"Clopp.. Cloppp.. Slurpp.. Sluurrpp... Clopp.. Clopp.."
"Uggghhh.. Enak banget seponganmu, Dek.. ughhh.. nggak bakal bosen aku.. Ughh.."
"Clop.. Cloppp.."
"Slurpp.. Sluuurrrpppp.."
"Hmpphh.. Huaahhhh.. Mas, kok kontolnya dah tegang aja sih, semalaman kan dah keluar banyak, Mas" kataku yang melepas penisnya dari mulutku, dan memainkannya dengan tanganku.
"Kalau ada kamu kontolku nggak bisa nggak ngaceng, Dek.. apalagi kamu pakai mukena gini. Ughh.. Kamu juga semalaman merintih keenakan minta dipuasin kontolku sampe orgasme tujuh kali. Sini sepongin kontolku lagi.. Ugghhh..." Mas Diki memegang kepalaku yang terbalut mukena, lalu mulai lagi memompa penisnya keluar masuk mulutku.
"Clopp.. Cloppp... Glok.. Glok.."
"Glok.. Glokk.. Glokkk.." dengan kepalaku yang ditahan tangannya, aku hanya bisa pasrah menerima pompaan penisnya di mulutku. Semenjak selesai solat subuh tadi, sudah hampir satu jam mulutku menservis penis Mas Diki. Penis yang semalaman tadi membuatku orgasme tujuh kali, bahkan aku tak sungkan untuk meminta dipuaskan oleh penisnya. Rencanaku sebelumnya yang pulang ke rumah sebelum malam berubah menjadi persetubuhan tanpa henti..
"Clopp.. Cloppp.. Slurpp.. Sluurrpp.." suara penisnya yang keluar masuk mulutku. lama kelamaan aku terbiasa menikmati penisnya dalam mulutku. Kumainkan dan kujilati semua bagian penisnya tak terkecuali buah zakarnya. Mas Diki nampak keenakan ketika aku jilati dan sedot-sedot buah zakarnya.
Tangan Mas Diki perlahan mulai turun ke dadaku dan meremas pelan tetekku dari luar mukenaku. Aku sudah tidak memakai pakaian sama sekali sejak mandi kemarin sore. Dibalik mukena yang selalu aku bawa di tas ini aku tak memakai apa-apa. Tetekku yang memang dasarnya sangat sensitif langsung membuat ku keenakan ketika diremas oleh tangan Mas Diki.
"Slurpp.. slurppp.. Hmmppph.. hmmppphhhh.. "Remasan tangan Mas Diki lambat laun makin intens, membuatku mendesah disela-sela oral seks yang kulakukan dengan mulutku.
"hmmppph.. hmmppppphhh.."
"Slurp.. Slurppp.. Clop.. Cloppp.."
Tangan Mas Diki berpindah ke atas memegang kepalaku lagi, kali ini kurasakan lebih erat.
"ugghhh.. ngentotin mulutmu emang enak banget, Dek.. ugghhh.. dasar akhwat istri orang doyan kontol... pakai mukena tapi keenakan nyepongin kontol.. uggghhh.. binal banget, kamu Dek..."
"Glok..Glok..Glok.." penis Mas Diki semakin cepat keluar masuk di dalam mulutku.
"Ugghhh.. aku mau keluar, Dek.. kamu Telen pejuhku ya.. kamu nggak pernah nelen pejuh suamimu kan.. aku mau lihat akhwat binal kaya kamu nelen pejuhku.. uughhhh.."
"Glok..Glokk.. Clopp.. Glokk.."
"Ugghhhhh.. hhhhh... Keluar, Dek.. Telen!! " Aku rasakan penis Mas Diki menyemprotkan spermanya beberapa kali di mulutku. Tangannya yang masih memegang erat kepalaku membuat air maninya langsung tertelan masuk ke kerongkonganku. Setelah beberapa semburan di dalam mulutku, Mas Diki mengeluarkan penisnya.
"Crot.. Crot.. Crot.." penis Mas Diki ternyata masih menyemprotkan spermanya mengenai wajahku dan mukena motif bunga yang aku pakai ini.
"Ughhh.. seponganmu emang juara, Dek.. nggak bakal bosen aku sama mulut Ukhti binal ini. mukamu seksi banget kalau belepotan sperma gitu, Dek. Sini bersihin kontolku." Mas Diki kembali menempelkan penisnya yang setengah lemas ke bibirku. Aku membuka mulutku dan mulai membersihkannya menggunakan lidah dan bibirku.
"Slurpp.. Sluuurrrpppp.. Clop.. Cllooppp..."
