"Uuuggghh.. enak banget seponganmu, Dek.." kata Mas Diki sambil memompa penisnya keluar masuk mulutku. Aku yang duduk bersimpuh di lantai kamar mandi ini menggunakan mulutku untuk menyedot penisnya makin kuat.
"Uuuggghh.. Hmmmppphh.." kurasakan penis Mas Diki makin mengeras di mulutku. Tangan Mas Diki makin erat memegang rambut basahku yang tergerai ini, menahan kepalaku agar penisnya masuk makin dalam ke pangkal mulutku. Tak berapa lama kurasakan penisnya berkedut-kedut di dalam mulutku.
"Uuugggghhhh.. telen pejuhku, Dek.. uughhhh.. akhwat binal kaya kamu harus biasa minum pejuh.. uugghhh.."
"Gluk.. Glukk.." aku menelan semprotan sperma yang keluar dari ujung penis ini sambil tetap menghisap penisnya dengan kuat. Selama tiga hari ini sudah puluhan kali aku memanjakan penisnya. Tak terhitung lagi berapa mililiter spermanya yang sudah aku telan. Aku semakin lihai dan mahir servis oral seks. Setelah spermanya habis kutelan, aku bersihkan penis Mas Diki. Aku jilat-jilat ujung penisnya, lalu turun ke batang penisnya sambil kumainkan dengan tanganku. Buah zakarnya juga tak luput dari sapuan dan hisapan bibirku yang basah ini. Setelah penisnya kubersihkan, kami berdua lalu melanjutkan mandi.
Sore nanti rencananya suamiku pulang dari kerja luar kotanya, jadi mau tak mau Mas Diki juga harus menyudahi "menyekapku". Selama tiga hari ini waktuku hanya diisi oleh seks dan seks saja. Tiga hari ini kami hanya di dalam rumahnya tanpa keluar sama sekali. Aku keluar hanya ketika menemui kurir paket atau kurir delivery makanan. Bau sperma sudah sangat menyeruak di rumah Mas Diki yang memang tidak terlalu besar ini. Mas Diki tak pernah ada puasnya dengan tubuhku. Dari ujung rambut hingga ujung kakiku sudah dijamahnya. Berapa kali aku kelelahan melayaninya hingga tertidur, tapi aku juga terbangun karena rasa nikmat ketika dijamah oleh Mas Diki. Yang membuatku kecewa karena saat-saat awal disetubuhi aku masih memiliki rasa penyesalan telah mengkhianati suami dan tekadku, lama-lama aku ternyata malah menikmatinya. Aku menikmati gaya bersetubuhnya, cara aku menikmati perkataan-perkataannya yang merendahkanku, dan yang pasti aku menikmati penisnya ketika berada di mulut dan vaginaku. Sensasi lain yang tidak pernah kudapatkan dari suamiku.
"Baju kamismu yang kemarin dah kotor dan kusut kan, Dek. Bentar, pakai ini aja.." kata Mas Diki sambil mengambil sesuatu dari lemarinya.
"Lho, kok kamu punya gamis, Mas? Kataku sambil menerima satu set baju gamis dari Mas Diki.
"Tau gitu kemarin-kemarin kan aku bisa pakai ini, Mas waktu terima paket sama makanan delivery. Nggak pakai mukena tipis itu.." kataku sambil agak merengut.
"Hehe. Iya.. Kemarin kan ada temenmu yang mergokin kamu di Mall.. Jadi mulai sekarang kalau kamu lagi jalan sama aku, kamu nggak boleh pakai jilbab lebar tok, kamu harus pilih antara pakai cadar sekalian atau nggak pakai jilbab sama sekali. Ini biar kamu nggak ada yang ngenalin, Dek.." aku mengangguk saja. Aku pernah beberapa kali mencoba bercadar tapi belum pernah benar-benar memakainya ketika pergi keluar rumah.
"Satu lagi, mulai sekarang kalau pas kita ketemu atau janjian, kamu nggak boleh pakai dalaman apapun.."
"Weh, emoh Aku, Mas.. Malu aku nggak pakai daleman.."
"Udah nggakpapa, nanti juga biasa.." kata Mas Diki meyakinkanku. Aku lalu memakai gamis krem ini beserta cadarnya. Baju gamis ini memiliki resleting di bagian depan yang membuka sampai sebatas perutku. Tak lupa aku pakai kaos kakiku untuk menutupi kakiku yang juga aurat ini. Ironis sekali ketika aku memikirkan harus menutup aurat dari ujung rambut hingga ujung kaki, tapi disisi lain aku malah merenggut kenikmatan dengan lelaki yang tidak halal buatku.
