. Tante Mila meraihnya dan melemparkan kelantai, matanya bergerak tertuju ke badanku, terlihat nanar menatap lekuk-lekuk bidang tubuhku, menggeserkan kepalanya ke dada dan bibirnya yang basah mengecup lembut puting yang memerah karena ulahnya tadi, mengulumnya dan lidahnya dimainkan memutar pinggiran puting, gigi depan yang putih rata megigit-gigit perlahan dan menghisapnya.

Nafasku tertahan lemah disertai badan yang menekuk menahan geli, “Aakhh..”.
Kedua tangan kulingkarkan kekepalanya dan kaki yang satu melepas dari lingkaran kakinya lalu menindih samping atas paha, menjepit kuat menahan kenikmatan yang menggelora.. akhh dia hebat sekali.

Tangan Tante Mila dengan lincah kembali menjarah celana-dalamku dan meraih sesuatu yang paling didambakannya selama ini, sesuatu yang sedang membesar, memanjang, mengeras dan siap untuk memuaskannya.

Ada keberanian yang muncul mendorong diriku untuk lebih aktif, aku mulai menggeser pelukanku dan menurunkan sedikit kepundaknya, meraih sisi atas dasternya, menariknya sedikit demi sedikit bagian belakang daster, menumpukan disekeliling atas-punggung dan mulai meraba merambah dari punggung ke pinggang yang licin mulus dengan elusan perlahan, tangan kunaikan melewati tangannya yang sedang menggerayangi celana-dalamku, menyela diantaranya dan kusentuh perlahan payudara yang mulai mengeras.

Kuremas penuh perasaan, dengan puting disela jari telunjuk dan tengah, sesekali kedua jari itu kuapitkan perlahan, ditarik sedikit kearah luar dan ketiga jari lainnya memijit-mijit buah dada dengan lembut.
“Hhmm.. aahh.. aeehhmm..”.

Tante Mila menarik sedikit bibirnya dan mengaduh mendesah lirih, sambil sesekali lidahnya dijulurkan berputar-putar keujung puting dadaku yang membasah tipis karena jilatannya. Pijatan tanganku semakin menjadi.

Kemudian ku pegang puting yang menegang panjang dengan kedua jariku dan memutar memelintir kearah berlawanan berulang-ulang.
“Aahh.. aakhh.. eehhmm..”, desah Tante Mila kembali terdengar dengan mata sedikit tertutup penuh kenikmatan, terasa nafasnya mulai memburu teratur berhembus hangat ke dada.

Pinggulnya digeser menjauh, kakinya dilepaskan dari jepitan pahaku dan di naikan ke atas celana jeansku yang kancingnya sudah terbuka dari tadi, jari-jari kakinya dengan lincah menjepit pangkal atas celana dan menurunkan sampai ke lutut, aku membantu dengan menggerak-gerakkan kedua kakiku secara berlawanan, celana jeans itu dengan cepat merosot dan terlepas terhempas ke lantai.

Tangan yang mungil itu mengelus lembut bagian luar celana dalam putih itu dan tersembul dari dalamnya penis yang mengeras, berdenyut merontak seakan hendak meledak. Nafasku memburu mengaduh ketika tangannya di masukan ke dalam meraih penis, menggenggamnya dan memijit perlahan.

Dinaik turunkan tangannya cepat-berulang membuat permukaan kulit telapak tangannya bergesekan dengan kepala penis, aku melenguh kaget, terasa ngilu dan geli bercampur, sambil bereaksi cepat menahan gerakannya dan membiarkan tangannya mengelus lembut bagian kepala penis. Jari-jemarinya lincah mengapit leher penis dan memijit cepat seperti bergetar.

“Akhh.. aduuh.. enaakhh..”.
Penisku berdenyut keras seiring pijatan lembut jari-jemarinya. Aku melenguh mengaduh, mendesah keenakan tanpa memperdulikan apa-apa lagi, badanku kembali menekuk dan kedua paha merapat, menyilang pada bagian bawah kaki, tangan kubiarkan lepas tanpa berusaha meraih, tergeletak di atas pinggulnya lemah, sesekali kuusap lembut pinggul indah itu tetapi seluruh konsentrasi tertuju pada batang penis yang berdenyut penuh kenikmatan lantaran pijatan lembut jemari mungilnya.

Menghentikan gerakannya jemari itu menarik turun celana-dalamku sampai ke pangkal paha. Tersebul keluar, berdiri, sedikit memiring ke arah perut, penis yang cukup panjang dan besar dan kepala penis yang merekah padat licin mengkilap bak jamur yang hendak mekar. Tangannya mengelus terbalik sehingga ujung kukunya menyentuh permukaan batang penis, terasa geli dan nikmat seperti digaruk lembut, mengelus perlahan dari leher penis hingga pangkal penis dan memutar-mutar biji pelir, meremas-remas, kembali mengeluskan kuku jemarinya bergerak perlahan ke arah kepala penis.

Aku menggelinjang untuk kesekian kalinya penuh kenikmatan. Sepertinya Tante Mila ahli sekali dalam hal yang satu ini. Jemari itu kemudian menggenggam dan meremas, jemari teratasnya mengapit leher penis menjepit lembut dan digetarkan, tangannya dinaik-turunkan pelan-berulang, terasa penisku berdenyut semakin hebat, jantungku berpacu cepat memompa keras ke kepala, muka memerah, otot-otot didahi meregang merangsang syaraf sehingga menimbulkan kenikmatan yang luar biasa indahnya.

Aku sudah tidak tahan lagi.
“Aeekhh.. aaehh.. eenaakh.. ekhhmm”.

Tanganku merangkul kuat pinggulnya dengan jari-jari tertancap kencang, semetara sentuhan tangannya terus berakselerasi dengan penuh perasaan, seluruh badanku menegang, aliran deras cairan mani dari biji pelir terasa mengalir cepat ke batang penis, hangat memanas sekeliling kemaluanku dan rasa enak yang luar biasa seiring mengalirnya cairan mani memuncrat keluar dari ujung kepala penis.

“Aakhkhh.. cret.. creet.. aakkhh..”.
Penisku berkedut berdenyut-denyut meregang keras sekali kemudian melemah dan mani mulai meleleh malas seiring penis melemah, agak mengecil dan kemudian menciut. Cengkeraman tangan Tante Mila dilepaskan dan menggosok-gosokan cairan mani yang muncrat ke perutku, terasa lengket dan berlendir.

Aku terpejam sebentar seakan tak percaya dengan apa yang telah terjadi, menarik nafas dalam-dalam dan baru kubukakan mataku, menoleh kearah Tante Mila yang kusayangi, kutatap matanya yang bersinar terang memantul dari cahaya bohlam, indah dan sendu, ia tersenyum, mengecup bibirku lembut dan menekan pundakku kebawah seolah-olah memberi isyarat. Ku kecup payudara yang sedari tadi mengeras, mengulum, menjilat dan mengisap puting yang memerah dengan lingkaran puting berwarna merah muda.

Tanganku meraih payudara yang satunya memijit dan meremas beriring dengan emutan mulutku, jemari kokoh terpancar dari urat-urat yang menyembul disela-sela permukaan tanganku yang mulai menjepit lembut putingnya dan memilin memelintir perlahan disertai tarikan-tarikan kecil, sementara mulutku melahap buah dadanya yang ranum itu dengan semangat, menjulurkan lidah dan menjilat putingnya memutar berulang kemudian menurunkan jilatan kearah perut. Lidah digerak-gerakan menggelitik dan menjilat membasahi perut, berputar mengitari pusar yang bulat indah, menggigit kecil dan mengisap permukaan kulit, tanganku tetap meremas lembut.

“Oouhh.. Andriihh.. oouukhh..”.
Perutnya menggelinjang perlahan, nafasnya terdengar merintih lirih, tangannya yang satu memegang dan mengelus kepalaku, tangan yang lain dibiarkan tergeletak lepas di sisi badan. Pangkal pahanya dibiarkan terbuka, seolah mengundang tanganku untuk merambah meraba. Memijit perlahan, mengelus dari lutut sampai kepangkal paha.

Menggeser pelan ke bagian bawah kemaluannya terasa ada hawa hangat dan lembab dari celana dalam yang mulai membasah, kuelus berulang dan sedikit menggaruk memompa gairah birahinya yang mulai memuncak, disertai desahan nafas yang merintih membangkitkan gairah dan nafsu yang mendengarnya.

Jemariku mulai nakal, memainkan jari, menari-nari dan menari-narik celana dalam kuning muda ber-renda putih disisi-sisinya. Menarik bagian bawahnya dan melepaskan seperti karet yang lentur menjepret ringan ke bagian dalam.
Ia berteriak manja, “Akh.. Andri.. nakall..”, ada getaran terasa diantara suara merdu itu.

Jemari nakal itu terus mengelus halus, kemudian menarik perlahan bagian atas celana dalam dan menurunkannya sampai kelutut, Pahanya diangkat dan kakinya digeser merapat kepantat untuk memudahkanku melepasnya. Kemudian kakinya diluruskan dan dibiarkan terbuka melebar, kepala kuangkat dan mata tertuju keseluruh badan menelusuri lekuk tubuh yang indah berisi, sinar lampu ruang yang terang menerangi seluruh badan yang putih licin, Wajah ayu Tante Mila terlihat dengan jelas, matanya memicing penuh gairah dan bibirnya basah merekah mendesah.

Kuarahkan pandangan ke bawah, terlihat bulu yang halus tertata rapih dan terurus. Bibir vagina merah gelap merekah seolah tersenyum kepadaku, membasah, dan kelentitnya berwarna lebih terang mengacung agak keluar seakan menyambut, menggambarkan gelora birahi pemiliknya.

Mukaku kudekatkan dan bibirku menyetuh bulu halus bagian atas vagina, mengecup dan menjilati lembut.
“Ouuhh.. hhmmf..”, rintihnya tertahan.

Bergeser perlahan ke bibir vagina, terasa wangi khas tercium lembut merangsang jaringan otak untuk memicu gelora birahi baru, tanpa terasa penis kembali menegang menekan terjepit diatara kasur dan perut bawah. Aku terbangun mebenarkan posisi penis, merebahkan tubuhku diantara selangkang kaki Tante Mila dan menundukkan kepala sejajar berhadapan dengan kemaluan Tante Mila, tanganku yang satu mengapit dari bawah pangkal pahanya yang terangkat melingkar punggungku dan tanganku yang lain meraba pinggul, sesekali mengelus perutnya.

Bibirku mengulum dengan lidah menari menjilati kelentit yang semakin basah oleh air liur yang mengalir tak tertahan. Kuturunkan jilatan lidah ke bibir vagina, menyingkap bibir dengan jari-jari yang kutarik dari tempatnya dan memasukan mulut ke dalam vagina, disertai gigitan kecil di sekelilingnya lidah menjilat turun naik dengan jemari yang membantu memegang bibir vagina. Aku mengangkat sedikit kepala dan jemari kubiarkan nakal menari memelintir kelentit, memijat lembut kelentit dengan dua jari dan memutar-memutar cepat.

“Aduuh.. enaakhh..”, Tante Mila menggelinjang keras.
“Dri.. yang kerass.. Driih..”

“Jangan dilepass.. sshh..”
“Terusshh.. shh..”, erang Tante Mila memohon dengan sangat.

Pinggulnya bergerak naik turun mengikuti irama. Aku semakin bersemangat, gerakan tubuh dan rintihannya memicu gairahku, kehangatan tubuh membawa suasana sungguh mendukung hati yang bergelora. Tangan kugeser sedikit lebih rendah, jari tengah mencari dan menemukan lubang yang menganga basah menyambut, masuk perlahan dan menarik kembali cepat berulang, jari itu kemudian meraba-raba dinding dalam atas vagina, tidak terlalu dalam kira-kira di tengah-atas, jariku menekan pelan dan memutar berulang G-spotnya, sementara kelentit yang mengacung kugigit-gigit kecil, kuisap lembut dengan lidah menari-nari di permukaannya.

“Aduuh.. enaakh.. eehhmmf.. ssh”, Tante Mila mengerang, merintih.
Tangannya memegang keras kepalaku dan menjambak rambut sampai kusut berantakan, Pahanya melingkar mencengkeram leher sangat kuat, dan sesekali pantatnya dinaikkan tak terkendali.
“Hhmm.. eehhmmf.. oouuhh..” dia kembali merintih.

Sesaat cengkeramannya menguat, pantatnya dinaikan menekan mukaku. Jantungnya berdegup kencang memompa darah mengalir deras ke syaraf-syaraf otak, ke sekililing pinggul yang menghangat memicu puncak orgasme dan menggetar jaringan syaraf bagian dalam vagina, otot-otot vagina menegang sesaat, berkedut, disertai pekikan lirih merintih panjang.. dan terkulai lemas penuh kepuasan.

