AKU TIDAK MAU TAHU
"Kenikmatan yang paling tidak nikmat adalah kenikmatan yang harus berakhir”.
Mungkin kata-kata ini mewakili perasaan yang kurasakan ketika mengingat Raras.
Entah bagaimana setelah kejadian persetubuhan di rumah Raras spontan tidak pernah terjadi lagi setidaknya sampai detik ini.
Keesokan hari sekitar pukul 19.00 malam Raras , dan Didit dijemput Affandi.
Affandi tidak terlalu banyak bercerita ketika itu.
“Mas terimakasih ya…udah jagain Raras beberapa hari ini” Ucap Affandi ketika aku dan dia berbicara di halaman depan. Pada saat itu Raras berkemas dibantu Mama Sisca dan Smita.
“Gak perlu lah berterimakasih Andi, we are family, anytime…” Balasku sambil menginjak puntung rokok yang sudah hampir habis.
Affandi melihat Risca dan Didit di ruang tamu. Risca terlihat sedang bermain mengajari kiss bye pada Didit dengan gerakan meniupkan tangan.
“Baru ditinggal beberapa hari sudah besar ya…” ucap Affandi padaku.
“Iya, anak sekarang cepat besar…” Balasku pada Affandi.
“Iya, mungkin ditinggal beberapa hari tau tau sudah bisa bikin bayi aja”…Balas Affandi
Sontak kami berdua tertawa bersama.
Padahal aku dan Affandi mungkin tidak selaras apakah obyek pembicaraan ini adalah Didit atau Risca.
Beberapa waktu kemudian Raras keluar rumah membawa Didit disusul Mama Sisca, Smita dan Risca.
“Tante Sisca, Dik Smita, Dik Risca pamit yah…terimakasih banyak ucap Affandi berpamitan.
“Mas kapan-kapan kita liburan keluarga bareng yah…” Kata Affandi padaku.
“Siap, cari waktu yang santai..” Balasku.
Smita tersenyum manis banget, lalu mencium tanganku berpamitan.
“Dadah Om…” Risca mengajarkan Didit untuk berpamitan.
“Manah kissbyenya Didit, coba…” Ujar risca pada Didit…
Didit melakukan gerakan kissbye pada ku dan dadah pada Mama Sisca, Smita, dan Risca.
“Hati-hati!” Ujar Mama Sisca.
Singkat cerita, malam sebelumnya Raras menceritakan bahwa dia dan Affandi memutuskan untuk rujuk.
Affandi mengatakan akan berubah, dan berjanji untuk selalu menjaga keutuhan rumah tangganya.
Aku tidak terlalu spesifik mendengar penjelasan Raras. Intinya kesedihan Raras tiba-tiba sirna seketika. Entah...aku tidak mau bermain dengan pikiranku sendiri. Sudah terlalu banyak problem yang bermulai khayalanku.
Hari-hari berlalu seperti biasa.
Beberapa waktu kemudian, Raras mengirimkan pesan padaku.
“Mas, I just wanna say thank you for everything. U save my family, U save my soul, I always remember what U said to me ‘everyone has pain’ ”.
"Gak usah terlalu begitu Ras, kamu dan keluarga bahagia, Mas sama Mbak Smita pasti ikut senang kok...I meant sickness no pain" Aku sedikit meralat Raras.
"For me is 'pain'"Raras bersikukuh dengan pendapatnya. Aku tentu mengerti Raras mendefinisikan ulang makna 'kesakitan' manusia dengan rasa sakit yang dialaminya sendiri.
Aku tidak ada masalah dengan itu, dan tidak berniat sama sekali untuk mengusik keutuhan rumah tangga Affandi dan Raras lebih jauh.
Seringkali, nafsu bisa dikontrol dengan pikiran yang jernih. Kondisi apapun manusia bisa mengontrol pikirannya jika ada usaha.
Aku masih percaya hukum”Law of attraction”. Ketika kita memikirkan suatu hal, maka hal tersebut akan mendekat kepada kita.
Aku hanya berusaha untuk tidak memikirkan Raras. Aku tidak pernah sedikitpun mengarahkan percakapan ke memori yang telah berlalu. Raras tampaknya sependapat denganku sejauh ini.
