RUMIT
Situasi yang kuhadapi cukup rumit kali ini.
Berdua bersama Mama Mertua di dalam kamar mandi, dengan adik ipar remaja yang memanggil di balik pintu.
"Mamah!! Mahhh…”Risca memanggil Mama Sisca dari balik pintu.
Ditengah guyuran shower
"Iya,kenapa Ris…” Balas Mama Sisca agak keras karena tersamar suara shower. Sengaja tidak kupelankan shower agar keberadaan kakak iparnya tidak di sadari Risca.
“Mah, nanti sore teman-teman Risca mau main ke rumah, boleh ya…” Tanya Risca.
“Siapa saja Ris?” Balas Mama Sisca. Aku memperhatikan Ibu Mertua yang sedang bermain peran dibalik rasa paniknya pikirku.
“Cuma Manda, Azril, sama Ambar. Mau kerjain tugas Mahhh...” balas Risca.
“Ohhh, iya boleh…dateng aja”.
“Mah minta point O#O Mamah dong buat beli cemilan”. Kata Risca.
“Gawat bisa lama nih” pikirku Risca di dalam kamar.
Berpikir sejenak, Mama Sisca kemudian memperbolehkan,
“Ambil aja, hape Mama di meja rias. Bawa aja ke kamar kamu”. Balas Mama Sisca.
“Okeeeiiii Mah…” Risca terdengar keluar dari kamar.
“Ris, tutup pintu Mama mau pakai baju!” Mama Sisca agak berteriak.
“Iya Mah, CEKLEK” terdengar Risca keluar kamar. Tidak terdengar suara kali ini. Agak khawatir pada saat itu karena jika diperhatikan dengan seksama terdapat baju kotor milik ku di belakang pintu kamar Mama Sisca.
“Untungnya Risca tidak terlalu memperhatikan belakang pintu”.
Mama Sisca mengintip sejenak dari balik pintu kamar mandi. Kemudian dia keluar untuk menutup pintu kamar dengan keadaan telanjang…Aku tetap menunggu di kamar mandi.
Tiba-tiba…
“…Mahhh! lho kok Mama telanjang…?” Risca bingung melihat Mama Risca terpaku.
Pintu terbuka tiba-tiba karena Risca masuk.
“Tutup pintunya Risca, Mama mau ganti baju…” Balas Mama Sisca sambil mengusir Risca.
“Iya, mau ambil chargeran Mama, hape nya mau mati…” Risca tetap nyelonong masuk berusaha mengambil chargeran yang terpasang di colokan meja rias. Aku melihat sekilas Risca masih mengenakan seragam sekolahnya yang putih abu-abu.
Aku benar-benar terpaku berusaha tidak bergerak sama sekali dibalik pintu kamar mandi. "Benar-benar pegal dalam posisi seperti ini” Pikirku ingin segera menyelesaikannya.
“Udah buruan keluar…” ucap Mama Sisca setelah Risca mengambil colokan di meja rias.
“Ya ampunnn, Mama Sexy banget sihhhh…hahaha” ucap Risca meledek Mamanya yang telanjang di samping pintu sambil ngeluyur keluar kamar.
Tidak aneh sepertinya jika orang tua dan anak gadisnya tahu detail tubuh masing-masing. Rupanya mereka memang terbiasa dalam situasi seperti ini.
Mama Sisca lantas menutup, dan mengunci pintu. Tanpa bersuara sama sekali, aku handukan, di depan Mama Sisca kemudian mengenakan kembali pakaianku.
Aku tersenyum pada Mama Sisca, dan Mama Sisca membalas dengan tersenyum geli.
Risca tiba-tiba berteriak dari luar kamar lagi...
“Mahhh…” panggilnya.
“Aduhhh apa lagi...” pikirku yang tentu tidak aku ucapkan.
“Iya kenapa Ris? ” Mama Risca merespon Risca.
“Poinnya kurang Mah…buat beli martabak” Kata Risca.
Aku berusaha memberi kode ke Mama Sisca untuk ke atas minta sama aku sambil memainkan bahasa bibir, dan sedikit berbisik.
Mama Risca mengerling, seperti paham dengan tak-tik ku untuk menghindar dari kejadian ini.
“Coba minta sama Mas Ale di atas Ris…”. Balas Mama Sisca.
