"Ahh, iya terus Abi. Umi bentar lagi sampai. Sodok yang kenceng Abii.." Erangku yang hampir mencapai klimaks.
"Iya Umi, ini Abi juga sebentar lagi sampai. Kita keluar bareng ya Umiku sayang".
Splok.. Splokk.. Splokkk..
"Ahhh Abiii, ahhh... Umi sampaiii, ahhh...".
"Ughh, Abi juga Umi. Ughhh...." Aku bisa merasakan semburan hangat sperma suamiku menyiram dinding rahimku. Suamiku mendiamkan penisnya sesaat, sebelum beberapa waktu kemudian suamiku mencabutnya dari vaginaku. Aku merasakan ada lelehan sperma hangat mengalir di pahaku. "Mani Abi kayaknya banyak banget nih masuk ke rahim Umi. Semoga yang kali ini jadi ya Umi. " Kata suamiku sambil mengelus-elus perutku yang langsing ini.
------
Sebelumnya perkenalkan namaku Arsella Hasna Hilyani biasa dipanggil Sella. Umurku saat ini 24 tahun. Dari kecil hingga dewasa aku tinggal di kota pelajar. Suamiku bernama Bagas. Aku dan Mas Bagas menikah dua tahun yang lalu. Mas Bagas dekat dengan Ayah dan Ibuku dan mereka meminta aku untuk mau menerima Mas Bagas menjadi suami.
Aku dibesarkan di lingkungan yang relijius dan menjunjung tinggi akhlak. Ayah dan Ibuku termasuk pemuka agama di tempat kami tinggal. Tapi bukan berarti aku kuper alias kurang pergaulan. Aku punya banyak teman baik cewek maupun cowok yang sering main bareng. Aku juga pernah merasakan pacaran waktu SMA dan Kuliah walaupun nggak neko-neko, hanya jalan bareng, makan, nonton. Tentu saja tanpa sepengetahuan orang tuaku.
------
"Abi capek banget nih, Umi. Mandinya besok subuh aja yuk?" kata Mas Bagas
"Iya, Jangan lupa ambil wudhu dulu sebelum tidur ya Abi. Sini Umi bersihin penis Abi pakai mulut Umi dulu.." Ujarku sambil mengerlingkan mata ke arah suamiku dan mendekatkan mulutku ke batang penis suamiku. Aku kemudian menjilati ujung penisnya dan mengulumnya.
"Slurp, slurpp, clop, cloppp." Tak lupa aku juga menjilati batang penisnya.
"Ughhh Umi, nikmat banget. Umi memang pinter memanjakan suami. Nggak menyesal Abi nikah sama Umi. Ugghhh.." suamiku mengerang keenakan.
"Iya Abii. Umi doyan banget nih penis Abi. Slurp, sluurpp, clopp" sambil aku terus menjilati dan mengulum penis suamiku. Bisa dibilang ini hobi baruku, yang baru aku sukai beberapa waktu terakhir ini. Setelah dirasa sudah bersih, Suamiku kemudian berlalu ke kamar mandi.
Aku sebenarnya capek juga, ini adalah orgasmeku yang kedua hari ini, setelah tadi sore aku mencapai klimaks yang pertama. Aku lalu memakai baju tidur model kimono, sambil mengambil hape yang ada di meja di samping ranjang. Ada beberapa notifikasi yang masuk yang langsung aku buka.
Mas Diki: "Sayang..."
Mas Diki: "Hmm.. Nggak dibalas nih, lagi asik main sama suami ya?"
............….....
Aku: "Iya, Ayang. Kita habis main satu ronde tadi",
Mas Diki: "Oooh, keluar nggak kamunya?"
Aku: "Keluar dong. Capeeekk niiih..",
Mas Diki: "Hehe, iya capek dong. Tadi sore kamu sempat ngecrot juga kan? Dasar binor binal nih cewek satu ini. Eh, besok jadi ke rumah?".
Aku: "Hihihi, biarin binal. Habisnya kamu ngompor2in terus sih. Sampai2 tadi sore aku ngecrot gara-gara vibrator yang kamu kirim. Iya besok jadi, agak siangan ya, paginya suamiku baru mau berangkat ke luar kota".
Tak lama suamiku selesai dari kamar mandi dan langsung rebahan di kasur. Buru-buru aku sembunyikan chat tadi dari sumiku. Akupun kemudian gantian bersih-bersih lalu menyusul suamiku yang ternyata sudah tidur duluan.
Flashback
Mas Diki adalah temanku sejak aku masih SMA. Aku memanggilnya Mas karena dia lebih tua dariku. Dia tinggal di kos karena bukan orang asli kota ini dan disini hanya sekolah saja. Kita berbeda sekolah dan ketemu pertama kali saat ada pertemuan perwakilan OSIS dari sekolah kami masing-masing. Waktu itu dia yang pertama kali ngajak kenalan. Dia meminta nomor hapeku untuk keperluan koordinasi kegiatan OSIS, awalnya aku enggan memberikannya. Aku tidak biasa memberikan nomor hape ke sembarang orang apalagi ini cowok, bisa-bisa aku diceramahin habis-habisan sama orangtuaku. Tapi ternyata dia dapat juga nomorku dari salah satu temanku. Berawal dari situ kita sering kontak-kontakan untuk urusan OSIS antar SMA.