Kubaringkan tubuh disisinya, sedikit menindih dibagian bawahnya, Kepala agak terangkat ditopang tangan, menyamping sejajar, dan mataku menatap dalam-dalam wajah ayu menawan. Matanya tertutup lemah, nafas kami beradu hangat. Kubelai rambut hitam yang terurai jatuh menutupi mata, kusingkap perlahan dalam untaian rambut helai demi helai. Kaki kulingkarkan ke pahanya bergeser membelai lemah ujung paha. semua perasaan menumpuk menjadi satu, sungguh indah dan tentram, ingin sekali aku memilikinya.

Tubuh mungil itu bergeser agak menjauh, menyediakan sedikit ruang agar leluasa bergerak, tanpa menepis rangkulan pahaku yang terus membelai perlahan. Memiringkan bandannya sejajar berhadapan dengan posisi miring badanku, dan rangkulan kakiku bergeser kesisi luar pahanya. Penis yang tetap tegak dari tadi mengacung menyamping menyentuh lembut bulu halus vagina. Aku melirik kebawah sejenak dan kemudian melihat kearahnya dengan senyum dan pandangan mata penuh arti.

Ia tersenyum menawan dan melumat bibirku dengan mata tertutup penuh gairah, Tangannya dinaikan kepinggangku dielus-eluskan lembut, matanya membuka malas menatap mataku tak berkedip. Bibirnya dilepas perlahan dan dikecup bibirku perlahan sekali, nafas hangat berhembus dalam deru nafsu birahi yang memburu menerpa hidung. Lidahnya mencari dan meraih lidahku, tipis, berputar pelan dan berpagutan beberapa saat.

Tante Mila menggeser belaian tangannya dan menggapai penis yang semakin mengeras karena gesekan lembut bulu vagina, menggenggam dan mengocok perlahan, membelai dan mengelus biji pelir, kemudian melepas ciuman dan menggeser badan kebawah disetai kecupan-kecupan kecil disekujur tubuh yang dilalui.

Kepalanya di tundukan, lidahnya dijulurkan menggelitik bulu di sekitar penis, mengecup dan menelan biji pelir, menjilat dan menggigit kecil permukaan kulitnya. Darahku mengalir naik sampai ke ubun, nafas memacu berkejaran, mata seakan memejam disertai erangan pelan hampir tak terdengar.
“Eehhk..”, sungguh nikmat luarbiasa.

Jilatannya bergerak naik sampai kebatang penis, menggigit-gigit dan mengecup leher penis. Tangannya memegang menahan pangkal penis, lidahnya berbutar bergetar disekitar leher penis dan menjilat kepala penis berputar-putar.

Tangan yang satu meraih biji pelir, meremas dan memainkannya sementara mulutnya sudah mengulum kepala penis dengan lidah menari-nari mengurut di dalamnya, mengisap, menggesek naik-turun dan menelan sampai ke tenggorokan.
“Aakhhk..”, dahiku mengerut menahan nikmat, butiran keringat mengalir membasahi pipi dan tangan menegang gemetar berusaha merangkul kepalanya yang bergerak naik turun.

Tante Mila menghentikan aksinya sejenak, menengadahkan kepala melirikku dengan mimik muka yang lucu, menopangkan kedua tangan di sisi kasur dan bergerak naik menyeret badan tanpa berusaha mengangkat badannya yang menindih tubuhku. Kepala penis terasa geli bergesekan dengan tubuh mungil yang bergerak naik.

Tangannya mulai merangkul leher dan kembali melumat bibirku yang mulai mengering dengan penuh gairah. Kaki kumasukan menyela sisi dalam selangkangannya mengangkat sedikit badan serta tangan merangkul punggung, dengan semangat kubalikan seluruh badan kami sehingga posisi berbalik dan badanku menindih tubuh mungilnya. kakinya dibuka melebar dengan lutut dinaikkan, vagina diangkat menengadah menyambut penis yang menindih.

Dengan bertumpu lutut kuangkat pantat dan tangannya meraih penis membantu menuntun menuju bibir vagina yang merekah basah. Mengesekan perlahan ke bibir vagina melicinkan kepala penis yang membengkak, menempelkannya pada lubang vagina, membenamkan perlahan dibantu pantatku yang menekan ke dalam, sediki demi sedikit dan amblas terbenam semua, menekan pantat dan mengesek permukaan kemaluan sehingga bulu kami beradu menggelitik nikmat.

Wajah Tante Mila merona, bibirnya digigit melipat disertai erangan tertahan menahan gelora kenikmatan yang menyerang sekitar kemaluannya, sementara pantatku terus bergerak menekan bagian atas vagina membuat penis bergeser menyentuh bagian bawah kelentit yang memerah. Pantat kuangkat perlahan seiring penis tertarik menggelitik dinding vagina yang basah oleh cairan dinding vagina, menekan dan menarik kembali, bergerak naik turun semakin cepat. Pantat Tante Mila membalas gerakanku, menggeser kekiri kekanan dan memutar.

Syaraf-syaraf di sekeliling kepala penis merespon cepat, memacu darah dan membangkitkan kehangatan disekitar Selangkang, sungguh nikmat. Keringat mulai membasahi sekujur tubuh, tangan Tante Mila kuraih, kubuka terlentang, telapak tangannya bersetuhan dengan telapak tanganku, jari jamari mengapit satu sama lain, saling meremas dan membelai lembut.

Hentakan pantat menekan perlahan dan menarik dengan cepat menimbulkan sensasi kenikmatan tersendiri membuat Tante Mila merintih lirih dengan nafas yang ditahan.
“Oouuhh.. Andriih.. hhmmff”.

Kedua kakinya melebar dan pantatnya diangkat sehingga bibir vagina menengadah menganga lebar membuat penisku leluasa bergerak keluar-masuk. Gairahku semakin menggebu, gesekan tubuh menjadi-jadi, badan kutekuk dan kepala merendah menggapai payudara dengan puting merah menantang, kutelan, menjilat liar, mengisap dan menggigit gemas.
“Hmmff.. hmmf.. hngkhh!”.

Erangannya tertahan, terdengar mendesis memacu gelora birahi yang memuncak. Kenikmatan merambah kesekujur tubuhnya memberikan reaksi yang menjadi, memacu tubuh bergerak liar dan tangannya secara otomatis meraih pantaku, meremas, menekan keras menambah tekanan penis masuk kedalam vagina yang haus akan kenikmatan yang sudah lama ia dambakan.

Gelora api asmara dua jiwa berpadu menyatu dalam rangkulan kenikmatan, hentakan liar dan desahan nafas yang memburu bersahutan.
“Aahh.. aahh..”.
“Oohh.. sshh”.

Kami saling memandang dalam api asmara, bibirnya semakin membasah, aku tak tahan melihat bibir yang indah menggairahkan itu, kulumat dan lidah menjelajah liar keseluruh ruang mulut, lidahnya menyambut memagut memelintir diselingi lenguhan dari tenggorokan yang tertahan.
“Ngngghh.. ngngghh..”.

Kenikmatan birahi semakin membara membuat basah sekujur tubuh, aliran darah memacu kencang menelusuri jaringan tubuh sampai keujungnya, Tante Mila melepas ciuman, berdesah keras, mengerang, tangannya dirangkulkan kepunggungku dengan jari-jari tertancap dalam, kakinya terangkat dan menjepit pinggulku keras, desahannya menjadi.. Aku mempercepat gerakan, meningkatkan hentakan penis menggenjot vagina berulang-ulang dan badan mengangkat tertopang siku tangan yang tertindih punggungnya. Raut wajahku menegang disetai deru nafas memburu.

“Ngngghh.. aahh.. auuhh..”, sekujur tubuh Tante Mila menggelinjang hebat kemudian menegang, menjepit keras, dan vaginanya berkedut-kedut disertai erangan lirih menahan kenikmatan puncak orgasme yang luar biasa indahnya.
Jantungku terhenti sesaat, kedutan vaginanya mengurut penis yang berpacu cepat menambah nikmat berlipat ganda, meledakkan mani yang tertampung membengkak di biji pelir, mengalir cepat kebatang penis dan dimuntahkan diujung kepala penis berulang-ulang, menyemprot memenuhi vagina Tante Mila yang kakinya masih menjepit keras selang beberapa saat..

Kami terkulai puas dalam pelukan kebahagiaan. Matanya terpejam, hembusan nafasnya lemah mereda dengan kepala menindih bahuku sebagai alasnya. tangannya merangkul pinggang dengan kaki menyelip di dalam lingkaran kakiku, menyatu. Tanganku membelai rambutnya dan mengelus lembut pipi sesekali. Mataku memperhatikan seluruh sudut wajahnya yang cantik rupawan bersimbah peluh. Mengecup bibirnya perlahan dan memeluknya erat seakan tak ingin ku lepas lagi..

 

Read More

𝐑𝐚𝐡𝐢𝐦 𝐇𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐒𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐚𝐣𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐁𝐚𝐠.𝟎𝟕

 


 Tamu Special (eps III)
" Al.. all.. aldii... Bangun nak .. " suara mama Ella membangunkan ku dari tidur. Aku yg setengah sadar terduduk di hadapan mama Ella yg merpaihkan selimut dan bantal. Seperti lelaki pada umumnya ketika bangun pagi senjata tak bertuan ini mengeras dengan sendirinya. 

Melihat itu aku tersenyum. Berfikir seakan apakah mama Ella menikmati pandangan dibalik boxer ku pagi ini. Aku bergegas mandi. Di dapur Fatimah sedang menyiapkan sarapan pagi dengan hanya menggunakan tanktop hitam dan rok sebatas betis saja. Aku melawan hasratku sendiri. Berlalu melewati Fatimah. Fatimah yg merasakan sikapku yg dingin menahan tanganku.

" mas..ihh.. kok lewat aja sih gak kaya biasanya "

aku hAnya tersenyum menunjukan ekspresi becanda. Lalu mencium keningnya. Kemudian lanjut menuju kamar mandi. Sehabis mandi sarapan sudah ad di atas meja. Fatimah dan mertuaku juga. Obrolan kecil berlangsung mewarnai sarapan pagi ini. 

Terkadang aku curi2 Padang ke arah mama Ella yg masih memakai daster khas emak2 tanpa lengan dengan lingkar kerah yg melebar. Aku tersenyum sendiri. Sepertinya birahiku sudah muak dengan Fatimah. Kini ibu mertuaku lah yg menjadi hasratku. Namun aku tak ingin gegabah. Tak ingin aku terlihat seperti aku lah yg menginginkanya banyak waktu dan banyak kesempatan yg akan datang .. liat saja .. sampai mana amarah ini menghancurkan kehidupanku.

" ma . Al berangkat dulu ya. " Ku Salim tangan mertuaku dan mencium kening istriku fatimah.

diperjalanan menuju rumah pak Broto aku lebih bisa tenang meninggalkan Fatimah di rumah. Ada mertuaku disana. Sampai d rmh pak Broto, seperti biasa mba Ningsih sibuk dengan Pekerjaanya sedangkan pak Broto dan Bu Lia sepertinya sudah selesai sarapan.

" Mari pak.. mobil sudah siap" ucapku ke pak Broto.

" Oh udah dtg kamu Al.. masih pagi sih.. gpp lah yuk ..mah, papa berangkat dulu ya "

Aku menuju mobil bersiap mengantar pak Broto. Tak banyak hal yg terjadi hanya obrolan obrolan kecil antara aku dan pak Broto. Sampai di kantor nya. Pak Broto mengamatkan ku untuk menjaga rumah. Aku segera menuju arah balik. Di tengah jalan aku berhenti sejenak di sebuah cafe coffe untuk beristrahat. Iseng ku WhatsApp Renna.

" Hei ree.. ini aku Aldi.."

Tak lama balasan dr Rena datang.

" Eh mas al.. iya. Ada apa ni pagi2 udah wa "

" Gak ada iseng aja gabut gak ngapa2in.. ini lagi di cofee xxx.. Oia.. kamu LG sama Robby" balasku

" Gak mas.. Robby ada urusan kerjaan katanya . Barusan banget pergi "

" Udah lama ni gak ngbrol2 temenin dong Disni.. skalian ada yg mw gw obrolin juga ree"

" Apaan mas.. ah bkin pnasaran aja.. yaudah shrelock aja nanti aku kstu " balas Renna

Selang Setengah jam.. Renna Datang dengan masih style berpakaiannya yg memang berani menampakan lekuk tubuhnya.. tanktop hitam dilapisi jaket jeans dan celana jeans hanya sependek paha saja.