Beberapa menit kubersihkan dan kumainkan penis Mas Diki di mulutku. Kurasakan perlahan penisnya mulai tegang kembali memenuhi rongga mulutku. Aku masih menghisap-hisap dan memainkan penisnya. Tak berapa lama, Mas Diki mengeluarkan penisnya dari mulutku.
"Sini, Dek.. aku mau kontolku dijepit toketmu.." Mas Diki menarikku. Dia duduk di pinggir kasur, dan mendudukkan aku bersimpuh di hadapannya. Mas Diki memintaku menjepit penisnya dengan tetekku, lalu tanganku menahan tetekku di samping kanan kirinya. Aku menaik turunkan badanku sehingga kini tetekku menjepit dan mengocok penisnya. Tangan Mas Diki tidak tinggal diam. Jari-jarinya memainkan ujung putingku, memilin-milinnya dengan lembut. Tak lama, akupun juga mendesah menikmati rangsangannya di putingku. Kadang putingku dipelintir dan ditarik ke depan. Ini membuatku menggelinjang dan mendesah.
"Uughhhh.. manteb tenan, Dek jepitan toketmu.. ugghhhhh.." erang Mas Diki.
Setelah cukup lama aku mainkan penisnya di tetekku, Mas Diki bangun lalu berpindah ke belakangku. Di dorongnya tubuh ku, sehingga kini posisiku menungging bertumpu di lantai sambil berpegangan pinggir kasur. Mas Diki menurunkan bawahan mukenaku, hingga pantatku kini ter-ekspos melihatkan belahan vaginaku dari belakang.
"Bagus banget memekmu, Dek.." kata Mas Diki sambil menggesek-gesekkan ujung penisnya nya di vaginaku. Tak lama, aku merasakan penisnya mulai masuk mengisi rongga vaginaku.
"Ooohh.. Ahhhhhh... Maasss... Penuh memekku, Maasss.." erangku.
"Ughhh.. Masih sempit aja memek binalmu, Dek.. padahal dah tak entotin semaleman.. Ughhh.. Memek akhwat istri orang memang beda.." Mas Diki mulai memompa penisnya di dalam vaginaku.
"Splok.. splok.. splokk.." suara selangkangan Mas Diki yang bertumbukkan dengan pantatku. Tangan Mas Diki tidak hanya diam saja lalu masuk ke balik mukenaku, dan meremas tetekku yang menggantung mengikuti irama sodokannya. Putingku dipelintir dan ditarik ke bawah.
"Ooohh.. Ahhh... Hmmmpph.. Oooohhhh..." Desahanku pun semakin keras menggema di rumah kontrakan ini.
"Splok.. splok.. splokk.."
"Uggghhh.. legit banget memekmu, Dek.. ugghhh.. dasar akhwat binal, nggak puas cuma sama kontol suamimu.. uuughhh.." kata Mas Diki disela-sela genjotannya sambil terus memainkan tetekku dan memencet-mencet putingnya.
"Splok.. Splok.. Splok.."
"Oohh.. Ahhh.. Ohhhhh.. Maaasss... Aku mau nyampe Mas.. Ohhh.." aku merasakan gelombang orgasmeku mulai datang.
"Splok.. Splok.. Splokk.."
"Ohh.. Ohhh.. Hmmmppph.. oohh.. teruusss, Mhaass.. entotin memekkuuuhh.. Ohhh.."
"Splok.. splok.. splok.."
"Splok.. splok.. splok.."
"Hmmmppph.. Ahhh... ooohhh.. Ooohhhhh.. aku keluar, Mmhass.. Pipisss akuuu... Ohhh..."
Orgasmeku pun akhirnya datang. Aku hanya bisa melolong semakin keras, tidak kupedulikan apakah ada orang lain yang mendengarnya, aku hanya merintih keenakan sekeras-kerasnya di ujung klimaks ini..
Tak lama kemudian kurasakan penis Mas Diki juga berkedut-kedut. Beberapa kali semprotan sperma hangat nya membasahi dinding rahimku. Sudah tak terhitung berapa mililiter sperma Mas Diki yang masuk ke dalam vaginaku sejak kemarin sore. Aku tak mau memikirkan hal itu saat ini.
Kurasakan lelehan sperma di pahaku saat Mas Diki mencabut penisnya. Aku lalu berbaring di kasur sambil menikmati sisa-sisa orgasmeku. Orgasmeku pertama di pagi ini, setelah bangun tidur dari pertempuran semalam.
Mas Diki lalu bergerak ke atas perutku. Dia membersihkan sisa-sisa cairan spermanya yang bercampur cairan vaginaku menggunakan tetekku. Diusap-usapkannya penisnya ke seluruh bagian tetekku, hingga tetekku kini agak mengkilap. Sebagian sisa-sisa cairan itu mengenai ujung mukenaku yang mulai terlihat kusut ini.