Mas Diki lalu juga bersiap-siap mengantarku pulang.
"Wuiihh.. cantik banget kamu cadaran gitu, Dek.." kata Mas Diki kepadaku sambil berjalan menuju luar.
Aku lalu membuka pintu depan. Tiba-tiba Mas Diki menutup pintu kembali dan mendorongku hingga aku bersandar di pintu. Handbag-ku pun ikutan jatuh diikuti hapeku yang tak sengaja keluar tergeletak di lantai.
"Maas.. udah mau siang lho ini, Mas.." kataku yang mencoba berargumen tapi tanpa memberi perlawanan yang berarti.
Mas Diki tak bergeming. Tangannya lalu menyingkap jilbab lebar yang kupakai, dan menuju ke arah dadaku, lalu mulai meremas tetekku dari luar gamis ini. Aku yang tidak memakai dalaman apapun dibalik baju gamis ini langsung merasakan remasannya di tetekku. Remasannya lambat laun makin menguat, membuatku makin terangsang. Putingku juga dimainkannya dari luar. Gesekan antara baju gamis dan kulit putingku memberiku sensasi kenikmatan tersendiri.
"Uggghhh.. pentilmu dah keras gini, Dek. Kamu dah sange banget ya.."
"Hhhmmmhhh... Ssshhhhh..." Aku hanya mampu membalasnya dengan desisan. Remasannya terasa sangat nikmat di tetekku. Putingku yang dipelintir-pelintir membuat tubuhku menggeliat keenakan.
"Hhmmmpphh.. Ssshhh... Hmmmpphh.."
Satu tangan Mas Diki lalu turun ke arah pahaku, mengelus-elus pahaku dari luar gamis. Tak berlama-lama, gamisku disingkap ke atas hingga tangan kanannya mulai meraba-raba pahaku dari dalam. Rabaan dan elusannya membuat tubuhku menggelinjang keenakan. Hingga akhirnya jari-jari tangannya mendarat di vaginaku, menggesek-gesek bibir vaginaku.
Rangsangan yang kurasakan bersamaan di tetek dan vagina ini membuat tubuhku menyerah kembali pada nafsu. Aku hanya bisa mendesah-desah keenakan. Bahkan kini tanganku ikut meremas-remas tetekku yang satunya.
"oohh.. Hmmmppphh.. Mmhaaass.." aku mendesah makin keras seiring dengan rangsangan yang kuterima di tetek dan vaginaku. Klitorisku yang merupakan titik sensitif ku tak luput juga dari rangsangan tangan Mas Diki. Aku makin menggelinjang kenikmatan. Tanganku juga makin intens memainkan tetekku sendiri.
"Oooh.. hhhmmmmppphh.. sshhh..." Kurasakan orgasmeku sudah mendekat.
"Ooohhh... Aaagghhh... hmmmmppppphh..." Saat aku ingin orgasme tiba-tiba Mas Diki menghentikan rangsangannya.
Badanku lalu diputar hingga kini aku menghadap pintu. Pantatku lalu ditariknya sedikit hingga posisiku kini agak menungging. Kain gamisku yang menjuntai lalu disibak oleh Mas Diki, hingga pantatku yang putih seperti pualam ini ter-ekspos. Kedua kakiku lalu direnggangkan Mas Diki, kemudian tangannya mengelus-elus liang sempit vaginaku.
Dengan gemas kurasakan Mas Diki menggigit-gigit bongkahan pantatku sambil tanganya mulai mengelus-elus vaginaku. Ciuman Mas Diki turun kebawah sampai menjilati anusku. Rangsangan ini membuatku makin menggelinjang.
“OUhhhh... Hssshhhh...” Hanya itu yang keluar dari mulut ku. Selama 5 menit Mas Diku terus mengerjai vagjnaku dengan jari-jarinya, sampai pantatku menggelinjang menahan kenikmatan. Cairan vaginaku sudah meluber membasahi tanggannya hingga menetes ke pahaku.
Puas bermain dengan mulut dan jarinya, Mas Diki lalu memosisikan penisnya tepat berada di depan liang vaginaku. Kepala penisnya lalu digesek-gesekkan di bibir vaginaku yang makin membuatku menggelinjang. Aku merasakan orgasmeku semakin dekat.