Suatu hari Mas Diki mengungkapkan perasaannya padaku kalau dia suka sama aku. Aku sih menganggapnya hanya teman biasa. Tampangnya juga biasa-biasa aja. Aku lalu bilang kalau belum mau pacaran. Memang saat itu aku belum pernah pacaran, dan beberapa cowok lain juga aku tolak. Mas Diki menerima alasanku dan nggak masalah kalau kita hanya berteman.
Kami lalu sering ngobrol via chatting dan ternyata Mas Diki ini nyambung banget sama aku. Semasa kami kuliah, kami juga masih sering kontak dan ngobrol. Pernah juga sesekali ketemu karena kami sama-sama melanjutkan kuliah di kota ini. Termasuk saat-saat aku pacaran dengan cowokku, ketika ada masalah aku biasa cerita ke Mas Diki. Yang nggak aku sukai kadang saat kami sudah ngobrol panjang lalu diarahkan ke hal-hal jorok dan porno. Kalau sudah gini, biasanya nggak aku balas lalu aku matikan saja hapeku.
Beberapa waktu berlalu, sesaat sebelum aku lulus wisuda, tibalah Mas Bagas. Selisih usiaku dengan Mas Bagas hampir 7 tahun. Mas Bagas ini teman dari Ayahku. Beberapa waktu belakangan sebelum kami menikah Mas Bagas sering sekali ke rumah. Aku sempat heran apa Ayah ada bisnis dengan Mas Bagas atau apa. Dan setelahnya aku tau kalau aku sudah dijodohkan dengan Mas Bagas.
Aku sempat galau dengan perjodohan itu. Aku ceritakan ke Mas Diki kegalauanku saat itu. Mas Diki cukup bijak, dia bilang nggak baik kalau aku menolak keinginan orangtuaku. Sudah seharusnya aku berbakti kepada orangtuaku dengan memenuhi keinginannya. Begitu kata Mas Diki. Aku sebenarnya berharap Mas Diki yang melamarku saat itu. Tapi mungkin tidak karena dia juga baru lulus kuliah dan sedang mencari kerja sana-sini. Atau mungkin juga karena dia dulu sudah pernah menembakku tapi aku tolak. Akupun memutuskan untuk menikah dengan Mas Bagas yang baru aku kenal itu.
Malam pertama setelah pernikahan kami lalui biasa saja. Setelah selesai berbenah dan bersih-bersih, aku dan Mas Bagas duduk di pinggir kasur. Kami agak kikuk, karena sebelumnya memang belum pernah ngobrol. Tiba-tiba Mas Bagas mencium bibirku. Aku kaget lalu refleks menekan dadanya. Lalu aku tersadar kalau aku sudah sah menjadi miliknya. Aku kemudian mengendurkan dorongan tanganku dari dadanya. Mas Bagas menaikkanku ke tempat tidur, lalu melepas semua bajuku dan bajunya. Di kasur, Mas Bagas menindihku sambil menciumku.
Tiba-tiba dari bawah aku merasakan ada benda keras dan hangat menusuk-nusuk vaginaku. Hatiku berdebar-debar dengan kencang saat itu. Sambil masih berciuman, Mas Bagas terus berusaha memasukkan penisnya ke vaginaku. Butuh waktu lama karena kami sama-sama belum pernah melakukan hal ini. Aku juga hanya diam saja di bawah sambil merasakan penisnya berusaha memasuki liang vaginaku. Beberapa lama kemudian masuklah penis itu ke vaginaku. Sakit sekali rasanya, seperti luka perih. Aku hanya bisa diam dan menahan sambil mencoba menikmati momen ini. Mas Bagas lalu menggerakan pinggulnya perlahan-lahan, memompa penisnya keluar masuk liang vaginaku. Lama-kelamaan aku mulai bisa menikmati persetubuhan ini. Mas Bagas terus memompa penisnya di atasku. Hingga beberapa saat kemudian tiba-tiba tubuhnya seperti mengejang, aku lalu merasakan cairan hangat di dalam vaginaku. Inilah pertama kali sperma masuk ke dalam tubuhku. Perasaanku campur aduk antara sakit, bahagia, dan nikmat. Kamipun tertidur pulas setelahnya.
Setahun pernikahanku berlalu dan kami belum dikaruniai anak. Kami sudah memeriksakan diri ke Dokter dan kata dokter tidak ada permasalahan dengan reproduksi kami. Yah, hanya belum rezeki saja.
Aku dan Mas Diki juga masih sering chat. Karena aku sudah menikah, kadang-kadang aku menimpali ketika diajak membahas masalah seks. Aku juga sedikit banyak belajar dari Mas Diki terkait masalah ranjang ini.