Di luar matahari sudah bersinar mulai meninggi. Tiba-tiba aku mendengar ketukan di pintu gerbang luar.
"Teng.. Teng.."
"Pakeet.. Pakeeet.. Mas Dikiii.."
Aku mendengar dari gerbang luar ada kurir ekspedisi yang datang mengantar paket. Aku masih berbaring menuntaskan sisa orgasmeku beberapa saat yang lalu. Kukira Mas Diki yang akan keluar menemui kurir itu. Namun, ternyata Mas Diki memintaku yang keluar rumah.
"Dek, kamu ambil paketnya ya, pakai mukena itu aja, bajumu yang lain kan kusut semua. Eh bentar, pakai ini juga" aku mencoba menolak, tapi Mas Diki sudah beranjak mengambil sesuatu di lemarinya. Kulihat dia mengambil vibrator getar. Firasatku saat itu sudah tidak enak.
Mas Diki menarik tanganku untuk berdiri, lalu memasangkan vibrator itu di vaginaku. Dia juga memintaku memakai Celana dalamku. Dengan begini vibrator ini tak akan jatuh kalau aku berjalan. Tak lupa bawahan mukenaku aku pakai.
"Mas, Aku malu.. dibalik mukenaku ini aku kan telanjang, Mas. . Takut diapa-apain aku, Mas." Aku masih mencoba menolaknya, walaupun di hati kecilku aku penasaran akan sensasinya. Keluar ke tempat umum hanya mengenakan mukena dan celana dalam.
"Nggak papa, Dek. Aku kenal kok sama dia, biasa nganter paket. Dia nggak bakal berani ngapa-ngapain kamu. Udah sana keluar, kasihan dia nunggu." Lalu Mas Diki menyalakan remot vibratornya.
"drrtt.. drrttt.."
"Hmmpph.. hmmppph.. hmmmmppppphh.." sambil berjalan keluar aku merasakan vibrator ini seperti menggaruk-garuk klitorisku, membuatku menggelinjang kenikmatan. Cara jalankupun menjadi tidak sewajarnya.
Setelah kubuka pintu, aku mencoba berteriak ke arah Mas kurir, memberitahu kalau aku menuju ke gerbang, walaupun dengan kondisi ini, jalanku menjadi asal-asalan.
Udara pagi hari dan angin yang berhembus di luar langsung menusuk badanku yang hanya berlapis mukena tipis ini. Aku merasakan putingku langsung mengeras. Ditambah rangsangan vibrator di vaginaku, membuatku makin horny. Aku sungguh tak menyangka bisa berada dalam kondisi ini. Beberapa hari yang lalu aku wanita yang menjaga kesuciannya, yang selalu berpakaian rapat ketika keluar rumah. Tapi kini aku diluar hanya memakai mukena tipis tanpa dalaman yang berarti.
Perjalananku menuju gerbang luar terasa sangat lama sekali. Rangsangan udara di badanku disertai getaran vibrator yang serasa menggaruk-garuk vagina dan klitorisku membangkitkan gairahku. Aku tak bisa menolak untuk tidak menggelinjang kenikmatan sambil berjalan. Saat aku sudah di pintu gerbang dan berhadapan dengan Mas Kurir, tiba-tiba kurasakan badai orgasmeku hampir datang.
"Paket atas nama Diki.."
"Iya,.. Hmmmpphh.. Sssaya yang ambil, Mmhass.. Hmmmppphh.."sambil mendesah, tanganku meraih paket yang disodorkan Mas Kurir. Desahanku ternyata mengundang perhatiannya. Mas Kurir kemudian lama menatapku mengamati setiap jengkal tubuhku lalu melotot ke arah dadaku. Aku yang dipandangi seperti itu lalu menundukkan wajahku, menutupi mukaku yang memerah menahan orgasme. Saat menunduk itulah aku melihat ternyat putingku terlihat jelas dari balik mukena tipis ini. Mukena yang kupakai ini mencetak bentuk tetekku. Pantas saja dari tadi pandangannya tidak beralih dari dadaku.
"Mmaaf, Mbak. Saya foto putingnya,, eh,, paketnya dulu ya, sebagai bukti serah terima." Lalu Mas Kurir mengambil handphone dari sakunya. Tangan yang satunya lalu diarahkan ke depan celananya. Aku tidak bisa melihat karena di depan celananya tertutupi oleh tas selempang yang dia kenakan. Mas Kurir masih tetap melotot melihat ke arah dadaku. Sambil tangan kanan merogoh sakunya, dan tangan kirinya bergerak-gerak di depan celananya.