"Ooohhh.. Aaahhh.. Ooohhhh... Hhhmmmmppphh.." pelan-pelan kurasakan kepala penisnya mulai memasuki vaginaku. Entah karena masih sempitnya liang vaginaku, membuatku ku merasakan sesaknya vaginaku walaupun hanya sebatas kepala penisnya yang masuk.
"Hhmmmpphh... ooohhh... Aagghhhh.." lalu Mas Diki mengeluarkan penisnya dari vaginaku, lalu kembali memasukkannya lagi sebatas kepala penisnya. Begitu seterusnya selama beberapa menit. Ini membuatku panas dingin tak karuan.
"Oooh.. Aagghhhh.. Masukkinn, Mhhass.."
"Ughhh.. Bilang yang jelas, Dek.. aku nggak ngerti kamu mau apa.."
"Ooh.. Ssshhh.. Kontolnya, Mmaass.. masukiin ke memekkkuuuh.. Sshhh.. masukkin yang dalemmm.. Sshhh.." aku yang sudah diambang klimaks ini tak mampu lagi melawan nafsu dan menyerah pada kenikmatan, hingga aku tak malu lagi meminta kepuasan dari dia yang bukan muhrimku.
"Ugghhh.. dasar akhwat binal.. rasain nih kontol.. Uughhh.."
"Sploookk".. Mas Diki tiba-tiba memasukkan kontolnya sedalam mungkin. Liang vaginaku yang memang sempit ini dengan tiba-tiba langsung terisi penuh sesak oleh penisnya. Aku tak kuasa menahan orgasmeku yang memang sudah sejak tadi ingin muncul ke permukaan.
"Aaagghhh.. Ooohhh.. Aaahhh.. akkuu keluaaarr, Mmhhass.. Ooohhh.." tubuhku serasa ingin berontak menumpahkan semua sensasinya yang terpendam. Pantatku juga mengejang-ngejang menahan kenikmatan orgasme ini. Selama beberapa saat aku hanya diam menyerah menikmati orgasme ini sambil masih lemas bertumpu di pintu.
Mas Diki perlahan-lahan mulai memompa penisnya yang memang sudah berada di dalam vaginaku. Cairan vagina dari orgasmeku membantu proses keluar masuk penisnya di vaginaku. Aku masih lelah karena sisa-sisa orgasme yang barusaja kudapat. Akan tetapi kenikmatan gesekan penisnya di dalam vaginaku tak dapat kutolak. Aku hanya bisa mencoba mengayun pantatku seirama dengan sodokan penis Mas Diki yang memenuhi vaginaku.
"Plak.. Plak.." disela-sela genjotannya, Mas Diki menampar-nampar pantatku hingga terlihat kemerahan.
“Uughh.. memek akhwat istri orang emang beda.. nggak bakal bosen aku sama memekmu ini, Dek.. Ughhh.. Sempit bangett,.. Ugghhh...” Kata Mas Diki yang menggerakkan pinggulnya maju mundur. Ditarik perlahan, kemudian dilesakkan lagi dalam-dalam. Tarik perlahan-lahan lagi, lalu dibenamkan lagi sampai mentok.
Ini membuatku kembali mendesah, merasakan setiap inci dinding-dinding vaginaku beradu dengan penis Mas Diki yang keluar masuk. Makin membuatku mendesah keenakan.."
"Oooh.. terusss, Masss.. hah..hah.....hmmpppfffffhhh.." desahku yang mulai menikmati karena birahiku naik lagi tanpa bisa kutahan.
"plak.. plak.. plak.."
"Splok.. Splokk.."
Sambil sesekali menampar pantatku, Mas Diki nampaknya semakin bernafsu saja melihatku ikut menikmati persetubuhan ini. Vaginaku memang makin banjir, membuat suara berkecipakan. Mas Diki mempercepat tempo genjotannya.
"Ugghhh.. Enak tenan memekkmu, Dekk.. Ughhh.. masih sempit aja.. Ugghhh..." erung Mas Diki penuh nafsu menggenjot vaginaku yang juga kurasakan meremas-remas pantat putihku yang sudah terdapat bercak-bercak gigitan.
Akupun melenguh-lenguh kenikmatan sambil menggoyang-goyang pinggulku berusaha mengimbangi Mas Diki "Ouhh..ouhhh.. Hhahhhh... hahhh... Enaakk.. aahh.." lenguhku yang terdengar binal ini.