" Wiii Mahmud.. masih aja pake baju KY jaman dulu " ucapku menyambut kedatanganya

" Mahmud enak aja .. belum punya anak aku mas "

" Udahlah ga usah kaku banget ky jaman dulu aja manggil nama "

" Hahhaha.. iya kan gue hargain lu Al.. wibawa lu dr dlu jaman BEM ga ada abisnya Ampe skrg " ujar Renna

" Ah bisa lu ree "

" Mw ngmong apaan emang al. Pake sgala ketemuan.. di wa emang g bisa "

" Jadi gini re.. " ku jelaskan secara detail maksud dan tujuan mengajak Renna ketemuan dan membicarakan tentang Robby dan Fatimah, Rena sama skali gak percaya dengan apa yg aku jelaskan. 

Sampai terpaksa aku melihatkan sebuah vidio singkat sekitar 30 detik aksi Robby dan Fatimah. Renna berderai air matanya. Tangisnya tertahan di cafe ini aku yg tak enak hati menghampirinya dan memeluknya.. Rena bersandar di dadaku. Setelah ku tenangkan.. Rena berusaha menghapus air matanya.

" Maaf ree gak ada maksud gw buat lu sedih ga ada sama skali re.." ujarku seakan merasa bersalah padanya

" Gak all lu ga salah.. suami gue yg salah. Gw minta maaf al. Gue ga nyangka Robby bisa tega begitu Ama istri temen nya sendiri" ucap Rena yg masih dengan kesedihanya.

" Iya re. Semenjak itu juga gw ga pernah nyentuh bini gw lagi. Bahkan sekarang yg gw rasain kalo gw liat bini gw hanya amarah doank. Tapi sebisa mungkin gw tahan. "

" Kenapa gak waktu kejadian itu lu labrak aja mereka Al.. "

" Gimana ya ree. Klo gw ngikutin amarah gw itu 2 org bisa mati di tangan gw. Yg ada urusanya polisi. Tapi ada niat gw buat bales dendam .. makanya gw butuh bantuan lu. Tapi gak sekarang.. nanti kalo udah waktunya gw kasih tau lu "

" Kenapa gak sekarang Al " ucap Renna mengejutkanku

" Maksudnya?" Tanya ku heran

" Gue tau kok maksud dari bales dendamlu. Lu mau nya kalo mereka bisa KY gitu . Lu juga bisa kan sama gue .. jadi biar adil kita. Gpp kok Al gw juga mikir KY gitu. Sumpah nyesek dada gue liatnya " ujar Renna

" Kalo ky gitu apa bedanya kita sama mereka ree.. yg ada cuma nambah kacau situasi. Ada waktunya nanti gw yakin baik Fatimah atau Robby bakalan nyesel Ama kita." Ucapku mencoba menenangkan..

* Tapi jujur all.. kenapa sih lu dulu KY gak ngrespon gw. Dari dulu kan lu tau sendiri gw udah naksir lu.. malah sok sok setia Ama Fatimah ,," ucap Renna yg mulai bisa mengntrol kesedihanya.

" Hhaha.. ya kan tau sendiri ree gw mah org nya setia dr dulu juga.. lu dtg dtg pas gw da huhhbgan sama org ya gak gw responlah", jwb ku

Setelahnya obrolan kami menjadi lebih ringan. Renna yg awalnya sedih kini sudah mulai bisa tersenyum dan tertawa.

' yaudah thx ya ree. Udah mw nemenin kesini.. lu naek apa td kesini " ucapku

" Tadi naek grab " jwb Renna

" Ywd gw anter lu balik . Yuk "

Aku gandeng tangan Renna sepanjang jalan menuju parkiran mobilku. Segera kami menuju rumah Renna. Diperjalanan kami terlibat obrolan kecil membahas tentang kehidupan kami setelah nikah dan beberapa hal ttg masa lalu.. tak terasa sudah sampai di depan rumah Renna .

" Gak mau masuk dulu al" ucap Rena

" Makasih ree. Lain x Lah.. masih jam kerja ini sebenernya juga " jwb ku

" Oh yaudah sekali lagi makasih ya Al gue yg awalnya sedih bisa lu ubah seketika jadi canda tawa.. " ucap Rena yg tanpa menunggu balasan dariku sebuah bibir mendarat tepat dibibirkum aku yg semula terkejut. Mulai membalas ciuman Rena .kami saling berpagut satu sama lain. 

Tangan ku yg semua memegang stir mobil.. kini melingkarkan di leher Renna. Menekan kepalanya lebih dalam mengikuti hembusan nafas kami yg makin menggebu2. Tiba2 terhenti. Kami saling menunduk dengan kening ku dan Rena saling bersentuhan. Lalu kami tersenyum..

" Makasih re " kukecup keningnya. Renna tersipu malu. Dengan senyum manisnya turun dari mobilku..

Aku segara pulang ketempat pak Broto. Disana tak banyak pekerjaan ku hanya menjaga rumah terkadang menggoda mba Ningsih yg sedang menjemur pakaian. Dan terjadilah pertempuran kami yg kesekian kalinya.. kali ini agak berbeda. Dihalaman belakang tanpa ada org di rumah . Mendekati mba Ningsih yg sedang menjemur pakaian. 

Memeluknya dari belakang. Meremas payudaranya.. membuka daster yg digunakan. Kontolku yg mengeras langsung ku arahkan ke lobang memek mba Ningsih yg sedikit membungkuk berpegangan dengan tiang jemuran. Suasan halaman belakang yg tertutuo tembok tembok besar dan tinggi tidak memmungkin seseorang melihat aksi kami. Bu Lia seperti biasa mungkin sedang diluar.. aku menggenjot mba Ningsih dengan penuh nafsu.. " oohh mass... Ahhh teruss.. aku sampaiii... " Orgasme mba Ningsih dengan pinggulnya yg bergetar membuatnya ambruk ke bawah.

Ku ambil posisi kembali dengan tubuh mba Ningsih yg terbaring di bawah.. menggelinjang menikmati sodokanku.. desahanya tidak mampu tertahan ketika ku hentakan dengan keras hingga menyentuh dinding rahimnya.. tak ingin berlama lama .. ku percepat sodokan ku.. hingga rasa nikmat tiada Tara menyelimuti ku .. dan ahhhhhhhsstttt... Ahhhhh...... Mba Ningsih menekan pinggulku dengan kuat seakan tak ingin hangatnya spermaku keluar dr dalam vaginanya... Aku tergeletak lemah disampingnya

" Mas aL ini.. kok ya aneh.. main langsung aja . Gak ngomong2 langsung masukin aja. " Ucap mba Ningsih padaku. Aku hanya balas dengan senyuman dan segera merapihkan baju ku kembali..

Hingga kepulangan Bu Lia dan juga pak Broto aku izin pulang. Dirumah ku lihat Fatimah tak ada. Aku kekamar mandi.. terdengar suara germcik air..

" Ma.. mama " panggilku dari luar.

" Ohh kamu Al udah pulang." Jwb mama dari dalam kamar mandi.

" Ma bisa numpang bentar gak ma.. Aldi kebelet kencing nih udah ga tahan "

Bentuk kamar mandiku memang agak luas..ember baskom dan juga bak mandi agak berjauhan dengan kloset.

" Bentar Al. Mama pakai handuk dulu.."
" Yaudah masuk aja Al,"

Mama Ella sedang jongkok di dekat bak mandi dengan mengosok2 baju nya. Sedangkan aku dengan santai membuka celanaku dan kencing dikloset .. kontolku yg agak membesar membayangkan tubuh mama Ella yg hanya d balut handuk.. namun tiba tiba hening tak ada suara cucian baju atau sikat baju yg sedari awal.. ternyata mama Ella dengan sadarnya memperhatikan penis ku ..aku tersenyum kemenangan..

" Ma, Fatimah kemana "* tanyaku membuyarkan fokusnya mama Ella memperhatikan kontolku sedari tadi.

" Ehhh itu tadi katanya dia mau pergi dulu sebentar paling pulang agak malem ,pergi nya gak tau dah mama kemana dia ," jwb mama Ella agak gugup

Selesai aku kencing dan membersihkan kontolku .. aku membuka celanaku seluruhnya. Menghampiri mama Ella yg sedang menyikat baju. Ku genggam pundaknya untuk berdiri dan berbisik ditelinga mama Ella

" Ma, mumpung gak ada Fatimah.. SEGERA lah " bisik ku ditelinga mama..

Lalu aku tersenyum.. sedangkan mama Ella dengan handuk yg di lilitnya terdiam. Aku melangkah perlahan meninggalkan mama Ella. Baru saja pintu kamar mandi ku buka .. mama Ella menahannya.. menutupnya dan mengunci nya. 

Dilumatnya bibirku oleh mama Ella dengan gannas.. ku balas ciumanya. Kami berciuman dengan ganas. Tak ingin kalah aku pojok kaan mama Ella ke dinding.. melepas lilitan handuknya dan terpampang lah sepasang gunung yg selama ini terbungkus. Ku remas tetek mama dengan lembut.

Terkadang memainkan pentil nya secara bersamaan. Ciumanku berhenti.. menjalar ke belakang leher mama Ella.. menurun dan melahap bukit kembar nya . ,", Ahh all sedap.. uhhh .. hisap terus al.. " mama Ella mengerang kenikmatan. Kuhentikan aksiku.. ku tuntun mama duduk di ujung bak mandi.. dengan kaki melebsr Keats. Ku julati memek mama Ella.. dengan memasukan 3 jariku mengobok obok klistorinya.. "* ahh all sedap itu sedapny.. all mama sedap .. oohhhhhsssssttt..."

Jemari ku semakin kencang mengocok memek mama Ella dengan cepat. " Ohh aldi ahhhss sedapnya ahh itu dia Aldi itu dia ahhhh... Liat itu liat sedap sedapp ahhhhhh ahhh as ahhhhhhhhh "

Tubuh mama menggenjang bersamaan dengan pinggulnya yg terangkat menyebutkan cairan orgasmenya. Nafasnya tak beraturan.. tanyanya memegang bahuku ku bantu mama Ella untuk duduk dilantai.. ku arahkan kontol ku ke mulutnya.. mama terkejut.

" Besarnya punya kamu Al " ucap mama Ella sambil menggengam kontolku

" Apa yg besar ma" aku tersenyum

" Penis kamu ini al " jwb mama singkat yg asik mengocok kontolku

" Ini namanya kontol ma " jwb ku kasar.
" Iya kontol kamu ini besar nak.." tanpa komando mama Ella melahap penisku menghisapnya dengan lihaaii, aiiuhh... Aku bergedik merasakan nikmat tiada Tara.. ternyata ku salah menilai mama Ella. Seponganya terhadap penisku membuat perrtahanku hancur dan menyemburkan spermaku dalam mulutnya..

Setelahnya kami tersenyum. Dan mandi bersama. Saling membasuh diri dengan sabun. Memeluk erat mama dari belakang meremas payudaranya dan kami berciuman kembali. 

Tak tahan lagi aku ingin segera merasakan bagaimana nikmat memek mertuaku ini.. ku bungkukan badan mama Ella dan mengarahkan kontolku kedalam lubang memeknya. Baru saja ingin masukan kontolku. Suara Fatimah dr luar kamar mandi mengejutkan kami.

" Mas.. mas lagi mandi ya "

Aku yg panik bersama mama Ella mencari akal bagaimana caranya..

" Eeeehh. Iya aku LG mandi sayang.. hmmmm a.. AA..ku minta tolong dong belikan rokok di warung depan sama kopi jahe yg biasa aku minum.. badanku lagi kurang fit nih syaang "

" Ihh bukanya di telpon aku dr luar tadi.. yaudah .. aku ke warung dulu " jwb Fatimah

Aku dan mama masih terdiam.. stelah mendengar suara motor Fatimah pergi aku segera memakai handuk dan berpakaian kembali.. sedangkan mama melanjutkan mandi. Hampir saja hal yg ku lakukan justru menjadi Boomerang bagi ku sendiri. 

Setidaknya saat ini mama Ella akan menjadi korban ku selanjutnya. Korban amarah dan dendamlu yg akan kunikmati. Tinggal tunggu waktu dan situasi saja aku akan merasakan hangatnya rahim mertuaku.


Read More

𝐋𝐚𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐁𝐢𝐫𝐚𝐡𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟑𝟖

"Kyaaa.." jeritku
"Mas..!! Apa-apaan ini!! Keluar...!!" teriakku kalut seketika sambil melepas headset yang terpasang di telingaku.

"Hehe.. ternyata Ukhti alim seneng colmek sambil nyepep ya??" Katanya menyeringai.

Dia Ustadz Erwin. Bukan, bukanlah sosok Ustadz saat dia dengan seenaknya masuk ke dalam rumahku. Entah bagaimana caranya dia bisa menembus pagar rumahku. Dan malah merekamku dengan hapenya saat mendapatiku sedang bermesum sendiri tadi.

Rasa kagetku berlapis-lapis saat aku mendapatinya sedang merekamku dengan hapenya. Aksi masturbasi ku tadipun seketika terhenti. Rasa birahi seketika berubah menjadi rasa takut.

"Mas.. cepat keluar..!! Atau saya panggil suami saya..!!" bentakku.