Setelah hapenya berada di tangannya, Mas Kurir mengarahkan hapenya ke arah badanku. Posisiku saat ini sedang memegang paket di tangan kananku yang berada di depan perutku, sambil tangan kiriku memegang pinggir pagar gerbang ini. Mas Kurir nampaknya tidak fokus mengambil foto atau mungkin juga merekam video, malah terus melotot memandangi sekitar dadaku sambil tangan kirinya terus melakukan sesuatu di balik tas selempangnya.
"Uhh.. Bulet banget toketnya, Mbak,, eh,, tombol kameranya yang Bulet maksudnya.. mbaknya diam disitu ya, kamera saya lemot ini." Suara Mas Kurir ini kudengar makin memberat. Tangan kanannya masih mengarahkan hapenya ke arahku dan tangan kirinya masih terus beraktivitas di sekitar depan celananya.
"Hmmmpph.. hhhhaaahh.. hhhmmmppphh..." Aku masih berusaha menahan gelombang orgasmeku. menunggu cukup lama.
Mas Kurir menyampingkan tas selempangnya ke pinggangnya. Alangkah terkejutnya aku, ternyata penisnya sudah keluar dari celananya. Penisnya panjang dan besar, melebihi milik Mas Bagas atau Mas Diki. Tangan kiri Mas Kurir terus mengocok penisnya sambil tangan kanannya masih mengarahkan hapenya ke badanku cenderung fokus ke arah tetekku yang tercetak bulat jelas dibalik mukenaku, apakah butuh selama ini mengambil foto. Parahnya, aku malah menikmati perlakuan ini.
"Ugghh.. Mbak nya jangan gerak dulu ya, ini susah banget e hape jadul. Ughhh.. Nganggo rukuh, tapi susune nyeplak.. Ughh.."kata Mas Kurir sambil terus mengocok penisnya.
"Hmmmpph.. hhhhaaahh.. hhhmmmppphh..." Aku mendesah antara menahan atau menyambut gelombang orgasmeku yang kurasakan hampir sampai. Aku merasakan celana dalam yang kupakai saat ini sudah sangat basah karena cairan vaginaku, bahkan aku mulai merasakan mengalir ke pahaku. Melihat penis Mas Kurir ini membuatku semakin terangsang. Penis ketiga yang kulihat secara langsung dengan mata kepalaku. Aku tak percaya dengan diriku saat ini. Beberapa hari yang lalu aku masih menjadi wanita Sholehah yang menjaga matanya, tapi kini aku membiarkan lelaki lain yang tidak kukenal beronani memainkan penisnya di depanku. Yang membuatku kecewa adalah aku menikmati bahkan aku merasa terangsang ketika dia menjadikanku objek onaninya. Aku memang sering melihat Mas Diki onani sewaktu vcs-an, tapi melihat secara langsung seperti ini memiliki sensasi yang berbeda.
"Hmmmppphhh.. Ooohhh.. Hmmmppphhh.." aku tiba-tiba merasakan getaran vibrator divaginaku bertambah lebih kuat. Mas Diki pasti menaikkan level getarannya, pikirku. Ini membuatku makin menggelinjang. Hingga tak lama kemudian aku mendapatkan orgasmeku.
"Oooohhh... Aaagghhh.. Mhhaaasss.. Ahhh..." Aku yang dilanda orgasme hampir saja ambruk di lantai teras ini, sekuat tenaga aku mencoba tetap berdiri sambil satu tanganku berpegangan pada pinggir gerbang. Tak lama kemudian penis Mas Kurir berkedut-kedut menyusul mencapai klimaks.
"Crot.. Crot.. Crot.." Mas Kurir menyemprotkan spermanya di lantai teras dan sebagian mengenai mukenaku. Mas Kurir tergesa-gesa membetulkan celananya, lalu pergi mengendarai motornya.
Aku yang masih lemas dari sisa-sisa orgasme, mencoba bangkit untuk berbalik masuk rumah. Aku tak ingin kembali menjadi objek onani lagi selagi masih di luar.
Saat aku berbalik, kulihat Pak Bejo ada di depan pintunya. Nampaknya dia sudah cukup lama berdiri di situ, entah apa yang sudah dilihatnya.
"Wah.. wah.. ternyata Mbaknya ini akhwat tapi berani nakal ya. Pakai mukena gitu tapi bisa nggodain mas-mas yang lagi nganter paket. Mas Diki beruntung banget bisa punya pacar kaya Mbak, akhwat tapi binal-binal gimana gitu.." kata Pak Bejo.
Mendengarnya, aku tak tahu harus membalas apa. Entah itu bentuk hinaan atau pujian. Aku yang masih di sisa-sisa orgasme tadi hanya tersenyum kecil sambil berlalu masuk ke rumah Mas Diki. Perkataan Pak Bejo tadi di satu sisi membuatku merasa terhina, tapi disisi lain nafsuku bangkit, badanku terasa panas dipenuhi gairah. Kalau kondisinya beberapa hari yang lalu, orang seperti Pak Bejo ini sudah kudamprat terlebih lagi membiarkan orang lain beronani di depanku. Tapi dengan kondisi saat ini, aku malah menikmati pujiannya itu bahkan gairahku naik menjalar ke seluruh tubuh.
