NAFSU DAN CINTA MAMA MERTUA
Mungkin benar ketika fisik didasari perasaan cinta, maka yang terjadi kemudian adalah penyerahan diri sepenuhnya.
Sangat berbeda ketika hubungan sexual hanya didasari nafsu dan pengaruh
perangsang, dibandingkan kesadaran seutuhnya.
Memang pada hari berikutnya aku melihat mama agak pemurung. Mungkin pengaruh perangsang yang hilang membuat kesadaran terhadap nilai dan norma kembali muncul.
Murungnya wajah mama mertua ku ini kusadari ketika aku berpamitan ingin mengantar istri kerja. Mama tidak ingin menatap ke wajahku.
Adik Risca selalu membawa motor milik istriku untuk sekolah. Sementara aku mengantar Istri dengan motorku sendiri.
Memang terdapat mobil di rumah ini.
Mobil milik bapak mertua hanya digunakan untuk aktifitas bersama keluarga. Untuk lebih efektif kami menggunakan motor, atau ojek online untuk aktifitas sehari-hari.
Hanya aku dan bapak mertua yang bisa membawa mobil ini.
Mama Sisca terlihat canggung ketika aku menatapnya.
Selepas mengantar istri aku kembali ke rumah. Sengaja aku ijin dari kantor pada hari itu untuk menuntaskan permasalahan yang mungkin timbul akibat peristiwa kemarin.
Biasanya pagi seperti ini Mama sedang mempersiapkan makanan untuk dirinya sendiri.
Namun ketika aku sampai, Mama hanya duduk di ruang tengah sendiri menatap ke arah luar.
Aku menerka-nerka perasaan apa yang berkecamuk pada Mama Sisca.
Ketika di ruangan kami hanya beradu pandang, kemudian aku menghampiri Mama Mertua dan duduk di sebelahnya.
Mama melihatku sekilas lalu memalingkan wajahnya.
Terlihat air muka yang mulai berubah. Mama mulai terlihat sedih, lalu menangis.
Aku merangkulnya. Kali ini bukan sebagai menantu dan mertua. Ini adalah rangkulan seorang kekasih pada pasangannya.
"Mama takut Ale..."
"Takut kenapa Mah?"
"Takut rumah tangga Smita berantakan, takut perbuatan ini diketahui orang, Mama takutttt...."
Aku sambil memeluknya berusaha menenangkan.
Perlaham dan penuh kesungguhan "Ale minta maaf ya Mah, Ale salah sama Mamah sama Smita, udah mengecewakan Mamah"
Ku tunggu sejenak.
Sesaat kemudian, setelah Mama Sisca kemudian menjadi agak tenang.
Aku menatap wajah Mama Sisca, secara tiba-tiba mulai kembali muncul rasa penyesalan.
Terbersit dipikiranku bahwa perempuan di sampingku ini sangat cantik dan baik.
Entah mengapa aku tega melakukan semua ini padanya.
Lantas aku berujar padanya "Ale sayang Mama,
Ale gak akan melakukan seperti kemarin Mah"
Mama Sisca perlahan diarahkan ke mataku, menatap melihat kesungguhanku.
Terucap pertanyaan Mama Sisca "Memang sejak kapan kamu sayang Mama?"
"Sejak pertama mengantar Smita pulang ke rumah dan bertemu Ibu." jawabku dengan sungguh-sungguh.
Mama mertua mulai tersenyum.
"Bisaan aja kamu, sayang kok Mamanya istri sendiri kok disetubuhi"
Gantian aku yang yang agak senyum namun sedikit protes.
"Lho, kapan Mah, kapan Ale menyetubuhi Mama?"
"Ya kemarin Aleee".
Dengan nada protes aku menjawab
"Ale kemarin diam saja Mah, Mama yang isep punya Ale, Mama sendiri yang masukin punya Ale ke punyanya Mamah".
Obrolan ini menjadi lebih mirip obrolan sepasang kekasih yang terjebak asmara malam pertama.
Mama Sisca tersentak kaget sembari mengingat. Aku yakin dia menerka-nerka apa yang terjadi kemarin.
Mama Sisca "Iya , mama kok bisa begitu ya".
Aku "Tuh berarti Mama yang pengennn..."