Bagaimana bisa melupakan? Tentu harus dialihkan. Bahasa sering aku dengar mengenai sublimasi emosi. Siapakah yang bisa mengalihkan pikiranku dari Raras? Hanya Mama Sisca saat ini…
#BAGAI 2 ISTRI
Semenjak kejadian persetubuhan yang sudah melibatkan perasaan dengan Ibu Mertua, tentunya saya dan Ibu Mertua selalu melakukan hubungan suami istri setiap ada kesempatan.
Seperti 2 istri dalam kehidupanku saat ini.
Seandainya tidak ada adat dan norma yang melarang menikahi anak dan ibu sekaligus, mungkin hal ini sudah aku lakukan.
Sulit memisahkan Mama Sisca sebatas Ibu mertua untuk ku. Aku ingin Mama Sisca menjadi sejiwa, sepasang, sehasrat denganku. Hal yang mungkin mustahil saat ini.
Untuk mengindari kecurigaan istri, seringkali kami bersetubuh tanpa aku perlu mencapai klimaks.
Pada waktu-waktu tertentu spermaku memang sengaja kusimpan untuk berhubungan dengan istri.
Sekitar 3 bulan semenjak kejadian tersebut aku dan ibu mertua sudah saling terbuka dan tanpa sungkan mengungkapkan perasaan masing-masing.
Tidak selalu seputar sex.
Adakalanya Ibu Mertua curhat mengenai kesedihan hatinya menanti kabar dari Ayah Mertua.
#ROMANSA
Pernah juga dilain waktu Ibu bercerita mengenai teman sekolahnya ketika remaja bernama Om Rudi yang giat menghubungi Ibu mertua untuk mengambil hatinya.
Peristiwa ini bermula ketika tahun 2011 di suatu waktu Mama Sisca diajak bertemu dengan teman-teman semasa SMA.
Reuni kecil ini mempertemukan teman-teman Mama Sisca yang masih berdomisili di sekitar kota ini.
Salah satu yang hadir adalah Om Rudi.
Komunikasi selepas reuni berlanjut melalui BB Messenger pada saat itu. Ada beberapa yang juga kerap kali melakukan personal message ke Mama Sisca. mama Sisca
mengganggap sebagai teman biasa.
Mungkin pengaruh puber ke 2, beberapa teman-teman pria Mama Sisca mulai intensif berkomunkasi secara personal.
Setelah bertahun-tahun kemudian ketika Bapak Mertua hilang entah dimana, perhatian yang diberikan kepada Mama Sisca makin menjadi-jadi.
Momen ini aku rasa dirasakan sebagai kesempatan oleh teman-teman pria untuk mendekati Mama Sisca. Salah satu yang cukup intensif adalah Om Rudi.
Sebenarnya Mama Sisca juga pernah tertarik dengan Om Rudi, namun diurungkan niatnya.
Alasan kesetiaan kepada Bapak Mertua yang tidak jelas keberadaaanya menjadi faktor utama Mama Sisca menolak berhubungan dengan Om Rudi.
Info yang aku dengar Om Rudi juga masih berstatus suami orang.
Sempat juga Mama pernah bercerita momen-momen intim bersama Om Rudi hanya via tlp.
"Mama pernah ketemu Om Rudi?" Tanyaku suatu ketika.
"Gak, cuma telponan saja". Balas Mama Sisca.
"Pernah digodain gak Mah?" Aku bertanya kembali.
Melihat mukaku agak masam Mama berseloroh "Ya sering sayang, kamu tuh jangan cemburu...waktu itu Mama kan memang dalam fase kesepian. Kamu tuh pahamin aku dong Mas”. Terang Mama Sisca padaku merasa sedikit kurang nyaman diintrogasi seperti itu.
"Memang di telpon sampai ngapain aja?"Aku terdengar masih ingin tahu.
" Ya cuma cerita cerita saja kok " ujar Mama. Padahal aku tahu Mama sering memainkan memeknya ketika telpon dengan seseorang. Ini sudah ku ketahui dari kamera pengintai yang sudah kupasang.
Sampai sejauh ini aku memang tidak pernah menceritakan perihal kamera pengintai yang kupasang di kamar Mama Sisca dan Risca.
Semenjak persetubuhan Mama denganku, memang aku tidak pernah melihat mama menelpon sambil melakukan self service ke dirinya sendiri.