Setelah masuk, ternyata Mas Diki dari tadi berdiri di balik pintu mengawasiku sambil masih telanjang. Di tangannya masih memegang remot vibrator yang ada di vaginaku. Mas Diki menutup pintu lalu mendudukkanku hingga kini aku menatap penisnya yang kembali tegang.
Aksi cabul Mas Kurir terhadapku tadi membuat penisnya sudah siap tempur. Aku paham apa yang harus aku lakukan. Tak lagi aku pedulikan statusku sebagai seorang akhwat dan juga seorang istri dari suamiku. Di hadapan penis Mas Diki aku serasa takluk oleh nafsuku sendiri. Kujilati batang penisnya hingga basah seluruh bagiannya, lalu kuturunkan mulutku mencari bola zakarnya dan kuhisap-hisap. Sesekali lidahku menyapu pinggir lubang duburnya.
"Ugghhhhh... Nakal banget kamu Dek.. tadi kamu sengaja nggodain kurir itu ya?? Dasar akhwat binal kamu, Dek.. Ugghhh.. jilat terus, Sayang... ugghhh...."
Puas menjilati batang dan buah zakarnya, aku memasukkan penis Mas Diki ke dalam mulutku. Penis ini serasa memenuhi rongga mulutku. Aku mulai memainkan penisnya. Aku memang sudah lihai soal oral seks, bahkan suamiku selalu memuji servis oralku. Aku maju mundurkan kepalaku di penis Mas Diki. Kadang aku masukkan penisnya sampai mentok menyentuh pangkal mulutku yang membuatku tersedak. Aku hisap-hisap kepalanya, dan memainkan menggunakan lidahku.
"Ugghhh.. Mulutmu emang cuma buat muasin kontol, Dek.. Ughhh... Enak banget seponganmu.. Ughhh..."
Mas Diki menarikku berdiri, membalikkanku dan mendorongku ke arah pintu. Mas Diki lalu menurunkan bawahan mukenaku. Melepas vibrator dan celana dalamku yang sudah sangat basah karena sisa orgasme tadi maupun karena gairah yang muncul setelahnya.
Aku yang menempelkan tangaku di pintu ini mulai merasakan ada penis keras yang menyentuh vagianku. Penis kerasnya perlahan-lahan masuk, mengisi rongga vaginaku.
Sudah sejak kemarin penis ini memasuki vaginaku, tapi vaginaku yang memang sempit ini masih terasa sesak dimasuki penis Mas Diki ini juga membuatku makin terasa nikmat. Mas Diki yang memang sudah terangsang dari saat aku menerima paket tadi langsung memompa penisnya dengan tempo cepat.
"Splok.. splok.. splokk.." suara selangkangan Mas Diki yang bertumbukkan dengan pantatku. Tangan Mas Diki lalu menampar pantatku.
"Plakk.. Plakk.."
"Uggghhhhh.. Dasar akhwat binal, udah punya suami tapi masih nakal ya kamu.. Ughhh... Pakai mukena tapi nggodain orang lain.. Ugghhh...
"Plakk.. Plakkk.." tamparannya di pantatku malah membuatku makin terangsang nikmat. Mungkin memang benar adanya bahwa aku ini adalah akhwat binal. Seluruh tubuhku seolah-olah mendukungku untuk mengeluarkan sisi binalku senakal mungkin.
"Aahhhh... Ohhhh... ahhhhhhhh... Mmaass... Ahhh.." desahku di tengah genjotannya. Badanku kini mandi keringat karena persetubuhan ini, mukena yang aku pakai juga basah karena keringat, membuat bentuk badanku makin tercetak jelas.
"Ughh.. kamu tadi sange nggak waktu kurir itu coli di depanmu, Dek.? Tanya Mas Diki.
"Ahhh.. Ooohhh... iyyaa, Mmhass.. Ohhh... Ahhhhhh.."
"Kamu mau dientot dia, Dekk?.. Ughhh.." tanya Mas Diki di tengah pompaan penisnya..
"Oohh.. Ahhh.. Iya, Mass.." kataku
"Ugghhh... Bilang yang jelas, Dek!!.. Ughhh.."
"Ohh.. Ahhhh... Iya, Mmhhhasss.. aku mau kontolnya... Ahhhh... oohhh... aku mmhhauu dientot kontolnya yang gedee.. Ohhh... Ahhh..." desahku yang terdengar binal ini. Tangan Mas Diki bergantian antara menampar pantatku dan meremas tetekku yang bergoyang-goyang karena sodokannya.