Tapi dia malah melangkah maju mendekat ke arah sofa. Hapenya sudah ia matikan tak lagi merekamku. Tapi kini aku malah dilanda ketakutan yang lain saat langkahnya ia arahkan menuju tempatku duduk.

"Hehe.. Ana tau Bagas lagi keluar kok, Ukh.." katanya,"Silakan kalau mau teriak juga. Ana yakin tetangga nggak pada dengar, wong lingkungan sini kan sepi banget." senyumnya menghiasi wajahnya yang seketika menyorotkan kemesuman.

Aku tau sorot itu. Sorot lelaki yang siap menggagahi mangsa betinanya. Langkah kakinya makin dekat. Aku harus segera ambil langkah terlebih dahulu. Jika aku masih disini maka aku ibarat kambing yang siap diterkam singa lapar.

Tanpa pikir panjang lagi, akupun lalu bangkit dan segera berusaha mengambil kaki seribu menuju kamarku untuk kemudian menutupnya rapat-rapat. Namun, baru sekali aku melangkah, kusadari ternyata celana panjangku menyangkut di sebatas lututku.

Ingin aku menyadari kalau paha putihku terbuka dan terpampang oleh Mas Erwin. Namun aku tetap berusaha melangkahkan kakiku sembari menarik celanaku naik. Beberapa langkah bisa kuambil hingga aku makin dekat ke pintu kamarku.

Tapi dengan kondisi ini, lariku tak bisa jauh. Celana panjangku pun baru kunaikkan sebatas pahaku saat tiba-tiba kurasakan lenganku sudah dipegang dari belakang. Dadaku langsung berdegup ketakutan.

"Lepasin, Mas..!!" Jeritku.

Namun pegangan tangan Mas Erwin malah semakin kencang seiring tubuhnya yang semakin mendekatiku. Mataku seketika langsung melembab menyadari aku yang tak punya daya upaya apapun. Dan sekejap kemudian tubuhku didorong ke samping. Sisi depan badanku menempel di dinding tembok.

Tangan Mas Erwin tiba-tiba tak lagi memegang tanganku untuk beberapa lama. Hingga kemudian kurasakan tangan itu memegang pantatku yang hanya menyisakan celana dalam tipis. Pantatku ia tarik ke belakang yang pastilah mendekat ke tubuhnya. Yang terjadi kemudian kembali membuatku ketakutan.

"Mas.. Istigfar.. Udah lepasiin.. pliis..!!" rengekku.

Ternyata Mas Erwin sudah tak mengenakan apapun saat kurasakan kulit pantatku bertumbukan dengan batang keras dan hangat yang pastilah itu apa lagi kalau bukan batang kemaluannya.

"Mas, inget Kak Azizah, Mas..!! Lepasin saya..!!" jeritku yang kini mulai serak.

"Hehe.. Ana lepasin Ukhti pas udah selesai nanti.."

Sambil berucap itu, satu tangan Mas Erwin menyingkap sisi tengah celana dalam G-string Ku ke samping. Dan kemudian batang penisnya kurasakan mulai ia arahkan tepat di bibir vaginaku.

"Mas.. Jangan dimasukin, plisss.. aku istri temenmu, Mas..!!"

Tak dihiraukannya jeritanku, batang penis itu ia gesek-gesekan di gerbang liang vaginaku.

"Hehe.. Ukhti Sella dah becek banget.." ejeknya.

"Mas.. Jangg... Hooouuuhhhhh.."

Aku mendesis saat penisnya ia dorong perlahan mencoba menembus vaginaku. Meski lembab, namun batang kemaluannya tak serta merta semudah itu memasuki sempitnya vaginaku. Hingga penis itu ia dorong-dorong di belahan liang surgawiku yang membuatku meringis-ringis.

"Urrggghhhh.." erang Mas Erwin saat kepala penisnya sudah berhasil bersarang di dalam vaginaku.

"Hgghh.. Udah, Mas.. lepasin saya, Mas.. Hiks hikss.." rengekku yang diikuti dengan isak tangis.

"Ya allah, sempit banget memekmu, Ukh.. anget tenan.. Urrrggggghh.." Mas Erwin semakin dalam mendorong penisnya. Pinggulnya mulai ia gerakan memompa penisnya dari belakangku.

Aku sungguh tak menyangka hal ini terjadi padaku. Aku seolah setengah sadar dan berharap ini semua hanyalah mimpi buruk sebelum aku bangun tidur. Batang haram itu kini bersarang di vaginaku yang sempit, yang kebetulan akhir-akhir ini jarang dipake oleh suamiku karena kesibukannya.

Terakhir kali vaginaku ditembus oleh batang lelaki adalah milik Agus di kolam renang saat aku dan teman-teman liqo' ku olahraga bareng. Dan kini aku merasakan batang penis Mas Erwin mulai menyesaki vagina sempitku yang belum lagi terisi penis selama beberapa hari terakhir.

"Gimana rasanya dientotin sama kontol lain selain punya suamimu, Ukh? Enak to? Anti pasti juga udah sering nyobain kontol lain, kan? Uurrgghhh.." erang Mas Erwin.

"Bajingan kamu Mas, tegaaa kamu Mas! Hhggghhhh.. Hhssshhh..." aku meringis menahan ngilu merasakan penis Mas Erwin yang masih ia usahakan masuk ke dalam vaginaku.

"Uurrgghhh.. sempitnya kok kaya memek perawan ini, Ukh.. Hhgghhh.." erang Mas Erwin. "jarang dipake sama Bagas ya ini tempiknya, Ukh?"

Tangannya memegangi pinggulku. Pinggulnya ia gerakan semakin aktif maju mundur, hingga pantatku bertumbukan dengan pahanya. Kurasakan batang penis keras itu menggesek-gesek dinding rongga vaginaku.

Splok.. Splokk.. Splookk..

Lambat laun, irama sodokan penis Mas Erwin di vaginaku membuat sisi-sisi sensitif di organ intimku ini merespon dengan sendirinya. Lendir kenikmatan merembes keluar membersamai pompaan penis Mas Erwin.

"Hhgghhh.. Sshh.." mulutku mulai mendesis saat batang kelelakian Mas Erwin terus merojok-rojok vaginaku. Pinggangku yang dipegang oleh kedua tangannya membuatku hanya bisa pasrah menerima pompaan demi pompaan pinggulnya dari belakang.

Mas Erwin kemudian menarik lepas penisnya. Untuk sesaat aku sempat berfikir ini semua telah usai sebelum aku tau dan menyadari bahwa ini barulah awal dari semua entah apa yang direncanakannya. Mas Erwin lalu menarikku mendekat lagi ke sofa. Tubuhku lalu didorongnya hingga aku berbaring terlentang di sofa.

Mas Erwin lalu berjalan mendekatiku. Kulihat penisnya yang tak terlalu besar itu sudah basah akibat lumuran lendir kemaluanku.

"Mas.. Udahh.. inget Kak Azizah..Hmmmmmppfff..." belum selesai ucapanku, mulutku sudah dijejali oleh penis Mas Erwin.

Kepalaku yang terbalut jilbab miniku ini ia tolehkan menghadap selangkangannya. Penisnya ia dorong-dorong menembus bibirku.

"Hmmm.. Mmmhhfff.." aku berusaha menjerit untuk menolak sumpalan batang haram ini di mulutku. Namun tangan Mas Erwin yang memegangi kepalaku membuatku tak punya banyak ruang gerak.

Penis Mas Erwin itupun akhirnya mampu menembus bibirku yang makin melemah memberi perlawanannya. Pinggulnya ia dorong perlahan hingga kurasakan batang kemaluannya mulai mengisi rongga mulutku. Lidahku langsung bisa merasakan cairan vaginaku yang menyelimuti penis itu.

"Uurrggghhh.. enak banget mulutnya, Ukhtii.." erang Mas Erwin.

Dengan memegangi kepalaku, pinggulnya ia gerakkan maju mundur. Penis itupun keluar masuk membelah bibir ******* ini.

"Urrgghh.. udah lama Ana pengen ngentotin bibir seksi istrinya Bagas ini.. Akhirnya kesampaian juga.. Hhgghhh.." racau Mas Erwin.

Slop... Slopp.. Slooppp..

"Urrghh.. Sering ngemut kontol pasti nih mulut.. Enak banget sepongan bibirnya.. Udah berapa kontol yang masuk mulut lonthenya, Ukh?" erang Mas Erwin melecehkanku.

Gerakan pinggulnya semakin cepat saat sedang menyetubuhi mulutku. Kurasakan batang penisnya semakin keras dan mulai berdenyut-denyut. Leherku lama kelamaan pegal ketika aku berbaring miring dan kepalaku harus menoleh di sofa seperti ini.

Kriekk..

Aku mendengar suara pintu dibuka. Aku langsung menduga itu adalah Mas Bagas yang membuatku senang. Akhirnya aku bisa mengadukan pemerkosaan ini padanya.

"What the hell, Man! I was waiting on you..!" aku mendengar suara berat khas lelaki yang pasti bukanlah Mas Bagas. Hatiku luruh seketika.

"Hehehe.. Sorry, Bro.. Just found this bitch in heat.." kata Mas Erwin.

Mas Erwin yang menyapa suara itu membuatku bisa untuk melepaskan penisnya dari mulutku. Saat kepalaku melihat ke arah pintu, betapa terkejutnya aku melihat sosok laki-laki lain kembali memasuki rumahku tanpa ijin. Lelaki Negro ini bertubuh tinggi besar.

Sambil berjalan mendekati sofa, tiba-tiba dia melepaskan kaos yang ia pakai. Nampaklah dadanya yang hitam legam ditumbuhi bulu-bulu yang lebat. Untuk sesaat aku masih diam terkaget-kaget. Saat si lelaki ini sudah berada di tepi sofa, dia melepas celana dan dalamannya hingga terlihat penisnya yang ukurannya sungguh amat besar.

Penis milik Mas Erwin tak ada apa-apanya dibandingkan penis si kroni nya ini. Aku reflek langsung menggeleng-gelengkan kepalaku. Tanganku menutupi wajahku sambil mulutku meneriakkan kata-kata pemberontakan.

Namun tangan si lelaki tadi langsung memegang tanganku dan menyibakkannya hingga terlihatlah lagi wajahku. Tanganku yang kecil ini seolah tak ada apa-apanya dibanding tangannya yang hampir seukuran pahaku. Mukanya yang juga hitam legam berhias jenggot lebat itu menyorotkan seringai mesumnya saat memerhatikan wajahku. Air mataku kembali berlinang menyadari aku yang seolah perawan di sarang penyamun padahal di rumahku sendiri ini.

Si lelaki yang berpostur tinggi ini lalu sedikit berlutut di lantai, wajahku lalu ditariknya hingga selangkangannya tepat kuhadapi. Penisnya yang mulai mengembang itu hanya berjarak beberapa senti dari wajah putihku. Aku merinding sekali melihat penisnya, belum pernah kulihat penis sebesar ini, padahal belum ereksi sempurna.

Tanpa menunggu lagi, penis itu ia jejalkan di bibirku. Aku menutup bibirku, refleks dari rasa berontakku. Namun lagi-lagi kepalaku yang terbalut jilbab yang makin kusut ini ia pegang dengan dua tangannya yang kekar berotot hingga aku tak lagi mampu menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Hehe.. Kenalin ini teman Ana, Ukh.. Namanya Jamal.. temannya Bagas juga kok.. Dia lahir di Senegal tapi besar di Amerika.." kata Mas Erwin.

Aku tak menanggapi itu, karena sibuk menghindarkan mulutku dari penis hitam di depanku. Namun apalah daya upayaku, hingga tak lama penis hitam ini mulai masuk menyumpal mulutku.

"Tapi kayaknya nggak perlu kenalan ya.. cukup kenalan sama kontol itemnya Jamal aja si Ukhti nakal ini.. hahaha.." timpal Mas Erwin lagi.

Aku langsung teringat penis yang tadi kulihat di laptop. Apakah itu penis Jamal? Lalu siapa gadis bercadar itu? Kok seperti familiar.

Tak sempat menerka-nerka, mulutku kini disibukkan oleh penis besar ini. Bibir mungilku ini dipaksa untuk terbuka selebar-lebarnya, seluruh otot pipi dan wajahku meregang, saat batang raksasa ini menyeruak masuk melawan keinginanku.

Saat benakku sedang kalut mendapati mulutku yang sedang dinodai seperti ini, tiba-tiba kurasakan pahaku dibuka lebar. Entah sejak kapan Mas Erwin sudah berpindah menuju selangkanganku. Sisi bawahku yang sudah telanjang ini tak menyisakan apapun sebagai tabir peindung auratku lagi.