Tiba-tiba hapeku yang tergeletak di bawahku berdering. Aku masih terus saja menikmati persetubuhan ini. Tapi Mas Diki menyuruhku memungut hapeku itu.
[Fania Alina Khoirunnisa is Calling]
Ketika kulihat ternyata dari Fani, sahabatku yang juga teman taklimku. Aku lalu menoleh kebelakang sambil menunjukkan layar hapeku ke arah Mas Diki memberitahu siapa yang menelepon sementara Mas Diki masih terus menggoyang pinggulnya. Mas Diki memberiku isyarat untuk mengangkat telepon ini. Akupun lalu menerima panggilan itu.
"Hallo, Assalamu'alaykum Fani.. hhmmhh.." ketika aku sedang menjawab telepon, Mas Diki malah sengaja memompa penisnya keluar masuk lebih kuat, membuatku susah berkonsentrasi menerima telepon
"Hhhmmmmppphh... Astaghfirullah, aku lupa Fan kalau pagi ini ada Liqo'.. hhmmmpphh.. Ssshhh.." aku menoleh ke belakang memasang wajah setengah kesal ke arah Mas Diki. Bukannya melambat, kocokan penisnya justru malah makin cepat.
"Ahhh.. Aku lagi ada amanah dari suamiii, Fann.. Sshhh.. mmhhhppp.." aku makin susah berkonsentrasi. Urat-urat penis Mas Diki semakin giat menggesek-gesek dinding vaginaku. Pantatku pun juga ikut berayun semakin liar.
"Iyaahh.. lagi kepedesan ini.. aaaaggghhhh.."
"Hmmmpphh.. Salam buat Ustadzah Azizah, Adinda, Rif'ah dan yang lain ya, Ukh.. Hmmmppphh.. aagghhhh.." sodokan Mas Diki makin kencang memompa penisnya di vaginaku. Aku matikan saja panggilan telepon ku itu tanpa mengucap salam daripada menimbulkan kecurigaan di seberang sana.
Selang beberapa menit kemudian, Mas Diki menghentikan genjotannya. Mas Diki melepas penisnya dari vaginaku dan memintaku duduk di lantai. Aku lalu duduk bersimpuh menatap penisnya. Penis yang selama tiga hari ini sudah mengoyak-ngoyak vagina dan mulutku. Entah bagaimana perasaanku saat ini.
Mas Diki lalu memukul-mukulkan penis nya ke wajahku. Lalu menampar pipi kanan kiriku dengan penisnya. Aku sudah tak tahu harus merespon seperti apa hanya pasrah bersimpuh sambil masih dilanda gairah karena persetubuhan ini.
"Kocokin kontolku, Dek.. pakai cadar yang kamu pakai itu.." aku yang juga dilanda birahi hanya bisa mematuhi perintahnya. Cadar yang terikat tali ini lalu kulepas. Kuletakkan cadar ini ke penis Mas Diki yang mengacung keras, lalu aku kocok-kocok penisnya dengan tanganku.
"Uughh.. Jilatin pelernya, Dek.." minta Mas Diki
Sambil tanganku tetap mengocok penisnya, kepalaku lalu turun ke bawah batang penisnya. Kujilat-jilati pangkal penis Mas Diki, sambil kuhisap-hisap. Jilatanku makin turun ke bawah hingga ke buah zakarnya. Mas Diki terlihat keenakan oleh service mulutku ini. Aku hisap-hisap dan kujilati buah zakarnya bergantian yang kiri dan yang kanan, kadang aku memasukkan kedua-duanya ke dalam mulutku.
"Ugghhh.. Heggghhh.." hanya gerungan itu yang keluar dari mulut Mas Diki.
Sambil tetap penisnya kukocok aku juga hisap-hisap buah zakarnya, tangan Mas Diki perlahan turun lalu menyibakkan jilbab krem yang kupakai ini kebelakang. Lalu resleting depan gamis ini dibuka hingga perutku. Sisi depan gamisku lalu disingkapkan ke kanan dan ke kiri hingga kini tetekku terekspose. Tetekku yang putih membulat dan masih menyisakan banyak cupangan ini menantang untuk dimainkan. Tak tinggal diam, Tangan Mas Diki mulai meremas-remas tetekku. Putingku juga dimainkannya, ditekan-tekan dan dipelintir.