"Ugghh.. dasar akhwat binal kamu, Dek.. Ughhh..."
"Plak.. Plakk.. Plakkk.."
"Ahhh.. Ohhhhhh... ahhhhh... Mhaass.." tamparan di pantatku membuatku makin mendesah kenikmatan. Entah kenapa permainan kasar seperti ini membuatku merasa keenakan. Aku makin keras melolong dan mendesah. Tak kupedulikan bahwa kini aku berada di balik pintu yang kalau ada orang di luar di balik pintu ini pasti dapat mendengar teriakan-teriakan kenikmatanku.
"Splok.. splok.. splokk.."
"Plak.. Plakk.. Plakk" Mas Diki makin kuat memompa penisnya di vaginaku. Pantatku juga kini sudah memerah karena tamparan yang terus menerus. Aku merasakan akan orgasme lagi.
"Ohh.. Ahhh...Ohhh.. "
"Ohh.. Ohhh.. Hmmmppph.. oohh.. teruusss, Mhaass.. entotin memekkuuuhh.. Ohhh.." aku sudah tak malu lagi dalam desahanku. Sisi binalku sudah benar-benar menguasai tubuhku. Nafsuku sudah mengalahkan akalku sepenuhnya.
"Splok.. splok.. splokk.."
"Ooohhh... Aaaaggghhhhh.. Maaas... oooooohhh... Pipissh aku, Mass... Oooooohhhhhh....." badanku menggelinjang tak karuan dilanda orgasme. Hampir saja aku jatuh untungnya ada pintu di depanku tempatku bersandar. Mas Diki masih terus memompa penisnya keluar masuk vaginaku yang sudah sangat basah. Aku berhenti mendesah sejenak mencoba menuntaskan orgasmeku.
"Tok.. Tok.. Tok.." kudengar suara pintu ini diketuk dari luar. Aku menengok ke belakang ke arah Mas Diki yang masih saja memompa penisnya. Mas Diki hanya memberi isyarat memintaku untuk biasa saja. Dia malah memberiku amplop yang tadinya berada di atas meja.
"Hmmpph... Mas, itu siapaa??.. Hmmmhh... Hmmmppphh.." kataku yang mencoba menahan desahan agar tidak terdengar dari luar pintu.
"Ugghhh.. Buka pintunya Dek, terus kasih amplopnya.."
Aku menuruti permintaannya. Aku buka pintu depan, lalu aku melongokkan kepalaku keluar, sebagian badanku juga terlihat dari luar, tepatnya tetekku yang sebelah yang tercetak jelas dibalik mukena yang basah karena keringat ini.
"Mmm.. Permisi, Mbak.. saya Imron, saya mau ambil uang bulanan.. Glekk.." kulihat jakun Pak Imron naik turun, lalu matanya melotot memandangi mukenaku. Mukena yang kupakai ini sudah seperti tidak ada fungsinya, karena lekuk badan dan tetekku begitu jelas tercetak.
"Hmmpph.. Ooh, Iya, Pakk.. sebentar... Hmmmpphh.. Ini Pak.." kataku sambil menyodorkan amplop. Aku menahan desahanku sebisa mungkin.
Berinteraksi sambil disodok dari belakang seperti ini memberiku sensasi kenikmatan yang berbeda. Otot-otot vaginaku secara refleks makin memeras penis Mas Diki yang berada di dalamnya. Mas Diki yang juga merasakan vaginaku lebih menjepit ini semakin kuat memompa penisnya membuatku menumbuk-numbuk pintu. Aku sebisa mungkin juga menahan badanku yang menumbuk-numbuk daun pintu ini karena pompaan penis Mas Diki, walaupun tak sepenuhnya berhasil.
"Oiya, Makasih ya, Mbak. Mbaknya ini siapanya Mas Diki ya, kok saya baru lihat." Katanya sambil matanya terus melihat ke arah tetekku. Setelah amplopnya dia masukkan ke sakunya, tangannya lalu memegang hapenya dan diarahkan ke badanku yang walaupun hanya tampak sebagian dari balik pintu, tapi sangat menggoda.
"Hmpphh.. Saya adiknyaa, Pak.. hmpphh.." kataku. Melihat Pak Imron mengarahkan hapenya ke badanku, aku hanya berimajinasi nakal kalau saat ini dia sedang merekamku, seorang akhwat yang seharusnya menjaga dirinya tapi kini sedang di rumah laki-laki yang bukan suaminya memakai mukena yang mencetak bentuk badannya. Lalu Pak Imron menjadikan video itu untuk bahan onaninya. Berimajinasi seperti itu membuatku kembali bergairah, padahal belum lama tadi aku barusan orgasme.