Kurasakan badan Mas Erwin semakin ia rapatkan di selangkanganku. Bibir vaginaku seperti tersengat saat disentuh oleh batang hangat dan keras. Aku berusaha untuk menggeliatkan badanku, menghindari aksi penetrasi penis Mas Erwin. Namun usahaku itu tak memiliki efek apapun karena tangan Mas Erwin yang memegangi pahaku.

Mulutku berusaha untuk berteriak namun penis yang menjejali mulutku membuat usahaku ini sia-sia.

"HHHMMPPHHH..!!!!!" jeritku tertahan ketika kurasakan penis Mas Erwin mulai ia jejalkan masuk ke dalam vaginaku.

Mulutku dan vaginaku kini dimasuki oleh dua penis haram secara bersamaan. Usahaku untuk memberontakpun lama kelamaan mulai melemah karena juga tak menghasilkan pengaruh apapun.

Air mataku kian berlinang menyadari diri ini yang lagi-lagi tak kuasa membentengi dari lelaki haram yang menjamah tubuhku. Makin bertambah lelaki yang menikmati tubuhku, makin besar pula rasa bersalahku kepada Mas Bagas.

Vaginaku lagi-lagi meregang mendapati penis Mas Erwin yang ia dorong semakin dalam. Ayunan pinggulnya membuat rojokan penisnya terasa semakin masuk menggesek rongga vaginaku. Sisa cairan vaginaku yang digarap menempel di tembok tadi membuat penetrasi penisnya tak begitu kesulitan, disamping ukuran penisnya yang tak besar.

Di depan wajahku, selangkangan hitam Jamal masih maju mundur. Mulut mungilku ini tak bisa menelan semua penis besarnya itu. Hanya sekitar sepertiga batangnya saja yang bersarang di mulutku, sehingga aku bisa melihat sisa penisnya yang hitam legam maju mundur kupandangi. Meski begitu, Jamal seolah semangat sekali memompa ujung penisnya di dalam mulutku ini.

"Dayum, Man. This bitch's mouth is great! I'll bet her slut pussy is even better!" kata Jamal.

"Oh yeah, Bro! Her pussy is tight! And she is hot and wet! We'll have to switch in a bit and let you get some of this."

Splok.. Splokk.. Splookkk..

Clep.. Cleppp.. Clepepppphh..

Suara yang muncul dari selangkanganku dan mulutku ini bersautan seiring dua lubangku yang kini sedang dilecehkan oleh dua lelaki ini. Tubuh akhwat ku dihimpit oleh dua orang lelaki yang meski berperawakan alim dengan jenggot lebatnya namun tega menabrak garis batas dosa seiring penis-penisnya yang sedang menikmati vagina dan mulutku.

Aku pun semakin tak berdaya ditengah dua lelaki penuh nafsu ini. Tubuhku yang pasif mulai ikut menghangat akibat sodokan penis Mas Erwin yang menggaruk-garuk dinding vaginaku. Tak pelak, liang surgawiku semakin banyak mengeluarkan lendir kenikmatannya.

Mas Erwin semakin kuat mengayunkan pinggulnya. Akupun bisa merasakan penisnya semakin keras di dalam liang senggamaku. Mulutkupun dengan sendirinya mulai menghisap penis Jamal yang keluar masuk di dalam bibirku. Hingga aku mendengar dering hape berbunyi namun bukanlah ringtone hapeku.

Jamal lalu menarik penisnya lepas dari mulutku.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

"Sshh.. Houuhhhh.. Ooohhh.." mulutku seketika mendesah ketika terbebas dari sumpalan penis raksasa Jamal, merasakan penis Mas Erwin yang semakin keras dan berdenyut-denyut di dalam vaginaku.

Jamal lalu meraih celananya dan mengambil hapenya yang sedari tadi bunyi. Jamal kemudian memberi kode kepada Mas Erwin terkait siapa yang meneleponnya, sebelum kemudian Jamal memperlihatkan ku layar hapenya. Aku langsung shock ketika melihat ternyata Mas Bagas yang menelepon Jamal.

Jamal menempelkan jarinya di tombol hijau yang membuatku menggeleng-gelengkan kepala, berharap tak diangkatnya telepon itu karena aku yang sedang tersentak disetubuhi oleh Mas Erwin.

Aku langsung menutup mulutku dengan kedua tanganku saat Jamal serius menerima telepon dari Mas Bagas. Aku hanya bisa berharap Mas Bagas tak mendengar suara-suara aneh, terutama dari mulutku yang sesekali mendesah.

"Yeah we're on our way to your house.. It's just that we got such tight pussy here.. As usual, from Erwin, Hahahaha.." kata Jamal.
...

"No, really... Why would I lie.." lanjut Jamal.

Seketika itu, tanganku ditarik Mas Erwin seolah menarik tubuhku makin menempel di selangkangannya. Mulutkupun tak lagi bisa kututupi. Dan Mas Erwin langsung menaikkan tempo genjotannya.

Splokk.. Splokk.. Splookkk..

"Ahhh.. Ouuuhhh.. Sshhh.." desahku seketika

"Listen to this.." kata Jamal kepada Mas Bagas di telepon. Dan tiba-tiba hape itu ia dekatkan di samping mulutku.
...

Oh tidak.! Mas Bagas, maafkan aku Mas. Aku sekuat mungkin menahan mulutku agar tak mengeluarkan suara. Namun Mas Erwin semakin kuat mengayunkan pinggulnya.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Penis itu pun masuk semakin dalam di liang vaginaku. Mulutku mendesis kecil sesekali, tak tau apakah Mas Bagas bisa mendengar dan mengenali suaraku. Yang jelas suara peraduan selangkanganku pasti terdengar jelas, suara khas dua kelamin yang sedang beradu nafsu syaitan lewat hape Jamal yang dipegangnya cukup dekat dengan wajahku. Mas Erwin dan Jamal seolah satu frekuensi untuk mengerjaiku dan suamiku.
...
"Hahaha.. Told you.." kata Jamal ke Mas Bagas di hapenya sebelum mengakhiri panggilan teleponnya.

Jamal kemudian kembali menjejalkan penisnya ke mulutku. Aku sempat menggeleng-gelengkan wajahku, mencoba menolak batang legam itu menodai mulutku. Namun tangan kekar berbulunya itu memegangi kepalaku dengan kuat hingga batang itu kembali membelah bibir ******* ini.

"Hoekk.. Hockk.. Hocckk.." aku setengah tersedak saat Jamal memaksa penisnya mauk ke mulutku. Mataku memebelalak sembari nafasku tertahan karena sulitnya kuhela. Jilbab mini yang kupakai makin kusut saat Jamal dengan kasarnya memegangi kepalaku.

Tak lama, kudengar suara dering telepon, kali ini ringtone hapeku yang kudengar. Dari hape yang kutaruh di atas meja di samping laptop Mas Bagas yang layarnya sudah mati. Mas Erwin memelankan genjotannya di vaginaku, meskipun penisnya itu sudah berdenyut-denyut keras. Jamal lalu mengambil hapeku sambil penisnya masih ia pompa membelah bibirku.

Jamal lalu melihat sesaat layar hapeku dan kemudian melepas penisnya dari mulutku saat membaca siapa yang meneleponku.

"That must be Bagas.." kata Mas Erwin yang tak lagi menggerakkan penisnya di vaginaku untuk sesaat.

"No shit Sherlock.." balas Jamal.

"Let her pick up.." kata Mas Erwin.

"Noo.." jeritku, "Jangan Mas.."

"Hehe.. Nanti suamimu curiga, Ukh.. diangkat aja.." kata Mas Erwin

Jamal menekan tombol hijau di hapeku sebelum kemudian memberikan hape itu kepadaku. Akupun tak punya pilihan lain selain menerima panggilan suamiku itu.

"Assalamu'alaykum.. Abii.." jawabku. "Heeegghhhh.."
...

Aku melenguh pelan saat tanpa diduga, Mas Erwin mulai menggerakkan pinggulnya lagi sehingga penisnya mulai menggesek rongga dalam vaginaku lagi.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku ke Mas Erwin. Namun pinggulnya malah semakin cepat ia gerakkan, sambil wajahnya juga membalas dengan seringai mesum. Tak bisa kupungkiri lecutan rangsangan dari dinding vaginaku yang membuat tubuhku makin menghangat.

"Iya,, masih senam aja kok ini Abi,, Hhhggghhh... Aaahhh.." kataku menjawab suamiku yang menyapa di ujung telepon sana.
...

Splok.. Splokk.. Splookkk,,

"Hggghhhhh.. Hmmmppphhh.." dengan tanganku yang lain, aku menutupi mulutku agar Mas Bagas tak curiga akan kemesuman yang kualami.

...
"Mendesahh? Enggak kok.. Houhh.. Umi lagi peregangan aja.. Aaahhhh.." balasku.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Anehnya, tubuhku malah merespon ini semua dengan sensasi lain. Berbicara dengan suamiku ditelepon sementara vaginaku sedang digenjot oleh batang haram lain membuatku merasakan sensasi cemas bercampur nafsu. Vaginaku malah menjepit makin kuat batang penis Mas Erwin.

"Hmmpphh.. Iya Abii.. Hhggghhhh.. Kalau temen Abi udah nyampe nanti Umi kasih tau kalau Abi lagi.. Huuuhhhh.. lagi diluar.." balasku.


Jujur aku susah berkonsentrasi mendengarkan pembicaraan suamiku, karena nafsu birahi yang menyelimutiku. Aku baru tau kalau Mas Bagas sengaja tidak mengunci pagar, agar mobil Mas Erwin bisa masuk. Dan aku sepertinya tadi lupa mengunci pintu depan setelah mengeluarkan tas sampah tadi. Dari situ awalnya mengapa aku tak tau dan tak mendengar Mas Erwin yang memasuki rumahku dan tiba-tiba berada di dekatku tadi.

Splok.. Splookk.. Splookkk.. Mas Erwin makin kuat mengayun pinggulnya memompa liang surgawiku.

"Auuuuhhhh.." desahku yang pasti terdengar di teleponku.

..
"Anu Abii.. Hhhggghhh.. Ada coro tadi.." jawabku berbohong

Keringat dingin mengucur dari tubuhku, campuran hasil dari rasa was-was, rasa penyesalan kepada suamiku, sekaligus nafsu birahi yang makin memanas.

Aku langsung mematikan hapeku, agar Mas Bagas tak lebih jauh mencurigaiku.

"Urrrgghh.. Makin sempit memeknya, Ukh.. Makin becek juga lho.." erangnya.

Akibat sensasi tadi, sekejap kemudian aku merasakan gelombang orgasme melanda tubuhku.

"Hhggghhhhhhhh.. Hoooooooooooooooouugghhh… Emmmppphhhhhhhhhhh.." aku mendesis panjang membersamai seluruh otot tubuhku yang mengejang-ejang.

Mas Erwin kemudian melepas penisnya dan naik ke atas badanku yang terlentang di atas sofa. Jepitan vaginaku saat orgasmeku tadi membuatnya tak bisa tahan lama berada di dalam sempitnya liang kawinkh. Mas Erwin mengocok sebentar penisnya di atas wajahku sebelum saat kemudian penisnya memuntahkan isinya.

Crot.. Crott.. Croottt..

"Terima pejuh ana, Ukhtii.. Arrgghhhh.."

Lendir puncak kelelakiannya itu membasahi mukaku dan jilbabku dibarengi erangan keras dari mulutnya. Aku hanya pasrah karena tubuhku yang juga lemas akibat orgasme sambil nafasku yang tersengal-sengal. Hampir seluruh wajahku kurasakan hangat tertutupi sperma kental Mas Erwin. Aroma sperma yang beberapa hari belakangan tak kudapati itu langsung seketika menyeruak masuk ke hidungku akibat cairan kental yang juga sedikit menutupi lubang hidungku ini.

Beberapa detik kemudian, air mata kembali berlinang dari pelupuk mataku. Aku tak menyangka aku bisa dibawa orgasme saat disetubuhi lelaki lain sambil berbohong kepada suamiku di telepon. Rasa penyesalan membayang di benakku. Rasanya aku sudah benar-benar tak pantas sebagai istri Mas Bagas saat dengan mudahnya aku takluk pada nafsu birahiku sendiri.

Kurasakan sebagian wajahku diseka hingga aku bisa membuka mataku. Kulihat Mas Erwin kini yang berada di samping kepalaku, sementara Jamal gantian berada di selangkanganku entah sejak kapan. Kepala Jamal ia turunkan menuju vaginaku. Senyumnya menyeringai sesaat sebelum lidahnya ia julurkan.

"Nooo.. Enoughh.. Hoouuhhhhgghhh.. Shhhhh.." aku melenguh saat daging tak bertulang itu mulai menjilati area vaginaku. Lemasnya tubuhku membuaku tak bisa bahkan sekedar mengatupkan pahaku.

Tak berdayanya aku untuk menjaga mahkotaku itu hingga dinikmati oleh lelaki lain untuk kesekian kalinya. Bule negro itu dengan rakus mulai melahap selangkanganku yang bersih dan senantiasa kurawat untuk suamiku ini.