Rangsangan yang kuterima di tetekku ini membuat gairahku makin meninggi. Kocokan tanganku makin kupercepat. Jilatan-jilatanku juga makin liar di buah zakar Mas Diki. Terkadang aku jilat-jilat juga ujung lubang kencingnya. Ini membuat Mas Diki makin menggelinjang. Selang beberapa saat kemudian, kurasakan penisnya makin mengeras.
"Ugghhhhh.. Dek.. keluar akuu.. Uggghhhhh.. Hhheegghhhh.. " Mas Diki lalu sedikit mendorongku sehingga kini penisnya berada di depan mulutku sekaligus di atas tetekku sambil tanganku masih mengocoknya makin cepat.
"Crot.. Croottt.. Crootttt.." bermili-mili sperma yang memancar dari penis Mas Diki. Aku yang bersimpuh di depannya hanya pasrah layaknya anak kecil yang menunggu guyuran air hujan. Aroma khas sperma langsung menyeruak dalam hidungku. Aroma yang kini aku makin terbiasa atau malah ketagihan. Sebagian besar semprotannya membasahi cadar bagian dalam dan juga tanganku, sebagian lagi membasahi mulut, leher, dan tetekku.
Aku lalu beranjak ingin membersihkan sisa-sisa sperma di pakaianku, akan tetapi Mas Diki melarangku.
"Biarin gitu aja, Dek.. udah keburu siang lho ini.. ayo jalan, kamu tak anterin.." kata Mas Diki sambil merapikan celananya.
"Makin seksi kalau toket sama mulutmu belepotan pejuhku gitu.. Kan ketutup sama gamis dan cadarmu ini to.."
"Lha cadarku kan juga kena spermamu, Mas.." kataku yang pura-pura sewot tapi penasaran. Aku lalu memakai cadar yang penuh sperma tersebut. Karena bagian dalamnya yang aku gunakan untuk mengocok tadi, jadinya bagian dalam yang aku pakai ini yang belepotan sperma dan langsung menutup membasahi hidung dan mulutku. Membayangkan sepanjang jalan penampilanku tertutup gamis panjang dan cadar, tapi di baliknya aku tak mengenakan sehelai kain pun dan menyisakan noda-noda sperma di mulut, leher, dan tetekku. Membayangkannya saja sudah membuatku birahi tinggi. Oh tuhan, sudah securam inikah aku terpuruk dalam nafsu birahi.
Setelah aku mengenakan kembali gamis dan cadarku, tak berlama-lama lalu Mas Diki mengantarkanku pulang menggunakan motornya.
Sepanjang perjalanan, bau sperma yang menempel di cadar ini menyeruak masuk ke hidungku. Karena sudah tiga hari ini kami bersetubuh non stop, akupun familiar dengan bau khas ini. Leher, mulut, dan tetekku yang masih basah karena sperma Mas Diki juga masih bisa kurasakan lengketnya. Entah kenapa sensasinya malah membuatku horny.
Posisiku dudukku miring sepanjang perjalanan, karena banyak polisi tidur, sebelah tetekku kadang bergesekan dengan punggung Mas Diki. Putingku yang tidak berlapis bra ini juga sering tergesek-gesek, membuatnya makin mengeras. Mas Diki yang mengendarai motor di depan nampaknya sadar akan hal ini dan malah kadang dengan sengaja rem mendadak, sehingga tetek dan putingku makin sering bertumbukkan dengan punggungnya.
Ketika sudah tinggal seperempat perjalanan kami, tiba-tiba Mas Diki membelokkan motornya ke arah lain.
"Lho, Mas.. kok kesini.. bukan arah rumahku ini, Mas.."
"Sebentar Dek.."
Lalu Mas Diki memberhentikan motornya di sebuah proyek perumahan yang tampak terbengkalai. Mas Diki memintaku turun dari motornya. Lalu aku ditariknya ke pinggir dinding salah satu rumah. Di titik ini aku hampir yakin kalau aku akan dikerjai lagi disini.
"Mau ngapain kita disini, Mas?.. Sepi banget tempatnya.."
"Gara-gara kamu gesek-gesekin pentilmu, aku jadi ngaceng ini, Dek.. sepongin kontolku sini.."
"Di sini, Mas?? Ini kan di luar, Mas.. Nanti ada yang lihat lho, Mas.. emoh aku.. lagian Mas Bagas dah mau pulang juga.."
"Udah nggak papa, sebentar doang kok.. disini juga sepi banget nggak bakal ada yang Lihat.."
"Ayo, cepet, biar kamu cepet nyampai rumah juga."