"Hmm, Adik ketemu gede ya, Mbak.. Hahaha.." kata Pak Imron terkekeh. Sambil terus merekamku.
"Bilangin sama Mas Diki, barang yang kemarin itu bagus banget, saya puas.." kata Pak Imron diikuti senyumnya yang menyeringai menyiratkan banyak arti. Tak lama kemudian Pak Imron pamit pergi. Aku kemudian menutup pintu.
"Ahhh.. Ooohhhh.. Ahhh... Maaasss.. Teruuss, Mass... Entotin aku... oohh.. Ahhh.." aku kembali mendesah dengan kencang. Pompaan Mas Diki juga kembali dengan tempo cepat setelah pintunya tertutup.
"Uggghhh.. Kamu sengaja nggodain Pak Imron ya tadi, Dek... Ughhh... Akhwat nakal kamu... uggggghhhhh..."
Mas Diki kemudian berpindah berbaring di lantai.
"Kamu kejar klimaksmu sendiri, Dek..." Aku memosisikan diriku berada di atas penisnya. Aku turunkan tubuhku hingga penis Mas Diki kembali penuh kurasakan mengisi vaginaku yang masih terasa sesak ini. Tak berlama-lama aku segera menggoyang tubuhku. Tangan Mas Diki masuk ke balik mukenaku dan meremas-remas tetekku. Putingku dipelintir dan kadang ditarik ke depan.
"Ooh.. Aahhhh... Ohhh..."
"Plak.." Tetekku ditampar oleh tangan Mas Diki. Ada sensasi nikmat saat aku menerima perlakuan ini..
"Ugghhh.. Istri binal kamu Dek, ditampar gini malah goyanganmu tambah nikmat.. Uggghhh.. memekmu juga tambah sempit.. uugghhhh.."
"Plak.. Plakk.. Plakkk.."
"Ooohhh... Aahhhh.. oooooohhh.." Aku gerakan pantatku makin liar, kedepan belakang dan memutar-mutar.
"Ohhh.. Ahhh... ahhhh... aku sampai, Mmhaass... Ahh.."
"Oohhh... Ssshhh... Pipiiiss aku, Mass.. Ooohhhh.." Aku menyentak-nyentakkan pantatku makin ke bawah mencoba meraih klimaks maksimalku.
"Plakk.. Plakk.." Mas Diki menampar dan meremas tetekku sekencang-kencangnya. Membuatku makin menggelinjang menikmati orgasmeku. Badanku ambruk di dadanya.
Mas Diki masih memompa penisnya dari bawah. Penisnya masih terasa keras mengisi vaginaku. Lubang vaginaku yang sempit ini terasa penuh sesak. Pompaannya membuat dinding-dinding vaginaku bergesekan dengan batang penisnya. Perlahan-lahan gairahku bangkit kembali walapun aku masih terasa lemas. Mas Diki memintaku berputar membelakanginya. Aku lalu memutar tubuhku.
Aku yang lemas sehabis menikmati orgasme ini lalu naik keatas tubuh telentang Mas Diki sembari berjongkok dengan membelakangi Mas Diki. Aku memegang batang penis Mas Diki dengan tangan kananku.
Aku mengarahkan dan menuntun penis Mas Diki ke vaginaku. Perlahan aku menempelkan kepala penisnya sedikit, lalu mulai menurunkan pinggulku memasukkan penisnya ke lubang vaginaku ini.
“OUhhhh... memekku penuh, Mmaass...” Desahku. Perlahan-lahan, akhirnya penis tersebut pun ludes seperti sedang dimakan oleh vaginaku.
"Plakk.." Mas Diki menampar pantatku dengan gemas.
“Uggghhh.. goyang lagi, dek.." aku yang sedang mengejar orgasme, langsung memulai goyanganmu sebinal mungkin. aku menunggangi penis milik Mas Diki dengan pelan, menaik turunkan pantatku tak lupa untuk memutar pinggulku dengan liar.
"Aaahhh... Ooohhh.. Aaahhhh.." Desahan-desahanku kembali memenuhi rumah ini. Sembari begoyang, tanganku berpegangan pada lutut Mas Diki. Seluruh badanku seolah-olah sungguh lincah bersetubuh dengan posisi ini. Aku sudah paham dan tahu betul apa yang harus aku lakukan untuk bisa mendapatkan kepuasan.
“Ouhhhh... Ssssshhhh... Euhhhhh...... Ahhhh.., ” desahku penuh gairah sembari menggoyang penis Mas Diki didalam vaginaku. Sesekali aku arahkan wajahku ke belakang membuat eye contact dengan pemilik penis yang sedang mengaduk-aduk vaginaku.
Mas Diki sepertinya juga merasakan kenikmatan dari goyanganku ini.