Lidahnya kurasakan menggelitik vaginaku yang makin sensitif setelah orgasme tadi. Pinggulku menggelinjang hebat seiring sapuan liarnya. Jenggot lebatnya beradu dengan selangkanganku memberi rasa geli. Tanganku berusaha menjauhkan kepalanya dari selangkanganku tapi tak berefek apapun.​

Kepalaku menggeleng ke kanan ke kiri mencoba menolak perlakuannya meskipun nafsu birahiku di arah yang berlawanan malah semakin menggebu. Vaginakupun makin basah akibat lendir kenikmatan yang tak kunjung berhenti keluar, beradu dengan liur Jamal.

"Shh.. Mfffhhh.." desahku.

Jamal kemudian bangkit sambil membuka makin lebar pahaku. Tubuh besarnya yang hitam legam langsung seolah menutupi cahaya yang datang dari arah depanku. Selangkangannya kemudian mulai ia dekatkan menuju selangkanganku.

Aku yang masih lemas akibat orgasme tadi membuat usaha berontakku tak ada artinya saat pahaku dengan kuatnya ia pegangi. Penis besarnya itu langsung ia gesek-gesekkan di permukaan vaginaku. Pantatku seketika menggelinjang merasakan batang penis berbulu lebat itu beradu dengan bibir luar vaginaku yang kian sensitif paska orgasme ini.

Jantungku langsung bergidik menyaksikan penis yang berukuran tak lazim itu. Itu adalah penis terbesar yang pernah kulihat secara langsung dan aku terkesiap tak bisa membayangkan jika penis itu harus masuk merobek vaginaku. Penis gelap yang sangat kontras dengan putihnya kulitku itu ia gesek-gesekkan, membuat vaginaku tak henti-hentinya mengeluarkan cairan pelumas. Hingga kemudian Jamal menempelkan kepala penisnya tepat di bibir vaginaku dan mulai mendorongnya yang membuat matau seketika membeliak.

"Noo.. Stooppp.. Pleasee..!!!" jeritku. "It won't fit.. Pleasee.."

Tak dihiraukan Jamal, ia mulai menekan masuk batang hitamnya itu. Nafasku tertahan seolah terhenti saat batang itu memaksa merenggangkan otot-otot vaginaku. Jamal menarik ulur penisnya menyadari sempitnya vaginaku. Aku merasakan ngilu yang teramat sangat merasakan penis terbesar yang pernah kutahu ini masuk ke dalam vaginaku.​

Penis Mas Erwin tadi seolah tak ada apa-apanya dibandingkan penis Jamal yang begitu kesusahan ia paksakan masuk ke dalam vaginaku. Pantas saja sedari tadi ia merangsang vaginaku hingga liang suciku itu ekstra becek. Namun, meski begitu tetap saja penis afrika-nya itu tak mampu dengan mudah menembus sempitnya bibir vaginaku.

"Hhhhgghhh.. Houuuhhhh.." aku melenguh bercampur dengan menahan rasa ngilu saat kepala penis itu mulai masuk ke dalam vaginaku.

Seluruh tubuhku seolah risau menyadari penis yang akan membelah tubuhku ini. Tak lagi kuhiraukan sekitarku termasuk Mas Erwin yang kudapati berada di sisi wajahku yang kuabaikan. Nafasku tertahan seiring penis Jamal yang perlahan tarik ulurnya itu membuahkan hasil.

"Haagghhh..Stop it.. It's too much.. Pleeasee..!!" jeritku.

Jamal untuk sesaat sempat menghentikan usahanya. Memberi jeda pada penisnya sekaligus kepada selangkanganku untuk beradaptasi sejenak terhadap ukuran penis supernya. Sebelum beberapa waktu kemudian, ia melanjutkan lagi usahanya memaju-mundurkan pinggulnya.

Sebagian vagina rasanya ikut tertarik keluar saat penis besarnya itu ia tarik kemudian ia masukkan lagi lebih dalam.

"Fuckk..! This pussy is so wet and tight.. The best pussy I've ever tasted.." kata Jamal kepada Mas Erwin, "Married pussy is the best..!"

"Especially when the husband is your friend.. Hahaha.." timpal Mas Erwin.

"Hahaha.. I know right.." balas Jamal.

Ayunan pinggul jamal kembali ia gerakkan seiring penisnya yang senti demi senti mulai bersarang di dalam vaginaku. Tubuhku lemas ketika vaginaku yang sempit ini dipaksa meregang menerima penis Jamal. Keringat mengucur deras membasahi kaus senam yang aku pakai sekaligus jilbab miniku yang makin kusut.

Mas Erwin yang berada di sebelah wajahku lalu mendekat dan menempelkan penisnya di pipiku. Penisnya masih loyo setelah tadi orgasme seperti layaknya permen jeli ia gesek-gesekkan di pipiku hingga bibirku. Wajahku lalu ia miringkan sambil penisnya ia paksa masuk ke mulutku.

Di selangkanganku, Jamal semakin intens menggerakkan pinggulnya, membuat tubuhku tersentak-sentak di atas sofa. Penis besarnya menggaruk-garuk dinding vaginaku yang entah mengapa lagi-lagi mampu membius birahiku hingga nafsuku mulai bangkit meskipun kurasakan ngilu yang teramat sangat.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkkk..

[G]

Liang kemaluanku itu mengeluarkan pelumasnya mili demi mili membersamai rojokan penis Jamal. Tubuhku yang tadinya merasakan rasa sakit perlahan mulai bisa mentolerirnya dan bercampur dengan birahi yang kian membara. Pinggulku pun sesekali ikut menggelinjang di tengah goncangan yang kuterima akibat pompaan penis Jamal.

Di mulutku, penis Mas Erwin masih loyo sehingga tak bisa kuemut dan kuhisap-hisap juga. Mas Erwin kemudian mengeluarkan penisnya hingga terlihat penis yang tertutupi kulup layu yang berlumuran air liurku.

"You should've brought your potion.." kata Jamal, "Or get help, hahahaha.."

"I know, I know.. Don't patronize me.." balas Mas Erwin.

Mereka berdua sepertinya sudah sering menggarap wanita bersamaan sampai-sampai Jamal paham kalau Mas Erwin tak memiliki daya tahan itu dan butuh suatu ramuan lain. Mas Erwin pun sepertinya akan berlalu meninggalkan temannya yang kini sedang menggarap tubuhku yang kian terguncang-guncang di atas sofa ini.

Namun sebelum pergi, Mas Erwin berbisik padaku. "Sampai ketemu lagi ya, Ukhtii.. Ana janji bakalan garap Anti lebih lama, bikin Anti lebih mabuk kepayang.. Lagian lubang belakangnya belum Ana cobain, hehehe.. Lubang pantat Anti nggak usah dipakai buat Jamal, nanti melar. Biar buat Ana aja.." setelah berucap itu, Mas Erwin lalu keluar dari pintu depan karena penisnya tak kunjung bangun dan kutebak menunggu di teras.

Jamal yang mendapati dirinya hanya seorang diri dan bebas untuk menikmatiku ini lalu tak membuang waktu dan memompa penisnya semakin kencang.

Splokk.. Splookkk.. Sploookkkk..​

"Hhhssshhhh.. Ouuuuuhhhh.. Enougghhhh.. Pleaseee.. Ssshhhhhh.."

Mulutku menolak ini semua namun tak bisa untuk tak mendesah. Fakta bahwa meskipun batang itu memberi rasa ngilu dan nyeri, namun lambat laun penis yang merojok-rojok sisi dalam vaginaku itu membuat gairahku makin meninggi. Ukuran penisnya yang besar membuatnya menggaruk dinding liang surgawiku yang tak pernah terjangkau sebelumnya.

Detik demi detik berlalu, entah bagaimana ceritanya, tubuhku seolah tak lagi menolak batang hitam besar yang seolah sedang membelah diriku ini. Jamal lalu merubah posisinya hingga dia berbaring telentang di sofa, sementara aku berada di atas selangkangannya membelakangi dirinya.

Tangan hitam berbulunya itu memegangi pinggangku dan mengarahkan pantatku untuk turun. Penis besarnya itu kurasakan menempel tepat di bibir liang senngamaku. Aku tak punya daya upaya untuk mengelak saat cengkeraman tangannya itu memaksa pantatku untuk semakin turun.

"Heegghhhh.."

Nafasku tertahan sesaat ketika kepala penis itu menyeruak kembali gerbang kemaluanku, memaksa bibir sempitku itu untuk meregang ekstra lebar meskipun baru sebatas kepala penisnya. Aku tak berani menggerakkan pinggulku lebih jauh, karena rasa ngilu yang kembali kurasakan.

Namun dari bawah Jamal menggerakkan sendiri pinggulnya naik membuat usaha penisnya untuk masuk lebih jauh. Lalu ia turunkan lagi sebelum ia naikkan lagi batang penis itu membelah lebih dalam vaginaku.

"Hssshhhh.. Hmmmmfffhhhh.. It's too big.. Stop it pleasee.. hhgghhh.." rintihku.

Tak digubrisnya, tempo ayunan penisnya dari bawah malah semakin ia tingkatkan. Nafsukupun mulai bangkit kembali ditengah rasa ngilu yang kurasakan namun perlahan tertutupi. Alunan penetrasi penisnya dari bawah itu makin terbiasa kurasakan di vaginaku.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Sodokan penis Jamal dari bawah semakin aktif. Bahkan sesekali sodokannya sengaja ia dorong maksimal hingga ujung rahimku, membuatku menggelinjang. Posisiku yang diatas membuat gerakan penetrasinya itu mampu menjelajahi setiap sisi ruang kemaluanku yang sebelumnya tak pernah terjamah.

Lama kelamaan akupun malah ikutan menggerakkan tubuhku naik turun. Peluh yang mengucur di tubuhku yang masih tertutupi kaos dan jilbab ini menjadi saksi aku yang perlahan mulai menyerah pada nafsu. Penis yang seharusnya memberi rasa sakit itu kini malah kutunggangi bak pemain rodeo seiring gelombak puncak yang kurasakan makin mendekat.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Yess.. Ride my big black cock.. Shake that ass, bitch!!" ejek Jamal.​

Dan entah mengapa aku malah makin liar menggerakkan pantatku naik turun. Tanganku berpegangan pada lutut jamal sebagai tumpuan ketika pantatku yang seksi ini menggilas penis Jamal. Jamal pun kini hanya mendiamkan pinggulnya, membiarkan aku yang bekerja sambil tangannya meremas-remas pantatku.

Aku benar-benar sudah melupakan jatidiriku sebagai seorang akhwat. Yang terbayang di benakku kini adalah bagaimana caranya aku untuk menuntaskan puncak yang sebentar lagi kudapat ini. Pantatku bergoyang semakin liar diwarnai oleh tangan hitam jamal yang meremas-remas kontrasnya putih pualam kulit tubuhku. Hingga tibalah aku pada puncakku.

"Houugggghhhhhhh.. Emmmmppppppphhhhhhhh.. Oooooooooooooooohhhh.."

Aku mendesis hebat membersamai pinggangku yang tertekuk melejit-lejit akibat deraan orgasmeku. Tubuhku langsung ambruk lemas ke depan. Helaan nafasku seketika langsung menjadi tersengal-sengal.

Jamal sendiri sepertinya masih jauh dari usainya. Penisnya masih keras kurasakan tertancap di vaginaku, terlumuri oleh cairan orgasmeku. Jamal lalu mendorong tubuhku hingga aku tengkurap di atas sofa ini. Dengan penisnya masih di dalam vaginaku, Jamal lalu menindihku dan memulai kembali pompaannya.

"Ouuuhhhh.. Ahhhhh.. Enough, Jamal.. No moree..!" erangku.

Disetubuhi dari belakang seperti ini membuat penisnya masuk semakin dalam di vaginaku. Pinggulnya ia ayunkan hingga menumbuk-numbuk pantatku yang membusung ke atas. Di samping lemasnya aku setelah dua kali orgasme, posisiku yang ditindih ini membuatku tak berkutik selain pasrah menerima kembali gempuran penis si negro ini.

Splokk.. Splookk.. Sploookkk..

Jamal semakin cepat menggempur pantatku yang besar bulat menggoda ini dari belakang. Pantatku yang putih mulus layaknya pualam ini begitu kontras dengan kulit paha dan selangkangan Jamal yang hitam legam yang sedang menggenjotku, di atas sofa yang berderit yang menjadi saksi bisu persetubuhan interracial haram ini.​

Beberapa saat kemudian, tangan Jamal memegangi pinggulku dan mendorongku hingga akupun turun dari sofa dengan penisnya tak juga ia lepas dari vaginaku. Aku yang masih lemas ini tak berfikir untuk melawan keinginan lelaki bejat berkulit hitam yang sedang dipenuhi nafsu itu. Hingga akupun kini merangkak di atas karpet ruang tengah rumahku.