Aku akhirnya pasrah saja. Semakin kesini aku semakin tak mampu menolak permintaan-permintaannya. Mulutku memang berucap kata-kata penolakan, namun badanku seolah-olah menyerah pasrah pada setiap keinginannya.
Aku lalu disuruhnya berjongkok.
"keluarin kontolku, Dek.." aku yang masih memasang mata pura-pura merengut ini lalu membuka resleting celana Mas Diki, mengeluarkan penis beruratnya yang sudah setengah tegang. Seperti terhipnotis oleh nafsu, aku lalu mulai memainkan penisnya dengan tanganku. Aku remas-remas lembut batang penisnya sambil tanganku yang lain mengelus-elus buah zakarnya. Aku kocok-kocok batang penisnya sambil kuelus-elus kepala penisnya hingga lubang kencingnya. Tak butuh waktu lama penis Mas Diki sudah mengeras penuh.
Batang penisnya yang sudah berdiri keras itu lalu diarahkan ke wajahku. Ditampar-tamparkannya penis itu ke mukaku yang masih bertabir cadar ini.
"Dek, mainin kontolku sambil kamu mainin memekmu sendiri pakai vibrator. Aku dah selipin tadi ke tasmu." aku yang mendengarnya entah kenapa langsung menuruti perintahnya. Aku setengah berdiri mengambil vibrator yang ada di tasku. Ternyata ini jenis vibrator tanpa remot. Aku angkat gamisku sebatas pinggulku, lalu memasukkan tanganku ke balik gamisku hingga vibrator yang sudah kunyalakan sebelumnya tersebut mulai menyentuh vaginaku. Akupun berjongkok kembali. Satu tanganku menggesek-gesek vibrator di vaginaku, sementara tanganku yang satunya kembali mengocok-ngocok penis Mas Diki.
"Hhmmmpphh..Sshhhh... Hhhmmmhhh.." desisku yang keenakan karena permainanku di vaginaku.
Mas Diki lalu mengangkat cadarku sebatas hidungku tanpa melepasnya. Tubuhku yang makin familiar dengan batang penisnya secara refleks langsung membuka lebar mulutku. Pelan-pelan batang penisnya yang berbulu itu masuk ke bibir mulutku. Batang penis itu sambil kukocok dengan cepat dan kepala penisnya langsung dijilati, diisap-isap dan diemut-emut oleh mulutku.
Sambil batang penisnya kuoral, aku masih memainkan vaginaku sendiri dengan tanganku yang dibantu vibrator. Rangsangan di vaginaku ini membuatku makin bernafsu menservice batang berbulu itu. Kadang penisnya kumasukkan ke mulut sampai hampir separoh dan kemudian kukenyot-kenyot dengan mulut dan lidahnya. Kadang juga sampai ku deep throat. Penis Mas Diki terasa penuh di mulutku. Walaupun sudah tiga hari ini mulutku membiasakan diri menghadapi penisnya, akan tetapi aku tetap harus melebarkan bibirku secara ekstra untuk bisa menampung penuh semua penisnya, lalu memainkannya, menyedot-nyedot penisnya.
“Uugghhh., sedotanmu enak banget, Dek.. bakal kangen sama mulutmu aku nanti.. Uughhh.."
Kepalaku yang berbalut jilbab krem ini lalu dipegangnya. Pinggul Mas Diki makin cepat memompa penisnya keluar masuk mulutku.
"Glok.. Glok..Glokk.." terkadang aku sampai tersedak karena sulit bernafas menerima gonjotan penisnya di mulutku. Tak kusadari bahkan air mataku ikut keluar. Selama sekitar 10 menitan mulutku pasrah menerima gempuran penisnya. Diperlakukan seperti ini entah kenapa membuatku malah makin bergairah. Aku memainkan vaginaku semakin liar. Vaginaku semakin becek karena rangsangan dari vibrator yang kumainkan. Pantatku bergerak-gerak menggelinjang menikmati terjangan syahwat ini.
Tak lama kurasakan penis Mas Diki makin mengeras di mulutku dan mulai berkedut-kedut.
"Uggghhh.. Telen pejuhku, Dek... Uugghhhh..." Sperma nya menyemprot berkali-kali di dalam mulutku.
"Glk.. gluk.." Mulutku yang penuh sesak akan penisnya ini mencoba menerima cairan ejakulasinya. Aku sedot-sedot terus kepala penisnya menguras isi di dalamnya yang langsung aku telan.