Tentu saja ketika Mama Mertua menginginkan, kami tinggal melakukannya bersama.
Yang aku tahu memang dari pengakuan Mama, dia tidak pernah bertemu secara langsung dengan Om Rudi. Tentu jawaban saja ini semakin melegakan ku. Aku bisa memiliki Mertuku seorang diri.
"Tiada yang lain." Pikirku.
Kegiatan dirumah juga dilakukan dengan biasa untuk menghindari kecurigaan Istri dan adik iparku Risca.
Hampir semua sudut ruangan di rumah ini pernah kulakukan untuk bersenggama bersama dengan Ibu mertuaku ini.
#SUATU KETIKA
Suatu ketika pada siang hari di sela waktu agak kosong. Aku pernah berusaha mengganti oli mobil yang sudah beberapa lama tidak pernah diganti.
Aku memang lumayan mengerti mesin, meskipun tidak terlalu mahir seperti mekanik. Sekedar mengganti oli kulakukan di rumah secara manual tidak terlalu sukar. Biasanya tutup packing oli dibuka selama 12 jam sebelum diganti oli baru karena aku tidak punya kompresor untuk membersihkan bagian dalam mesin.
Mama Sisca menghampiri dengan pisang goreng dan segelas kopi di mug kaleng milik Bapak Mertua untuk diberikan padaku.
“Pisang dan kopinya di meja ya Mas." Mamah Sisca mengenakan daster warna merah dengan pita ditengahnya, "benar-benar imut ibu mertuaku ini" pikirku.
“Terimakasih Mamah sayang” balasku seraya melanjutkan pekerjaan.
Mama Sisca menghampiri dan ikut melihat aku yang sedang mengecek oli di besi pengukur.
“Musti diganti ya olinya?” Tanya Mama Sisca
“Iya nih, sudah lama agak bau tengik”. Jawabku.
“Memang tahu tengik dari mana?” Mama Sisca meneruskan bertanya memperhatikan dengan sedikit penasaran mendekat ke samping kiriku.
Aku dekatkan besinya ke hidung Ibu Mertuaku, ketika dia mau mencium baunya aku sentuhkan minyak itu ke hidungnya.
“Ya ampun, kamuuuu…” Sambil menepuk pundakku dan kemudian membersihkan hidungnya dengan tangannya.
Mama Sisca kesal melihat aku yang tertawa melihat dia.
“Baunya gak enak tau…” protes Mama Sica seperti gadis remaja yang manja dengan pacarnya.
Aku langsung merangkul Mama Sisca, kemudian aku bersihkan hidungnya dengan kain di kantongku.
Kubersihkan sambil kuperhatikan hidungnya, sangat dekat wajah Mama Sisca di hadapanku…kemudian bibir menantu dan mertua bertemu di depan kap mobil yang terbuka.
Aku menikmati perlahan ciuman ini ke bibir Mama Sisca. Mama Sisca juga merasakan hal yang sama. Tatapan perempuan yang sedang jatuh cinta.
Tangan kiriku memeluk pinggangnya, dan tangan kanan mengelus rambut Mama Sisca.
Tangan Mama Sisca mulai meraba-raba bagian celanaku kali ini.
“Keluarin saja sayang…” Ucapku pada Mama Mertuaku.
"Sebentar..." Mama Sisca berusaha menurunkan celana pendek ku dan dilanjutkan menurunkan celana dalamku sebatas paha.
Mama Sisca melihat manja ke arah batang kejantananku yang mulai berdiri tegak sempurna.
Aku memagut bibir Mama Sisca. "mmmmppphhh...mmmuummhhh..."Suara Mama Sisca diperlakukan demikian.
French kiss yang disertai kocokan tangan Mama Sisca pada menantunya. Lidah ku bertamu di mulut Mama Sisca ditanggapi sedotan sedikit menggigit dari Mama Sisca.
Tanganku ku arahkan meremas pantat Mama Sisca dan memeluk Mama seerat mungkin. "Pantat montok" batinku.
Sejenak ciuman terlepas...
“Udah keras banget Ale…” kata Mama Sisca yang menggenggam batang kemaluanku dengan tangan kanannya.
“Ke kamar Mama…” ajak Mama Sisca.
Aku langsung berinisiatif “Disini aja Mah.”
“Hah, dimana? disini?”
Aku tarik besi kap.