Mama Sisca tidak mau kalah "Tapi kamu ngapain buka celana di tempat tidur" gantian Mama Sisca protes.
"Abis Mama balik badan desah, desah sambil peluk guling, bikin Ale nafsu Mahhh..."
Sambil menepuk-nepuk kepalanya dengan kedua tangan"Aduuuhhh Mama gak ngerti..." Mama Sisca berusaha mencari jawaban terhadap peristiwa kemarin.
Tentu saja aku sadar semua karena obat terapi libido milik Smita yang kugunakan pada Mama Mertua.
"Tapi bener kok Mah, kalau Mama gak mau, ale gak bakal lakuin lagi."
Mamah tersenyum, sambil ngulang "kalau gak mau? Bener ya, kamu jangan lagi".
Dengan mimik serius , aku tatap wajahnya. Wajah wanita 47 tahun yang cantik , dan memiliki payudara 34 D, dan memek yang masih sanggup menjepit lawan sex nya ini.
"Bener Mah..." jawab ku.
Mama Sisca langsung memeluk ku. Stockholm Syndrom barangkali, aku teringat orang yang disandra menganggap baik para penyandranya.
Mungkin ini yang terjadi pada Mama Mertua saat ini batinku. Kembali perasaan menyesal itu timbul.
"Kalau Mama yang mau gimana?"
DUARRRRR...(kalau difilm India harus diberi efek suara ini)
Itu gambaran perasaanku seketika.
Sejenak aku berpikir disela-sela pelukan pada Mama Mertua. Antara meneruskan atau menghentikan segalanya.
Aku lepas pelukan tersebut, aku tatap wajah Mama dari istriku ini.
Sedikit berpikir. Kemudian...
Aku berinisiatif memajukan wajahku dan disambut wajah mama sembari bibir yang sedikit terbuka.
Tanda perempuan yang sedang membutuhkan ciuman hangat kekasih pada bibirnya.
Kami berciuman pelan dan penuh perasaan. Berujung pada ciuman panas dan bertalian lidah.
Aku memasukan lidahku ke mulut Mama Mertua. Mama Sisca, kemudian melakukan hal yang sama menggunakan lidahnya pada mulutku.
Ludah demi ludah bercampur dan berbaur dalam mulut Mama mertua.
Aku bergegas melepaskan kaos longgar yang dikenakan Mama, kali ini aku sekaligus meloloskan BH yang dikenakannya.
Mama gantian berinisiatif melepas kemeja santai yang aku kenakan seperti Mama yang ingin memandikan anak balitanya.
Celanaku tidak lupa diloloskan langsung dengan celana dalamnya.
Memang perempuan paruh baya lebih lihat dalam pengalaman seperti ini pikirku.
Mama kududukan di sofa ruang tamu, tanpa perlu kuperintah, Mama berinisiatif membuka pahanya sendiri.
"Ale jilat ya Mahhh..."
Mama hanya menganggukan kepala tanda persetujuan.
Aku tidak puas tanpa kata-kata Mama.
"Ale beneran boleh jilat"
Mama menjawab "Semuanya punya kamu sayang..."
Puas aku mendengar jawaban Mama, pahanya aku naikan ke pundakku, kemudian dengan rakus ku makan vagina ibu dari Istriku Smita.
Berbeda dengan kemarin, jari-jari mulai kumainkan dengan mengobel dan menjilat isi dari memek mertua. Aku fokus mempermainkan klitoris Mama Sisca...mencari titik ternikmat yang bisa dia rasakan.
Ruang tamu mulai berbunyi rintihan dan erangan kecil khas mama mertua ketika dilanda kenikmatan sangat.
"Akkhhhh...Ale Sayangggg...akhhhhh, pelan pelan ya nak".
Wajah Mama SIsca mendongak ke atas.
Tiba-tiba "Teng Nong Teng Nong" bel depan rumah berbunyi.
Aku dan Mama sontak terkejut. Kami sama sama mendongak ke arah jendela luar yang terhalang korden berenda.
terdengar teriakan dari arah luar
"Permisi, assalamualaikum Tante Sisca".
"Ehhh iya, sebentarrr !!!"
Mama dan aku agak panik, kami sama sama memakai berusaha mengenakan kembali baju yang sudah berserak2an kesana kemari.