"Kresskk.. Kresseekkk.." aku mendengar ada suara-suara yang muncul. Mas Diki dan aku lalu menoleh dan melihat ada apa gerangan. Dan tanpa kami sadari ternyata ada sepasang mata yang memerhatikan aksi kami sedari tadi.
"Heh.. Sini kamu!!" Bentak Mas Diki. Lalu orang tersebut karena kaget ketahuan mengintip langsung mendekat ke arah kami. Aku yang juga kaget akan situasi ini hanya diam saja masih berjongkok, penis Mas Diki sudah lepas dari mulutku, sehingga kini mukaku tertutup cadar lagi.
"Maaf Pak, saya ndak sengaja lewat.. saya biasa mulung disini, Pak.. biasanya ini tempat sepi, tapi tadi ada suara-suara makanya saya kesini, Pak.." kata pemulung itu gemetaran sambil menyeret karung yang dibawanya. Usianya masih muda, kutaksir sekitar 18tahunan.
"Jenengmu sopo!?"
"Dado, Pak.." katanya. Pandangannya lalu diarahkan ke diriku yang sedang berjongkok ini.
"Kuwi kontolmu ngaceng yo!?" Tanya Mas Diki setengah membentak. Kuperhatikan memang ada tonjolan di depan celana pendeknya.
"Iya, Pak.. Maaf, Pak.."
"Dah dari kapan kamu disitu!?"
"Udah lumayan lama, Pak.. Lihat Bapak lagi main-main sama istri Bapak.. makanya kontol saya ngaceng, Pak.." katanya sambil menunduk, sesekali memandangiku yang masih berjongkok ini.
Mas Diki lalu terdiam selama beberapa saat.
"Istriku cantik nggak?" Pertanyaan Mas Diki itu sontak mengagetkankanku. Aku punya firasat buruk dari pertanyaannya itu. Aku langsung mencoba berdiri, tetapi Mas Diki tau, dan menahan bahu dan kepalaku agar tetap berjongkok.
"Cantik banget, Pak.. tadi ngemutnya juga jago.. ngeliatin istri Bapak ini aja bikin kontol saya tegang lagi ini.."
"Haha, dasar.. Kamu belum ngecrot tadi emangnya pas liatin kontolku disepong?
"Belum, Pak.. baru coli sebentar, terus ketahuan.."
"Hhmm.." Mas Diki nampak berpikir sejenak.
"Sini kamu.. kamu boleh lanjutin coli, sambil liatin istri saya yang lagi jongkok ini.."
"Tapi kamu nggak boleh pegang-pegang dia. Berani kamu sentuh ujung bajunya aja, tak sikat kamu.."
Tanpa bantahan apapun, Dado lalu menaruh karungnya dan langsung memelorotkan celana pendeknya. Terpampanglah kontolnya yang hitam dan besar itu walaupun masih setengah tegang. Dado langsung mengocok penisnya di depanku ini.
Aku yang bingung karena keadaan ini tak tahu harus bagaimana. Aku masih diam saja berjongkok. Perlahan-lahan kulihat penis Dado makin mengeras. Penis hitamnya kini sudah besar menjulang. Aku tak menyangka saat ini aku yang memakai pakaian lengkap tertutup bahkan memakai cadar dan hanya menampakkan kulit dahiku yang putih ini sedang dijadikan objek onani. Bahkan bisa membuat penis lelaki ini semakin besar. Sensasi aneh yang muncul ini malah membuatku merasakan gejolak birahi.
Mas Diki yang berada di belakangku membisik ke telingaku "Mainin vibratormu lagi, Dek.. beri anak ini permainan terbaikmu.."
Aku yang sedang didatangi birahi ini tak mampu menolak permintaannya. Tanganku yang masih berada di vaginaku lalu kembali memainkan vaginaku dengan alat vibrator ini. Aku rangsang bibir vaginaku, kugesek-gesek pelan, kumainkan juga klitorisku. Getaran vibrator ini juga mampu memberiku efek yang berlipat-lipat. Mataku makin terlihat sayu dilanda orgasme.
"Ssshhh... Hhhmmmmhh.. Sshhh..." Aku mendesis di sela-sela permainan tanganku di vaginaku.
Tangan Mas Diki lalu menyibakkan jilbabku ke belakang lalu menurunkan resleting depan gamisku. Belahan tetekku kini bisa terlihat oleh Dado. Tetekku yang putih bak pualam ini membulat sempurna, walaupun hanya terlihat sebagian karena putingnya masih terhalang gamisku. Wajah Dado kulihat makin girang membuat kocokan tangannya di penisnya makin kuat.