“Uggghhhh.. enak banget ulekanmu, Dek.. ugghhh.. emang beneran akhwat binal kamu.. Uuggghhh..."
“Ooohh.. Aahh.. iyya, Maasss.. Akku akhwaatt binaall.. ooohhh....” desahku menimpali
Aku lalu memacu penis Mas Diki dengan goyangannku, Kadang pantatku naik turun dengan cepat, dan kadang melambat memainkan tempo, aku mencoba meliuk-liuk diatas batang penisnya ini.
"aaachhhh... Ooohh... Sshhhh..." Desahan-desahan nikmat dari mulutku menandai keluar masuknya penis Mas Diki di vaginaku.
Kurasakan penis ini menyodok semakin dalam bahkan hingga menyentuh dasar rahimku yang mampu membuatku menggelinjang ketika penisnya masuk seutuhnya.
Tubuhku sepertinya tak rela kalau sensasi ini cepat-cepat berlalu, tetekku yang sudah menegang terayun-ayun ini mulai aku remas-remas sendiri untuk menambah rangsangan dan sensasi nikmat.
Mas Diki juga mulai membantu menyodok-nyodok penisnya ke atas, sehingga membuatku berteriak makin kencang. Sambil menyodok vaginaku, tangan Mas Diki tak tinggal diam dan meremas-remas pantatku. Malah terkadang dia membantu mengangkat pantatku lalu menurunkannya lagi dengan cepat.
“Ahh.... ahhh... terussss... Mmaasss.. hhaaahh.. ahhh...ooohhh...” jeritku seiring dengan naik-turun tubuhku. Kadang wajahku kubuat sangat binal dan menghadap kebelakang ke arah Mas Diki yang juga sedang memompa memekku.
Dari membelakangi Mas Diki, aku kemudian memutar tubuhku tanpa melepaskan penis Mas Diki yang tertancap di vaginaku, kini posisi ku saling berhadapan dengan Mas Diki.
Aku pun bergoyang-goyang dan naik turun seperti seorang cowgirl yang sedang menaiki seekor kuda, gerakanku kubuat sangat sensual dan penuh semangat dibarengi dengan senyum kenikmatan yang tergambar jelas di wajahku. Mas Diki menyingkapkan mukenaku ke belakang hingga Tetekku mengayun indah tepat didepan wajahnya. Pemandangan yang sangat indah bagi setiap lelaki yang melihatnya.
“Ahhhh.. eeemmhhh.... ahh.. sshhh..” desahku di tengah suara beradunya tubuhku, saat mulut Mas Diki melumat dan mengunyah-ngunyah sepasang tetek di dadaku ini secara bergantian. Sekejap kemudian tetekku yang putih mulus ini dipenuhi bercak kemerahan bekas gigitan Mas Diki.
“ooohh.. Mass, kok dicupang siiihh.. Ahhh.. nanti suamiku lihat.. Ugghhh.." kataku. Mas Diki tak membalas apapun dan malah meneruskan membuat cupangan yang berbekas di area lain di seluruh tetekku.
"Ahhh.. Ooohhh.. Geeeeelllliiihhh....ouhhh........... eeengghhh..." kataku penuh desahan saat kedua puting susuku dihisap dengan kuatnya dan penuh nafsu.
Goyanganku semakin liar, aku menaik-turunkan tubuhku, memutar-mutar pantatku, mencoba meraih gelombang orgasmeku sendiri yang sudah ingin kembali lagi.
"Uggghhh.. mantebb banget Dek goyanganmu.. Uggghhh.."
"Aaagghhh.. Ooohh.. Mmaasss... Ahhh.... Oooohhh..."
"Uggghhh.. kamu suka ya kalau kamu jadi bahan pemuas nafsu orang lain selain suamimu?.. Uggghhh..."
"Ahhh.. Ooohhh... Oohh.. iiyaa, Mhhasss.. aku sukaa.. Ahhh.. Oohh..." jawabku binal. Goyangan pantatku makin kupercepat. Aku sudah diujung orgasme..
"Uuughhh.. mulutmu cuma buat kontol, memekkmu juga cuma buat kontol... kamu itu diciptakan cuma buat muasin nafsu laki-laki lain Dek.. ngertii?? Uughh.."
"Oohh.. Aahhh.. Iya, Mhaasss.. Oooooohh.. Ahhh.." goyangan pantatku makin tak karuan.
"Ooohh.. Ahhh.. Mmhaass,, keluar akuuu... oooooohhhhhh.." Aku melolong tak terkendali menikmati orgasmeku. Aku langsung lemas ambruk di dada Mas Diki. Tak lama kemudian kurasakan penis Mas Diki berkedut-kedut di dalam vaginaku. Mengeluarkan cairan hangat yang membasahi dinding rahimku.
BERSAMBUNG