“Ohhh Mas Ale ada ya Mah?” tanya Risca.
“Ada kok”. Balas Mama Sisca pada Risca.
“Okei…” Risca menuju ke kamar atas, kemudian aku segera keluar dari kamar menuju pintu samping.
Singkat cerita, aku keluar untuk beli rokok. Lalu kembali lagi ke rumah.
“Mas Ale…” Panggil Risca ketika aku baru masuk ke dalam rumah.
“Kenapa Ris? balasku…
“Mas, minta poin O#O dong mau beli makanan buat temen” kata Risca.
“Iya Ris…sini”. Aku mengeluarkan ponsel di kantong kemudian duduk di sofa ruang tamu, kemudian Risca duduk di samping aku.
Aku otak atik sejenak aplikasi untuk membeli makanan.
“nih mau yang mana?” Tanyaku pada Risca yang duduk di samping kananku sambil melihat layar ponsel.
Tercium deodoran khas perempuan belia kali ini.
“Martabak ***** aja Mas…” Risca membalas sambil menempel layaknya adik perempuan ke kakaknya sendiri. Bahunya bersentuhan dengan bahuku.
Teringat sekilas gambaran di kamera pemantau sehari-hari yang bisa aku lihat di kamar Risca. Sudah bisa kubayangkan isi seluruh tubuh Risca dibalik pakaian seragam sekolahnya ini. Bahu yang sexy,kaki jenjang dibalik rok seragam yang panjang, Mini set bra yang terceplak dari balik seragam menopang payudara belia yang belum dijamah lelaki manapun.
Puting dan aerola merah muda yang suatu saat akan dipersembahkan untuk pria yang berhak memilikinya.
“Aku berharap akulah pria tersebut” Ngarep...
“Yang ini ?” Aku tunjukan berbagai jenis pilihan martabak.
Mama Sisca keluar kamar dan sekilas tersenyum melihatku sedang membantu Risca.
Aku hanya tersenyum ke arah Mama Sisca.
“Nih pilih sendiri…” Aku berikan ponselku pada Risca.
“Ya udah Mas, yang cokelat keju enak nih…” Risca kemudian memainkan ponselku.
“Khayalanku ku berkata Risca ngomong yang cokelat ‘peju' biar sekalian aku masukan konto# ku ke bibir tipisnya sekarang”. Walah makin makin sulit mengontrol pikiran aku sendiri...
Apapaun yang Risca katakan seperti godaan bertubi-tubi di telinga. Maklum belum tuntas aku dengan Mama Sisca setelah sepanjang hari.
Mama Sisca kemudian menghampiri aku dan Risca.
“Ris hpnya bawa aja dulu” Kataku pada Risca.
“Ok Mas aku tanya temen2 dulu yah…” Risca berkata sambil membawa hpku menuju meja makan.
Mama Sisca kemudian duduk disampingku menggantikan posisi Risca.
"Udah besar Risca ya…” kataku pada Mama Sisca memperhatikan Risca yang sibuk dengan memainkan hp menuju ke meja makan.
“Ya iyalah, dikasih makan…” Balas Mama Sisca tersenyum.
Mama Sisca duduk menaikan kaki ke sofa dan melipat kakinya.
“Abis lulus SMA biar dikawinin aja” Balas Mama Sisca.
Sontak aku dan Mama Sisca tertawa bersama.
“Ya udah, nanti Ale kawinin deh Mah…” Aku meneruskan obrolan tak tentu arah ini.
“Hahaha…ati2 dibunuh smita kamu” Mama Sisca dan aku tertawa bersamaan.
Tiba-tiba suasana hening. Agak canggung kali ini…
Mama Mertua tentu agak khawatir sebagai orang tua mendengar komentar dari mulutku mengenai putri keduanya. Tentu saja Mama Sisca khawatir karena tabiat dan perlakuanku yang awalnya tega untuk menyetubuhinya.
Meskipun Mama Sisca akhirnya ikut menikmati, namun naluri Ibu melindungi putrinya muncul secara alamiah.
"Kamu jangan tega sama Risca ya...dia masih sekolah" Mama Sisca memperingatkan.
"Iya Mah, gak mungkin Ale tega Mah. Risca itu sudah seperti adik Ale sendiri" Ujarku pada Mama.