"Siapa sihhh...?"ujar Mama Sisca
"Tante Sisca, permisi..."
Aku melihat seperti seorang perempuan dan anak kecil di depan pagar.
Mama menyuruhku ke kamar "Ale ke atas sana"
Aku langsung beranjak ke atas.
Mama Sisca menuju pintu untuk membuka pagar sambil merapikan baju dan BH nya. Ketika aku beranjak, tampak celana dalam Mama Sisca masih tercecer di lantai. Segera kupungut sekalian ku bawa ke atas.
#PERMASALAHAN SEPUPU ISTRI
Setelah sebatang rokok habis kuisap di atas, aku agak penasaran siapa gerangan tamu tak diundang, pulang mungkin minta di antar di bawah.
Aku beranjak ke bawah dan menememui perempuan yang menangis terisak-isak dengan anak kecil menatap di sebelahnya.
Dia adalah
Raras sepupu istriku yang menikah beberapa tahun lalu. Jika ingat ketika Mama Mertua menghadiri pernikahan di postingan awal. Raras lah sepupu yang dimaksud.
Rumah Raras tidak seberapa jauh dari sini. Jaraknya sekitar 5 kilometer dari kediaman Mama Sisca. Ayah Raras adalah Kakak dari Ibu Sisca. Beliau telah tiada sejak lama. Ibu Raras menikah lagi dengan warga negara Australia. Sekarang tinggal di sana.
Raras mempunyai kakak perempuan juga yang sudah menikah dan tinggal di sumatra mengikuti tempat bertugas suaminya.
Praktis Raras hanya memiliki keluarga dekat di rumah ini.
Aku menyapa mereka "Pagi Raras"
"Pagi Mas Ale" Jawab Raras.
Mata Mama Sisca memberi kode untuk menghindari meja ini karena memang aku lihat Raras sedang bercerita sambil menangis.
Tampaknya mereka sedang berbicara sesuatu yang serius.
Aku melihat anak di sebelah Raras agak rewel. Anak itu bernama Didit, berusia 2 tahun. Dia adalah anak Raras dan suaminya.
Entah mengapa dia bercerita sambil menangis.
"Ehhh Didit , sini yuk sama Om". Aku berinisiatif mengajaknya bermain supaya Raras bisa berbincang dengan Mama Sisca.
=============================
COBAAN MULAI DATANG LAGI
" Kucing , kucing "
"Iya bunyinya meee..." "Onggg" Didit menimpali kata-kataku.
"Bunyinyaaaa? Meee..." "Ong..." Didit kembali menimpali kata-kataku.
Aku cium gemas anak digendonganku saat ini. Sudah hampir setengah jam aku dan keponakanku bermain di depan teras rumah.
"Masss..." Aku melihat Raras berdiri di depan pintu tersenyum menatapku manis sekali.
"Meonggg..." Suara Didit masih memperhatikan kucing loreng putih oranye yang sedang menjilat-jilat kemaluannya sendiri.
"Anaknya buat aku aja ya Ras sambil aku cium2 gemas Didit"
Didit cekikikan mendapat perlakuan dari Omnya demikian. Raras semakin lebar tersenyum melihatku.
"Didit tinggal sini aja yahhh?" sambil aku monyongkan bibir ke arah perut Didit.
"ahahaha ampppyuuunn Om,ampyun" ujar Didi kegelian.
"Udah tinggal sini aja yah sama Om sama Uti (Eyang Uti)". Aku agak menenangkan Didit...
Senyum manis Raras sedikit menghilangkan kesedihan yang beberapa waktu lalu terpatri di wajahnya.
Meskipun begitu , sembab dimatanya masih terasa turut melukai batin siapapun yang menatapnya.
"Didit mau disini ? tuh ditanya Om?"
"Mau sama Mama" ujar Didit.
"Yeee...udah Mama pulang aja, Didit sama Om aja yahhh?" ujarku.
"Gak mau, maunya sama Mama".
"Kalau Mama maunya sama Om?" pandanganku beradu dengan Raras tiba-tiba.
Raras menatap tajam masuk ke dalam mataku. Perasaan yang sulit didefinisikan.