"Jeglek..." bunyi ketika aku tutup kap mobil Bapak Mertuaku. Kemudian aku angkat Mama Sisca duduk di kapnya.
Aku singkapkan bagian bawah daster tanpa lengan Mama Sisca. Mama Sisca mengangkang memperlihatkan celana dalamnya yang tepat mengarah ke kelamin suami anaknya sendiri.
kakinya ditekukan di bemper mobil.
“Sebentar sayang” Aku menarik celana dalam Mama SIsca. Mama Sisca mengangkat pantatnya mempermudah celana dalam itu keluar dari kakinya.
Wajah Mama Sisca sangat menggemaskan melihat aku memperlakukan dirinya seperti itu.
Pipinya terlihat noda oli terpapar dari noda pada wajahku.
Kali ini vagina Mama Sisca merekah seperti kelopak bunga mawar yang bertemu sinar mentari pagi.
Vagina yang siap bertemu dengan penjantan milik putrinya sendiri.
"Kamu tuh suka yang aneh-aneh ya...?" Mama Sisca menatapku bitchy kali ini.
"Dasar..." Lanjut Mama Sisca sambil melihat aku yang sibuk mengukur kekerasan penis ku sendiri.
Mama Sisca memeluk bahuku kali ini sambil melihat ke bawah.
Aku mulai mengarahkan dengan jari dan menggesek-gesekan kelamin ku ke bibir vagina Mama Mertuaku tersayang.
Sambil aku meraba kebasahan vagina Mama Sisca untuk memastikan dia siap dimasuki kelaminku.
“Ahhh Sayang…akh geli…” Ujar Mama Sisca sambil sesekali wajahnya mendongak ke atas seakan menatap langit-langit.
Tidak kusia-siakan kesempatan ini, aku cium lehernya seketika.
Mama Sisca menggelendot dan melenguh manja sekali.
Iseng aku masukan jari aku ke mulut Mama Sisca. Mama Sisca menjilat-jilat jariku. Padahal bekas kumasukan untuk meraba kebasahan memeknya sendiri.
"Benar-benar dilanda nafsu" Mama Mertuaku yang menggemaskan ini.
Kepala konto# ku ku sudah mengarah ke posisi tepat. Mama Sisca merespon dengan memajukan pantatnya agar kelamin menantunya bisa segera masuk ke dalam rahimnya.
"Bisa binal lama-lama" batinku bergejolak. Kasihan juga jika selamanya berhubungan tanpa status yang layak dengan perempuan ini pikirku.
Mama Sisca tidak layak mendapatkan ini. Tapi aku bernafsu dengannya, dan dia sudah ikut terbawa nafsu berahi sebagai perempuan.
Keadaan Mama Sisca membuat aku menyadari hal yang lebih mengerikan dibandingkan pemerkosaan adalah ketika si korban menikmati pemerkosaanya itu sendiri.
Bayangkan jika itu adalah istriku sendiri misalnya yang diperlakukan demikian oleh orang lain. Bisa gila aku jadinya...
Mungkin Sigmun Freud benar bahwa sex adalah pusat dari hasrat dan pikiran manusia.
Benar-benar gila dan nyata adanya.
Ketika ego mendapatkan kesempatan untuk berkuasa atas dasar kebutuhan biologis, maka hasilnya adalah perempuan yang sejatinya ibu dari istriku sedang menunggu kelaminku memasuki rahimnya.
Begitu terbiasanya Mama Sisca dengan kelamin aku yang merupakan suami dari anaknya sehingga hilang semua batasan norma, agama, dan budaya.
Yang ada adalah perasaan hasrat pemenuhan kepuasan sexual.
Tentunya ini sudah lebih dari itu. Ini sudah melibatkan perasaan dan hati 2 insan yang dilanda badai cinta dan cendrung posesif. Minimal aku yang mulai merasakan demikian.
Mama Sisca menatapku dalam…
“Masukin ke punya ku...” Pinta Mama Sisca. Suaranya merdu sekali agak mendesah, dan memohon ditelingaku. Memang kuakui suara Mama Sisca tipe suara nganenin. Suara dia tidak terlalu tinggi, timbrenya empuk. Seempuk payudaranya.
Mungkin tipe suara Mama lebih dekat dengan Raisa jika dibandingkan dengan Isyana kalau boleh aku memberi gambaran.