Dari belakang, Jamal mulai lagi mengayunkan pinggulnya. Penisnya langsung kurasakan menyodok-nyodok relung vagina sempitku ini. Tanganku bertumpu di lantai menggunakan sisa-sisa tenaga yang kumiliki.

"Sshhhh.. Mffhhhhh.." desahku.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkkk..

Gerakan pinggul Jamal semakin cepat menghasilkan suara nyaring beradunya pantatku dan selangkangannya. Peluh demi peluh kian banyak menetes dari tubuhku. Tangan Jamal dari belakang lalu meraih kaos yang kupakai dan menariknya ke atas.​

Terpampanglah kini kedua tetekku yang menggantung indah. Goncangan dari belakangku membuat tetekku terayun-ayun dengan seksinya. Gerakan jamal semakin lama semakin cepat. Penisnya kurasakan seolah makin keras dan berdenyut-denyut di dalam vaginaku.

Tiba-tiba Jamal melepas penisnya dan membaringkanku lagi di atas sofa. Bagai boneka, aku hanya mengikuti kemauannya saja. Dengan cepatnya, Jamal membuka pahaku dan kembali mulai menggenjotku dari depan.

"Ouuuuuhhhhhh.." lolongku saat penis besar itu membuat renggang vaginaku kembali.

Jamal langsung memompa penisnya dengan tempo tinggi. Kaosku ia singkap ke atas hingga kini nampaklah lagi dua bongkah melon kembar di dadaku yang tergoncang-goncang indah seirama dengan goncangan tubuhku.

Siapapun yang melihat tetek besarku tergoncang indah ini pastilah menambah nafsu kelelakiannya. Tak terkecuali Jamal. Matanya nanar menatap tetekku yang baru ia buka setelah sedari tadi tersembunyi di balik kaos senamku meskipun aku tak mengenakan bra.​

Splokk.. Spllookkk.. Splooookkkk..

Satu tangannya lalu meremas-remas tetekku yang sebelah kiri sambil pinggulnya mengayun semakin cepat dan brutal. Hingga beberapa menit kemudian Jamal mengerang keras sambil menekan pinggulnya semakin mepet ke selangkanganku. Pantatku seketika menggelinjang mendapati penis itu menusuk semakin dalam di vaginaku.

"Fucckk! I'm coming.." erang Jamal.

Penisnya ia tekan semakin dalam hingga kurasakan rahimku disirami cairan kentalnya.

"Noo.. Not inside.. Ouuuuuuuuugghhhhhhhh.." jeritku. Namun yang tak kukira ternyata tubuhku mengejang dilanda orgasme juga ketika penis besar Jamal menusuk sedalam-dalamnya ke titik dimana tak pernah ada sebelumnya yang menjamah sisi dalam vaginaku itu.

Crrtt.. Crrrtt.. Crrttttt..

Kakiku bahkan tak kusadari kutekuk melipat di belakang pantat Jamal, seolah mengakui dan menyetujui perbuatan dosa ini semua. Tubuhku mengejang-ngejang beberapa kali melampiaskan klimaksku. Tak kusangka aku dibawa dua kali orgasme di waktu yang bersamaan oleh penis afrika ini.

Rasa penyesalan seketika menyeruak ketika akalku mulai pulih. Mataku yang lelah terpejam lalu meneteskan bulir-bulir penyesalannya. Tak kusangka nafsuku yang tak terlampiaskan tadi pagi kini malah menggiringku mendapatkan tiga kali orgasme karena perlakuan dua lelaki yang bukanlah mahromku ini.

Jamal kemudian menarik lepas penisnya dari vaginaku. Meski sudah menuntaskan puncaknya, namun penisnya masih besar terasa di vaginaku.

"Houuggghhhh.." aku melenguh saat penis itu ia tarik. Serasa sebagian vaginaku juga ikut tertarik keluar, apalagi vaginaku yang makin sensitif setelah orgasme.

Jamal lalu naik ke atas tubuhku. Penis itu ia tempelkan di bibirku yang bisa kulihat saat aku membuka mataku. Bau sperma bercampur cairan vaginaku langsung menyeruak masuk ke hidungku. Jamal menggesek-gesekkan penisnya di sekitar mulut dan hidungku, sebelum kemudian memintaku untuk menghisap penisnya.

Aku sempat menggeleng-geleng menolak, namun tak berarti apapun saat seluruh tubuhku rasanya lemas setelah tiga kali orgasme ini.

"Uurrrgggghhh.." erang Jamal ketika penis itu membelah bibirku dan merasakan lagi hangatnya rongga mulutku.

"Don't worry, my cock is not easily satistied with just one cum.. Hahaha.." katanya.

Memang kurasakan penisnya tak menunjukkan tanda-tanda layu. Meski sudah menyemburkan isinya, namun penis itu masih terasa menyesaki mulutku.

Jamal lalu memundurkan badannya. Penisnya lalu ia taruh di dadaku.

"Look at those big sexy boobs.." katanya sembari menjepit penisnya di antara dua tetekku.

Saking besarnya, penisnya tak mampu tertutupi oleh tetekku yang berukuran besar ini, tak seperti penis lain yang pernah menikmati tetekku yang pasti tenggelam di tengah himpitan melon kembarku ini. Jamal lalu mulai menyetubuhi tetekku. Penis hitamnya begitu kontras berlawanan dengan putihnya daging kenyal di dadaku ini.

Slep.. Slepp.. Sleeppp..

Cairan vaginaku dan air liurku bercampur melumuri batang penis itu membuatnya tak kesusahan menggenjot tetekku. Ditambah keringat yang membasahi tubuhku membuat gesekan penis di tetekku itu menghasilkan suara nyaring yang mesum. Selama beberapa saat tetekku menjadi bulan-bulanan Jamal.​

Kurasakan penisnya kembali mengeras sempurna di antara himpitan tetekku ini.

Jamal lalu berpindah mundur menuju selangkanganku lagi. Pahaku kembali ia buka dan penisnya ia tempelkan di bibir vaginaku. Aku yang lemas ini kini sudah hampir tak peduli lagi. Martabatku sebagai seorang akhwat sirna sudah seiring orgasmeku yang ketiga kalinya tadi.

Tanpa perlawanan yang berarti dariku, Jamal mulai lagi usaha tarik ulur penisnya menerobos vaginaku yang tetap saja masih sempit. Beruntungnya ada cairan vaginaku, cairan orgasmeku, sekaligus sisa sperma Jamal di vaginaku yang seolah menjadi penyemangat dan pemulus agar penis besar itu bisa bersarang kembali di vaginaku.

"Houuuuggghhhhh.." aku melenguh dengan sisa tenagaku saat kepala jamur hitam itu berhasil menyeruak masuk membelah gerbang liang senggamaku.

Dan tanpa membuang waktu, Jamal memulai lagi ayunan pinggulnya.

Splokk.. Splokk.. Splookkk..

Tubuhku kembali terguncang-guncang di atas sofa yang kini makin penuh peluh ini. Rasa ngilu yang kurasakan perlahan mulai tersamarkan oleh nafsu birahi yang mulai merambat naik.

Jamal kemudian menarik kaki kiriku dan sedikit memutar tubuhku hingga kini aku menghadap samping.

"Houuugghhh.. Noo.. It's to deep.. Emmmppphhhh.." erangku.

Di posisiku menyamping seperti ini membuat penetrasi penisnya terasa makin dalam. Seluruh tubuhku lagi-lagi terbakar birahi saat penis besarnya itu menggaruk-garuk dinding-dinding liang surgawiku. Aku pasrah saja diperlakukan sebagaimana keinginannya. Sudah terlalu lemas dan terlanjur penuh dosa membuatku melupakan akal sehatku.​

Splok.. Splokk.. Splookkk..

Hingga beberapa saat kemudian kudengar suara pagar dibuka, dan suara motor memasuki halaman garasiku. Jantungku langsung terkesiap.

"Jamall, stop this.. My husband is here.. please stop.. Hhggghhhh.." pintaku di sela genjotan Jamal.

"Urgghhhh.. No way.. Your pussy is even tighter now.." katanya. "Argghhh.. imma fuck you until you pass out, Bitch.."

Rasa khawatir dan cemas memang membuat otot vaginaku kian merapat dan menjepit penis Jamal yang malah ia ayunkan semakin kuat.

Splok.. Splokk.. Splookkk..

Aku bisa mendengar suara obrolan di luar teras sana antara dua lelaki. Mas Bagas dan Mas Erwin mungkin saling menyapa satu sama lain.

Jamal yang menyadari kehadiran suamiku kemudian secara mengejutkan menggendongku dengan tanpa melepas penisnya. Tubuh hitam besarnya membawaku dengan mudah seperti bayi saja menuju area dapur di samping kulkas. Sambil berjalan, sesekali ia goyangkan penisnya di vaginaku.​

Akupun hanya merem melek merasakan sensasi bersetubuh seperti ini. Meskipun jarak ke dapur tak begitu jauh, namun rasanya lama sekali Jamal menggendongku sambil memompa penisnya seperti ini. Ketika dia menurunkan tubuhku di dapur barulah penisnya ia lepas. Plopp..

Namun ini semua belumlah akhir dari deritaku saat tubuhku dibaliknya hingga aku memunggunginya. Badanku ditundukkan sedikit dengan pantatku yang ia tarik ke belakang mendekat ke tubuhnya. Dan dari belakang Jamal kembali melakukan penetrasi penisnya menghujam liang kawinku.

"Houuugghhh.. Shhhh.. Mppphhhh.."

Mulutku mendesah saat Jamal memborbardir vaginaku dari belakang. Pinggangku ia pegang dan ia arahkan seirama dengan genjotan penis besarnya itu. Mulutku meracau mendesah hebat, untuk sesaat lupa bahwa ada suamiku di depan sana. Dan kemudian kudengar pintu depan dibuka.

Jamal lalu membuka pintu kulkas, hingga kini hanya sebagian saja dari tubuhku yang bisa terlihat dari ruang tengah.

"Ooohhh.. Umi.. Udah selesai senamnya?" tanya Mas Bagas saat melihatku dibalik kulkas.

"Hgghhh.. Belum,Abii.. Ini mau ngambil,, hhgghhhh.. minum di kulkas., Sshhh.." balasku terengah-engah. Satu tanganku ke belakang meraih badan Jamal, mendorongnya sebagai kode buatnya untuk menyudahi ini karena Mas Bagas melihat ke arah sini. Namun Jamal malah memasukkan penisnya semakin dalam.

"Oh, kok kaya ngos-ngosan gitu, Umii?" tanya Mas Bagas.

"Iyahh.. Kan lagi senam, Bi.. Hoouuuggghhh.." kataku yang diakhiri lenguhan akibat ayunan pinggul Jamal dari belakangku.

Ketika kubuka mataku, Mas Bagas yang nampak terburu-buru itu lalu berlalu masuk ke dalam kamarku. Beruntungnya tadi ia tak terlalu memerhatikanku.

"Jamal.. Ahh.. Stop this.. Ahhh.. Hssshhhhh.. Houugghhhhh.." desahku.

Splokk.. Splookkk.. Sploookkkk..

Jamal makin cepat mengayun penisnya. Vaginaku menjepit makin erat penisnya, apalagi ketika tadi Mas Bagas mendapatiku dan menyapaku. Jamal sepertinya juga merasakan liang sempitku ini makin menjepit. Penis kerasnya itu seolah makin terasa mengoyak-oyak vaginaku.

Peluh makin banyak mengalir keluar dari sela pori-pori kulit putihku, membersamai lendir vaginaku yang juga menghianati akal sehatku dengan tak henti-hentinya keluar, melumasi penis hitam besar Jamal yang sedang bersarang di vaginaku.

"Houuuhhh.. Shhhhh.. Emmpphhhh.." desahku.

Splokk.. Splookkk.. Sploookkk..

Tak lama, kulihat Mas Bagas keluar lagi dari kamar tidur kami dengan membawa setumpuk berkas kerjanya. Dan kembali mendapatiku masih berada di samping kulkas. Jamal sesaat memelankan genjotannya hingga suara tumbukan pantatku tak terlalu terdengar keras, meskipun masih ia ayunkan penisnya di dalam vaginaku.

"Belum selesai minumnya, Umi?" tanya Mas Bagas yang hanya kujawab dengan gelengan kepalaku. "Itu, mani Abi jangan lupa dibersihin lho Umii.." Lanjutnya sambil menunjuk wajahku sebelum berlalu kembali menuju teras.

Aku sempat terkesiap saat suamiku itu mengira bahwa sperma yang menempel di wajah dan jilbabku ini adalah miliknya, padahal cairan kental yang mulai mengering ini adalah milik sahabat sekaligus mentornya yang sedang ia ajak ketemuan di teras. Rasa bersalahku makin menyeruak di tengah birahiku ini.