Terpaku sejenak,
Sepengetahuan aku Raras bukan tipe penggoda. Raras memang tipe yang bisa membuat nafsu mata lelaki. Dengan wajah cantik, payudara 34D, tinggi sekitar 168 dan berat 63 Raras terbilang perempuan yang sedikit chubby, dan menggairahkan.
Bibir Raras adalah salah satu aset yang sudah ku khayalkan sejak lama.
Bibir yang agak tebal. Tipe seperti ini mirip dengan bibir Mamah Sisca.
Raras tipikal perempuan baik-baik, ramah murah senyum namun menantang untuk di nakalin. Setidaknya di dalam pikiranku.
Karena kesibukan dan jarang bertemu, aku hanya sebatas membayangkan.
Tetapi sepengetahuan aku dia adalah perempuan baik-baik.
Mungkin dia salah ucap barangkali batinku berkata naif (curi curi pandang).
"Kalau sama Uti mau ya??" Mamah Sisca tiba-tiba muncul di depan pintu.
Kuperhatikan, Raras lalu jadi menunduk agak canggung.
"Sini, sini sama Uti yahhh" Didit diambil dari gendonganku.
"Minum kopi dulu sana" Mama Sisca menawarkanku.
"Iya sebentar lagi aku kedalam Mah" ujarku.
Mama Sisca tersenyum penuh arti.
"Didit sudah makan belum?" ujar Mama ke Raras.
"Belum Tante".
"Ya udah Didit makan dulu yaaa...biar Tante urus dulu."
"Biar Aku saja Tante" Raras seperti agak sungkan
"Sudah gak papa" ujar Mamah.
"Mas Ale, Mamah minta tolong bisa bantuin rapiin kamar atas yang satu lagi gak? Raras mau tidur disini sementara."
Aku mengangguk "Iya Mah".
"Gak usah biar Raras saja" "udah gak papa Ras, sebentar ya." Aku beranjak masuk ke dalam rumah sambil lewat depan Mamah dan mencubit pipi Dito.
Rumah ini mempunyai 5 kamar cukup besar. Namun 1 kamar memang agak berantakan dan terletak dekat dapur. Sementara dijadikan gudang.
Terdapat 2 kamar di atas. Satu adalah kamar ku dan Smita, dan satu lagi adalah kamar tamu. Kamar itu untuk sementara akan dijadikan kamar untuk Raras dan si lucu Didit.
Entah kenapa dia bisa berada disini. Aku tidak mau mempertanyakan.
Setelah beberapa saat, "Terimakasih ya Mas" tiba tiba Raras masuk ke kamar di sela-sela aku menggeser posisi ranjang dan spring bed.
Biasanya posisinya dibedirikan untuk menghindari debu.
"Gak usah sungkan Ras, Mas sendiri". Aku sengaja mendekatinya namun tidak ingin bertanya apa-apa takut merubah senyumannya.
aroma tubuh wangi Raras samar samar bisa kurasakan.
Raras agak menghindariku menatap ke sudut lain.
Harga diri terpukul aku mengalihkan pembicaraan "Cukup kotor kamar ini karena tidak ada pembantu rumah tangga di sini. Mama Sisca ingin mengurus rumah ini sendiri. Padahal Aku sempat menawarkan asisten rumah tangga. Kalau sore hari biasanya dibantu oleh Risca setelah pulang sekolah."
"Mas Ale gak masuk kerja" Tanya Raras
"Ijin agak demam aku Ras" pura pura menggigil agak berbohong. Padahal...
"ohhh..." Wajah Raras agak khawatir.
"Mas Ale, bisa tolong beliin buat makan siang ? sudah hampir jam 12 siang" Mama Sisca kembali muncul di depan kamar sambil membawa seprei baru.
Aku mengangguk paham bahwa Mama Mertua habis bercerita panjang lebar di meja makan tadi. Pasti Mamah tidak sempat memasak makan siang.
"Aku jalan dulu ya sebentar."
"Online aja Mas" ujar Raras
"Gak papa deket sini kok."Aku meyakinkan
Aku mengambil alat-alat bersih untuk kukembalikan ke tempatnya semula.
Tiba-tiba
"Jamnya bagus sekali" Raras menyentuh jam berbentuk burung pengintai di depan kaca.
"Dari Mas Ale, ada di setiap kamar" ujar Mamah Sisca.
Bersambung...