"Cukup sama Smita dan Mama saja Ale”. Mama Sisca melanjutkan sambil menatap ke arah mataku yang melihat Risca menuju ke arahku kali ini.
“Udah Ris?” Tanyaku…Mama Sisca tersadar jika ada Risca menuju ke ruang tamu.
“Iya Mas, ini udah semuanya. Passwordnya Mas...” Risca memberikan ponsel miliku.
“Mamah gak dibeliin nih Ris?” Tanya Mama Risca.
“Udah kok Mah, Risca beli 3 rasa nanti satunya buat rame-rame”. Kata Risca.
“Udah beres ya Ris.” Aku menginfokan pada Risca.
“Yeeee…”. Ekspresi Risca seneng banget sambil mau ngeluyur.
“Ehhhh…ehh…” cegat Mama Risca.
Risca sontak melihat Mama Sisca sambil bingung.
“Mana terimakasihnya sama Mas?” Mama Sisca protes.
Risca tersenyum, kemudian berkata “Terimakasih Mas Ale” sambil mau ngeluyur.
Mama Sisca menahan tangan Risca di depannya.
“Salim tangan!” Mama Sisca memerintah Risca sambil ekspresi ngomel.
Aku hanya tersenyum saja, sudah biasa memang ibu dan anak ini bercanda demikian.
“Iya Kanjeng Ratu” Kata Sisca sambil salim ke Mama Sisca.
“Nah gitu dongggg, Sama Mas mu sana, orang dia yang bayar” Perintah Mama Sisca sambil menarik Risca menuju ke sebelah kiri.
“Udah gak usah” balasku memperhatikan Risca yang ragu menuju ke posisi dudukku kali ini sambil tangannya ditarik Mama Sisca diarahkan pada ku.
Posisi Risca sedikit limbung terhalang lutut Mama Sisca, sementara ada meja tamu di samping Risca.
Ketika Risca coba melangkah tertahan kaki Mama Sisca, dan meja tamu membuat badannya terbalik ke arah kiri bertumpu kaki kanan menuju ke arahku.
“Aduhhhhh…Mamaaaaa” Risca jatuh meniban ke arahku dan kini dia berada persis di pangkuan kakak iparnya.
“Lho kok jadi pengen digendong Ris?” Kurasakan batang kerasku bersentuhan dengan pantat Risca yang masih mengenakan seragam sekolah. Sengaja kubiarkan Risca dalam posisi seperti ini.
Bisa kubayangkan Risc sulit mengangkat tubuhnya sendiri karena terjembab meringkuk dipelukanku kali ini.
Bisa kurasakan pantat Risca seolah beraksi gak nyaman terhadap benda keras tepat di bawahnya. Tepat bersentuhan dengan celah analnya.
“Ihhh Mama sihhh…” Riska menggerutu wajahnya persis menyamping di atasku.
Agak canggung Riska kali ini.
Sudah jelas aku merasa diuntungkan dengan posisi ini. Siapa yang tidak keenakan ketika seorang perempuan belia jatuh dipangkuan dan melekat erat seakan tidak bisa terlepas.
"Pakai baju saja enak apalagi ketika kulit bertemu kulit" pikirku saat ini.
Karena tangan aku ketahan kaki Risca, aku jadi sengaja sodorkan pipi kiri supaya tuntas perkara. Risca terlihat memaklumi keadaanku, yang tangannya tertahan bagian pantat dan punggung Risca.
“Udah pipi aja Ris…” Balasku pada Risca.
“Cium Masnya…mana...” Perintah Mama Sisca
Risca agak ragu kemudian menyodorkan bibirnya ke arah pipi kiriku. Seketika kemudian aku hadapkan tiba-tiba wajahku ke arah Risca, dan bertemulah bibir adik ipar dan kakak ipar dalam sekelebat dan sekejap namun penuh makna. Minimal buatku sepertinya.
Bibir yang lembut, dan lugu. Ciuman pertama Risca sepanjang hidupnya dengan lawan jenis selain ayah kandungnya.
"Akulah yang beruntung mendapatkannya” Pikirku...
“Akhhhh Mas Aleeeee…!!!” Teriak Risca sambil memukul kesel ke dadaku, disambut tertawa terbahak-bahak dari aku dan Mama Sisca.