Aku terobos vagina Mama Sisca dengan batang kejantananku. Kali ini agak lebih mudah, karena kelembaban dari cairan vagina Mama Sisca.
Tangan mama Sisca memeluk leherku, aku pagut bibir Mama Sisca.
Aku mulai memaju mundurkan batang konto@ ku ke dalam aset Mama Sisca. Mama dari Smita istriku sendiri.
Kami melakukan dengan pelan dan penuh perasaan di atas kap mobil milik Ayah Mertuaku.
Goyangan shock beker seirama dengan rintihan nafas dari Mama Mertua.
“Aiiihhhh, akhhh…ahhhh…Ale Sayang…” Mama Sisca mendesah seraya menyebut-nyebut namaku.
“Mama sayang…akhhh...mamahhh” aku membalas sembari memaju-mundurkan batang kemaluanku pada kemaluan Mama Sisca.
“Panggil Sisca saja Mas…Dik Sisca…” Pinta Mama Sisca padaku.
Aku terdiam sejenak menatapnya memohon…pantat Mama Sisca tetap dimajumundurkan ketika aku terdiam.
“Kenapa diam? goyang lagi, goyang lagiii Mas…" Harap Mama sambil memajumundurkan panggulnya menghisap batang kejantananku.
Aku tersenyum dengan permintaan dia.
“Adik Sisca Sayang…akkhhhhh…” Aku melanjutkan gerakan memasukan sedalam-dalamnya konto#ku ke rahim Mama Mertuaku ini.
Dia berteriak histeris “Akhhhhhh…” kulanjutkan dengan menggerakan panggulku dengan tempo cepat dan dalam.
“Akhh akhhhh ahhh…"seirama dengan kecepatan hujaman batang konto# ku ke dalam memek Ibu Mertuaku ini
Mama Sisca menuntun tanganku meremas payudara dari balik dasternya.
Aku meremas tanpa bersentuhan dengan kulit.
Aku agak khawatir jika harus melepas semua pakaian kali ini.
Kami bercinta di parkiran yang memang tertutup pagar tinggi. Tapi bisa saja sewaktu-waktu ada orang yang bertamu ke rumah seperti kejadian Raras datang tempo hari.
Beberapa menit kemudian…
“Mah turun , balik badan Mah…” Pintaku…
“Panggil aku Adik…” Pinta Mama Sisca.
Aku tersenyum “Dik Sisca balik badan…Mas mau lihat pantat Dik Sisca” lanjutku memohon.
Mama Sisca tersenyum agak genit padaku. Dia turun dari kap mobil sembari menatap wajahku. "Nakal banget" ucapan batinku melihat tatapan Dik Sisca Mama Mertuaku ini.
Mama Sisca baik badan dan tanpa diperintah meregangkan kedua kakinya.
Kusingkapkan daster batiknya ke atas…terlihat tanda bekas lahir yang menjadi ciri khas keluarganya. Mama Sisca tangannya bertumpu pada bemper mobil. Dia hanya menunggu perlakuanku padanya.
Aku ludahi kelaminku beberapakali.
Kutatap lubang matahari dan vagina yang merkah indah tepat di bawahnya.
Kupegang panggul Mama Sisca. kemudian ku arahkan konto# ku ke vaginanya.
Setelah beberapa saat
“Akhhhhh...kh Aleee…” Rintihan Mama Sisca ketika kelamin menantu menerobos kemaluan Ibu Mertua.
Aku goyangkan perlahan-lahan…
"Akhh akhhhhhh…enak banget Dik Sisca” desahanku memancing gairah Mama Sisca Wardani Ibu Mertuaku.
"Makasih ya Dik...Mas seneng banget bisa begini"...Kata-kataku meluncur hanya ditanggapi suara perempuan dilanda kenikmatan luar biasa di kelaminnya "Akhhh akhhh..."
Keringat mengucur deras menemani persetubuhan anak menantu dan ibu mertua di mobil Bapak Mertua.
Kuperhatikan selama memajumundurkan batang konto# ku pantat Mama Sisca merekah indah.
Aku berinisiatif meludahi bagian pantat Ibu Mertuaku ini.
Kucoba masukan jari telunjuk kedalam pantat Mama Mertuaku ini sembari melakukan goyangan melambat.