"hhhmmmpp.. Sshhh... Hhhmmmmppphh.." desisku seiring makin liarnya tanganku bermain di vaginaku.
Mas Diki tak tinggal diam. Tangannya diarahkan ke tetekku, lalu meremas-remasnya dari luar gamisku. Aku yang memang sudah terangsang ini makin menggeliat keenakan ketika tetekku diremas-remasnya. Putingku yang mengeras sedari tadi, kini tercetak jelas dari balik gamisku. Ini makin membuat Dado makin mempercepat kocokannya.
"Hhgghh. Mbake cadaran tapi pentilnya nyeplak.. putih mulusss.. Uugghhh.." kata Dado berkomentar sambil terus mengocok kontolnya. Entah bagaimana caranya, saat ini posisi Dado Sudah makin mendekatiku kontolnya hanya berjarak beberapa senti saja dari mukaku yang tertutup cadar ini. Keringat juga membasahi badanku termasuk belahan tetekku. Bulatan tetekku yang putih mulus inipun menyembul malu-malu.
"Ugghh.. Mbake cantik banget matanya.. Teteknya mengkel banget itu.. cadaran tapi nakal tenann.. Uuuggghh.." kata Dado yang menatap mukaku yang bercadar ini.
"Ssshhh.. Ahhhh... Ooohhh... Ahhh..." aku yang dirangsang di tetek dan vaginaku sudah merubah desisan yang keluar dari mulutku menjadi desahan-desahan.
"Ahhhh.. Hmmmmppphh.. Ooohhh... Aaahhh.." Mas Diki makin kuat meremas-remas tetekku, memelintir putingku dari luar gamisku.
"Ooohhh.. Hhaaahh.. Ooohh..." Aku mendesah makin keras menikmati rangsangan di tubuhku ini. Aku sudah tak memedulikan apapun lagi. Seorang istri yang seharusnya hanya taat pada suaminya, tapi kini malah sedang mencari kepuasan sendiri sambil dijadikan objek pemuas oleh lelaki lain.
"Ooohh.. Aaaahhhhh... Kkeeluuaarr.. Pipisss akuuuh.. Oooohhhh...." Pantatku mengejang-ngejang melampiaskan klimaksku. Tubuhku langsung lemas melepas orgasme ini. Untungnya ada Mas Diki di belakangku yang menopang punggungku dengan kakinya. Kulihat Dado masih terus mengocok penisnya. Hingga beberapa saat kemudian Dado juga mencapai puncaknya.
"Crot.. Crot.. Croott.." Dado menyemprotkan spermanya berkali-kali membasahi mukaku yang tertutup cadar ini dan gamisku. Beberapa semprotannya juga mengenai belahan dadaku yang terbuka ini.
"Ugghhh.. Puas banget.. Mbake ayu tenan.. maturnuwun, Pak.." ucap Dado ke Mas Diki, sambil membetulkan celananya.
"Oiya, Pak. Saya ijin moto Istrinya ya, Pak.. buat koleksi saya aja kok.."
Mas Diki diam beberapa saat lalu mengiyakan permintaan anak ini. "Jangan sampai kesebar tapi. Kerjaanku IT, kalau kesebar, bisa tak lacak terus tak hajar kamu.."
"Yaudah sana cepet, aku mau pulang.."
"Iya, Pak.."kata Dado
Cekrek.. ckrek.. ckrek.. beberapa gambar sepertinya sudah diambil Dado. Aku yang masih kelelahan karena orgasme ini pun hanya bisa pasrah. Saat ini aku masih berjongkok mengenakan cadar. Gamisku yang sudah mulai lusuh terbuka di bagian tengahnya dari leher hingga ke perutku, menampakkan sebagian tubuh putih mulusku. Tetekku juga menyembul di balik resleting gamis, walaupun tidak sampai menampakkan putingnya. Noda-noda sperma Dado membasahi mataku, cadarku, tetekku, dan sedikit meleleh ke perutku. Aku hanya bisa menduga dan membayangkan kalau gambar-gambarku tersebut akan dijadikan sebagai objek onani si pemulung ini.
Tak berapa lama, Dado pun pamit pergi. Aku dan Mas Diki kembali melanjutkan perjalanan pulang.
BERSAMBUNG ...