Lelaki yang kucintai itu tak tau kalau murobbinya tadi sudah memakai vagina dan mengeluarkan spermanya di wajah cantik istrinya ini. Sementara kini, koleganya yang lain sedang menikmati vagina istrinya dari belakang yang makin menjepit penis berukuran luar biasa itu.

Parahnya lagi, birahiku malah semakin meninggi akibat sodokan demi sodokan penis Jamal itu. Mulutku mendesah makin kencang seiring menyadari suamiku yang sudah berada di luar teras dan tak bisa mendengar lenguhan dan desahan dari persetubuhan haram ini.

"Hoouuuhhhhh.. Aaaahhh.. Sssshhhh.. Jamall.. Enouughhhh.. Let me goo.. Houuuggghhh.. Aaahhhhh.." desahku.

"Hahaha.. Not yet, Bitch.. Things are about to get interesting.. Urrrgghhh.." balas Jamal.

Aku tak mengerti maksud yang ia katakan, atau lebih tepatnya, benakku terlalu dipenuhi birahi untuk mencerna maksudnya. Sebelum kemudian, aku dibuat terkejut saat ia menggendong badanku dari belakang. Ia menggendongku, lagi, dan berjalan dari area dapur.

Saat aku menebak tubuhku yang sedang melayang dengan penis masih menancap di vaginaku dari belakang ini akan dibawa kembali ke sofa, ternyata Jamal dengan tubuh besarnya itu berjalan menuju arah pintu depan, dengan menggendong tubuhku yang tak terlalu berat ini dengan entengnya.

"Jamal, where are you going.. Oouuhhh.. Emmhhh.. My husband is there.." kataku panik.

"Don't worry, he won't see you, Bitch.." lagi-lagi ia melecehkanku.

Dan kembali melecehkanku saat tubuhku diturunkan di dekat jendela ruang tamuku di samping pintu depan rumahku. Jendela riben ini berkaca gelap yang tembus pandang pada sisi dalam, dan aku bisa melihat suamiku sedang duduk di luar berdiskusi dengan Mas Erwin, sementara dari luar suamiku tak bisa melihat ke dalam rumah.

Jamal lalu menurunkan tubuhku hingga aku kembali membelakangi Jamal. Tanganku menempel dijendela, menghadap ke arah luar sana yang kudapati suamiku sedang berbincang-bincang yang bisa kudengar samar-samar. Jamal segera mengayunkan kembali penisnya di dalam vaginaku.

"Hoouuuuhhhh.. Sshhhh.. Jamall.. What are you doing? My husband could hear this.. Hougghhhhh.." desahku. Kulihat suamiku celingak-celinguk sepertinya mendengar suara tumbukan dua selangkangan, sebelum kemudian Mas Erwin mengajaknya mengobrol kembali.

Splokk.. Splookkkk..

"Then you better be quiet.. Hahaha.." balas Jamal. "Here, take this.."

"What's this… Hmmmppphhh.." jeritku tertahan saat Jamal tiba-tiba menyumpal mulutku dengan celana dalamku yang entah kapan ia ambil.

Genjotannya ia lanjutkan semakin intens, membuatku menjerit-jerit akibat besarnya penis itu yang masih membuat vagina sempitku merenggang ekstra lebar ini. Beruntungnya, jeritanku cukup tertahan sumpalan di mulutku.

Splookk.. Splookkkk..

"Hmmmppphh.. Hhhmmppphhh.."

Dan saat perlahan pantatku bisa mengimbangi ritme sodokan penis keras Jamal itu, aku bisa mendengar cukup jelas pembicaraan Mas Erwin dan Mas Bagas.

"Lha mana Jamal.." tanya Mas Bagas.

"Ohh.. Anu lagi sama akhwat yang nemenin kita tadi.." balas Mas Erwin.

Mas Bagas lalu membalasnya dengan tertawa, seolah hal ini adalah hal yang lumrah. Apakah Mas Bagas tau kebiasaan bejat yang dilakukan teman-temannya ini? Aku tak habis pikir.

"Lho.. Kok ketawa gitu.." kata Mas Erwin.

"Antum ini emang jago kalau nyari yang begituan.." balas Mas Bagas.

"Dari semuanya, cuma antum nih yang jarang ikut kumpul-kumpul.." kata Mas Erwin.
"Yang terakhir kemarin pas selesai Liqo', Ana dapat akhwat masih mahasiswa, manteb banget lho Akh.. Antum sih harus pulang duluan kemarin.." lanjutnya.

"Hahaha.." balas Mas Bagas.

Aku cukup kaget ternyata Mas Bagas tau kalau Mas Erwin orangnya mesum seperti ini. Anehnya Mas Bagas tak pernah cerita. Pantas saja banyak video mesum di laptop Mas Bagas yang bersumber dari Mas Erwin.​

Benakku tak mampu berfikir jernih karena sodokan Jamal di belakangku. Penis kerasnya membuat birahiku mendominasi seiring rongga vaginaku yang dirojok-rojok oleh urat-urat di batang kelelakian hitam itu. Tangan Jamal lalu menuju dadaku. Kaosku ia tarik ke atas hingga tetekku kembali tak bertabir dan berayun indah seiring goncangan tubuhku.

Apalagi vaginaku makin menjepit karena aku yang deg-degan akibat disodok sambil menghadap suamiku dari balik jendela seperti ini. Aku takut suamiku mendengarkan suara dari persetubuhan penuh dosa, tapi itu malah memberi sensasi birahi buatku.

Tanganku menempel di jendela meskipun tak begitu erat karena telapakku yang berkeringat dingin. Meskipun tak terlihat karena gelapnya kaca dari sisi luar, namun jika dari teras itu Mas Bagas sedikit saja menengok ke dalam, maka akan bisa terlihat tubuh setengah telanjangku yang terdorong-dorong ke depan.

Rasa cemas bercampur khawatir malah membuat vaginaku semakin becek. Tangan Jamal lalu meraih tetekku dari belakang. Daging kenyal putih di dadaku ini lalu mulai ia remas-remas

Splokk.. Splookkk..

"Houuuhhhh.. Ssshhhh.. Mmffhhhhh.." desahku ketika sumpalan celana dalam di mulutku sudah jatuh tak tau kemana.

Jamal lalu mengangkat satu kaki kiri ku naik menggantung. Makin ia naikkan tempo genjotannya dari belakangku sementara tangannya yang lain memainkan tetekku yang sebelah.​

Mulutku mendesah semakin keras saat seharusnya aku tak boleh bersuara. Di luar Mas Bagas sesekali menoleh ke arah dalam seperti ia mendengar sesuatu. Namun Mas Erwin selalu mengalihkannya dengan terus mengobrol. Mas Erwin sendiri senyum-senyum ke arah dalam, menyadari Jamal yang sedang menyetubuhiku ini dan membuat keadaan agar Mas Bagas tak memergokiku.

Mas Erwin dan Jamal seperinya kompak mengerjai suamiku dan memanfaatkan kondisi suamiku, sehingga istrinya ini bisa mereka setubuhi bergantian sementara suaminya berada di dekatnya. Sungguh biadab mereka berdua.

Yang kusayangkan adalah aku yang lagi-lagi menyerah pada nafsu birahiku dengan mudahnya. Rasa penyesalanku pada suamiku yang berada di dekatku yang sudah kesekain kalinya kuhianati dengan membiarkan mahkota kawinku harus dirojoki oleh batang-batang haram lain, makin tertutupi gelora syahwatku.

Akibat aku yang belum dijamah beberapa hari terakhir ini, ditambah tadi pagi aku mengintip Nurul, membuat tubuhku makin sesnsitif akan rangsangan lelaki. Tubuhkupun makin pasrah berada di genggaman dua lelaki berpenampilan ustad namun bejat ini.

Aku yang tak bisa dan tak berdaya apa-apa ini lalu hanya mengikuti alur dan kini hampir seluruh syarafku tetutupi oleh sambungan-sambungan birahi. Penis Jamal kurasakan makin mengeras dan mulai berdenyut-denyut di dalam vaginaku. Aku masih sesekali bisa mendengar obrolan Mas Bagas.

"Ana nggak tega aja sama istri ana, Akh.. Kalau Ana ikut acara antum itu, ibaratnya ana harus khianat sama istri kan kalau ikut-ikutan.." kata Mas Bagas. "Tafadhol, antum aja sama temen-temen liqo' yang lain.. Ana janji nggak akan cerita kemana-mana.."

"Hehe.." kekeh Mas Erwin, "Makanya antum ajak istri antum juga.. Itung-itung tukar pengalaman sama temen-temen kita yang lain.. Hehehe.."

"Wah istri ana susah diajak begituan.."

"Hehe.. Banyak lho temen-temen yang penasaran sama istri antum, termasuk Ana.." kata Mas Erwin blak-blakan. "Afwan, jangan tersinggung ya, Akhi.."

"Hehe, iya nggakpapa, Tadz.." balas Mas Erwin.

Aku kaget mendengarnya, Mas Erwin dengan terang-terangan meminta Mas Bagas untuk mengajakku ke jurang dosa seperti itu. Ustadz yang seharusnya mengajak amar maruf, malah menyuruh muridnya kepada jalan sesat.

Ternyata Mas Bagas memang yang bisa menahan diri dari adab biadab teman-temannya itu. Aku bersyukur suamiku berucap seperti itu. Namun aku yang malah diliputi rasa penyesalan. Aku tak pantas mendapatkan suami Mas Bagas dengan aku yang kini berlumur maksiat seperti ini.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkk..

"Your bitchy pussy is so tight, too bad your husband wastes it.." kata Jamal di telingaku makin kuat menyodokkan penisnya. "Even tighter when I fuck you near your husband.. I'm gonna cum inside your tight pussy again.."

"Nooo.. Aahh.. Hoouuugggghhh.. Enough.. pleasseee.. oohhggghhhh.." desahku.

Penis kerasnya itu makin kurasakan berdenyut keras di sisi-sisi rongga liang senggamaku. Vaginaku yang disodoki batang pusakanya ini juga malah makin banyak mengeluarkan lendir kenikmatan.

Splokk.. Splookkk.. Sploookkkkk..

Di belakangku Jamal makin brutal menggenjot selangkanganku. Kakiku ia turunkan dan kini ia memegangi pinggulku yang ia genggam dan tarik ke belakang membuat penetrasi penisnya semakin dalam.​

"Oooouuhh.. Ssshhhh.. Aaaaahhhhh.." desahku makin keras.

"I'm cumming, Bitch.. Aaarrrrrgghhhh…."

Aku bisa merasakan semburan sperma haram lelaki negro itu membasahi rahimku. Beberapa detik lamanya ia tahan penis yang berdenyut-denyut kuat itu di dalam vaginaku, sebelum ia tarik keluar penisnya hingga membuatku terduduk bersimpuh.

Croott.. Crooottt.. Crooottt..

Spermanya ternyata belum habis, dan kemudian ia arahkan penis legam besar itu tepat di wajah dan dadaku, menyemburkan sisa-sisa lahar kentalnya hingga makin basahlah tubuhku oleh cairan yang bau anyir itu.

Telingaku masih mendengar obrolan Mas Erwin di luar.

"Coba diajak aja dulu Akh.. Ajak aja double date dulu, sama pasangan yang antum anggap cocok.. Jangan langsung rame-rame.." kata Mas Erwin, "Furqon tuh dulu juga istrinya bilang nggak mau begituan, tapi terus dibujuk, dan sekarang malah ketagihan.. Sampe memek istrjnya udah makin melar tuh.. Malah Akh Furqon yang sekarang kesusahan cari lawan main buat istrinya yang ketagihan gangbang.."

"Hmmmm.. Istri Ana tipikal istri yang setia sih, Akh.. Dan lagi Ana kayaknya nggak bisa kalau istri Ana Ana bagi sama lelaki lain.. Ana terlalu sayang dan cinta sama istri.." kata Mas Bagas yang seketika membuatku menitikkan air mata mendengarnya.

"Buat fantasi sih oke aja, tapi kalau sampai kejadian kayaknya ane belum kuat, Akhi.. Afwan nih kalau kesannya Ana sok posesif.." lanjut Mas Bagas lagi.

Air mataku makin menetes sambil terduduk bersimpuh, menyadari Mas Bagas yang mencintaiku seperti itu. Di tengah godaan dari temannya yang tanpa malu berbicara vulgar itu, Mas Bagas berusaha melindungiku, dan tetap tak mau terjerumus ke dosa yang lebih dalam.

Sementara aku?? Lubang vaginaku terasa bengkak akibat hujaman dua penis haram sejak tadi. Tubuhku penuh air mani dari batang-batang haram itu. Bulir air mata penyesalan mengalir di pipiku, sementara di pahaku mengalir sperma lelaki lain membasahi lantai rumah kami. Maafkan aku, suamiku.


 

Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com