Risca sedikit memberontak dan terlepas kemudian merajuk kesal sekali sambil berdiri meninggalkan aku dan Mama Sisca menuju ke kamarnya.
Sambil meredakan suasana.
Beberapa saat Riska masuk kamarnya.
“Risca ngambek kayaknya…” Aku agak khawatir mengutarakan karena agak diluar batas bercandaanku kali ini.
“Yeee kamu sih pake cium Risca” Balas Mama Sisca.
“Ya Mamah yang suruh” Protes aku ke Mama Sisca sambil mengarahkan wajahku menghadap Mama Sisca.
“Tapi kan gak dibibir juga Mas Aleee” Mama Sisca membantahku sambil santai.
“Tapi kamu gak bilang Risca ciumnya dibagian mana” Aku meneruskan.
"Lho, lho kan kamu yang bilang sendiri cium di pipi" Mama Sisca ngotot sambil mendekat ke arah wajahku dengan mata galak.
Tidak terasa wajahku sudah cukup dekat dengan Mama Sisca, lantas Mama Sisca terlihat menatap bibirku dan memejamkan mata.
Seketika Menantu dan Mama Mertua berciuman hebat di ruang tamu.
“Mpphhh…MMMmuuahhh…” Sambil aku pegang kepala Mama Sisca mendekatkan kepalanya ke arahku.
"Mmmphh…” ciuman aku dan Mama Sisca terlepas kali ini.
“Kok jadi gini?” Mama Sisca bingung dengan keliaran yang melanda dirinya sendiri.
Perasaan takut diketahui, malu seperti sirna seketika. Benar-benar diluar batas.
“Iya, aneh ya” balasku pada Mama Sisca. Aku pura-pura tidak paham yang terjadi.
"Aneh kayak ada berasa sakit, tapi gak tahu sakitnya dimana..." Balas Mama Sisca seakan mencoba jujur padaku sambil menghela nafas panjang. Sakit yang berkonotasi selain sakit fisik. "Hatinya terluka" aku mencoba mendefinisikan.
“Pasti ini dikarenakan perasaan cemburu ketika aku dan Risca berciuman tadi. Timbul sensasi hebat yang membuat Mama Sisca begini” Pikirku dalam hati.
Aku pernah membaca artikel bahwa cemburu melecut gairah pasangan. Biasanya perasaan ini karena rasa cinta mendalam sehingga takut kehilangan, perasaan bersaing yang membangkitkan imajinasi liar.
“Mungkin perasaan ini yang berkecamuk di hati Mama Sisca. Ini perasaan naluriah biasa”. Perasaan ini lumrah pada makhluk hidup aku mencoba menterjemahkan sekali lagi.
Sebagai contoh aku juga pernah melihat induk kucing yang tega menggigit anaknya ketika, anaknya sendiri mendekati tuannya. Perasaan cemburu yang mengobarkan perasaan ini.
Kuperhatikan Mama Sisca tampak berusaha menguasai diri.
“Aku ke kamar Risca yah…” Ucap Mama Sisca padaku.
Aku mengangguk setuju tanpa kata.
“Permasalahan baru lagi karena kebodohan atau kecerdikanku mendapatkan rasa bibir Risca. Entahlah... Tidak sadar aku kalau akibatnya bisa panjang...
"Kalau dia lapor Smita bisa panjang urusan. Belum kalau lapor Kak Seto sama komo...habis aku! Malu dah sekeluarga. Kredibilitas kakak ipar cabul bisa tersemat padaku selamanya" Aku hanya berpikir panjang berbanding terbalik dengan kelamin yang terasa memendek karena didera rasa cemas dan agak panik.
Mama Sisca menuju kamar Risca untuk menenangkan Risca, dan menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Perasaan gadis lugu belia yang baru saja mendapatkan ciuman pertama dengan kakak iparnya disaksikan Mamanya sendiri…Meskipun dalam keadaan bercanda.
Nyatanya ciuman itu nyata, nafsu itu nyata, nafsuku pada adik ipar yang tumbuh dewasa.
Perasaan yang sulit digambarkan pastinya…
Perasaan adik istriku sendiri... Perasaan Mama Mertua...
Perasaan yang terus berkecamuk dipikiranku...