Terlihat agak membesar lubang pantat Mama Sisca setelah aku masukan jari beberapa saat.
“Alee…apa itu akkhhh…ahh…?” Tanya Mama disela-sela goyanganku.
"Enak ga Dik Sisca?” Tanyaku pada Mama Sisca.
“Akhhh geli tapi agak sakit akkhhh…” kata Mama Sisca.
“Gak papa sayang, sebentar lagi enak…” ujarku menenangkan.
Setelah beberapa saat aku mencoba nego.
“Mah pantat Mama Ale perawanin ya?” pintaku…
“Hahhh? Jangan Alee…belum pernah” ucap mama Sisca khawatir.
"Tok tok..." terdengar suara gerobak bakso di kejauhan mengarah ke arah rumah.
Aku cabut batang kemaluanku, dan kuarahkan ke lubang pantat Mama Sisca setelah jariku terasa longgar mengukur lubang pantat Mama Sisca yang membesar mengikuti jari.
“Akhhhh aduuhhhh Aleeee…” Teriak Mama Sisca.
"Tok Tok Tok…" suara tukang bakso terdengar semakin dekat depan rumah.
“Jangan teriak Dik Sisca…ada orang di jalanan” ujarku pada Mama Sisca.
“Tahan sedikit sayang…” aku menenangkan Mama Mertuaku.
Mama Sisca meringis kesakitan sembari menutup mulutnya sendiri dengan kedua tangannya…
Konto#ku semakin masuk kedalam lubang matahari Mama Sisca.
“Hiikkkk sakittt Aleeee…” Suara Mama Sisca.
Teringat ketika aku memperawani Smita, anaknya Mama Sisca dulu pada malam pertama. Kesedihan dan kebahagiaan menjadi satu saat ini. Perasaan yang sulit dilukiskan dari diriku.
Hal ini tentunya berbeda saat ini.
Aku yakin Ibu Mertuaku sedang kesakitan ketika pertamakali pantatnya dimasuki kemaluan lelaki.
Aku menenangkan dia sejenak…
"Tok Tok Tok” suara bakso terdengar semakin dekat ke arah depan rumah.
“Mah, jangan bersuara ya…malu kalau orang lain tahu Mah” ujarku pada Mama Sisca.
Aku melihat Mama hanya menganggukan kepala sambil menutup mulutnya.
“Mama relax saja. Ale sudah masukin semua Mah…Ale goyang pelan-pelan yah…”
Ketat sekali pantat Mama Mertuaku…
Aku ludahi pangkal batangku agar menjadi pelumas untuk memompa Mama Mertuaku.
Aku mulai goyangkan sedikit demi sedikit…pantat Mama Sisca belum bisa menyesuaikan gerakanku.
Hanya terdengar suara meringis “hmphhh hmphhh hikkss…” diselingi suara agak menangis dari bibir Mama Sisca.
Aku pegang pantat Mama Sisca…aku telusuri segala bongkahannya sambil aku maju mundurkan batang konto# ini ke dalam lubang pantat Mama.
Aku meyakini vagina Mama Sisca sedang terbuka lebar dibawah sana. andaikan ada kamera dari bawah pikirku.
“AKHHHH…SAKITTT ALEEE, SAKITTT,,,”Mama Sisca agak memberontak dengan suara yang sangat merintih menyebabkan aku segera melepas kemaluanku dari pantatnya.
"Tok Tok Tok…” bunyi bakso tepat berada di depan rumah kali ini.
Mama Sisca menangis tersedu dan jatuh kelantai.
Aku sontak memeluknya di lantai garasi. Aku memang bernafsu, tapi aku juga manusia. Kesedihan Mama Sisca dapat kurasakan saat ini akibat perbuatanku. Aku begitu egois tadi. Memang pantat Mama Sisca berhasil kuperawani, tapi aku tidak menakar akibatnya.
Perlahan aku menenangkan dengan membelai Mama Sisca…
“Tok Tok…Bakso ! bakso !” teriak tukang bakso ke dalam rumah.
Mungkin teriakan Mama Sisca tadi seakan terdengar memanggil tukang bakso barangkali pikirku.
“Nggak Mas…” Teriakku ke luar garasi.
Sekilas aku melihat wajah tukang bakso seakan celingak celinguk mencari sumber suara. "Tok Tok...."dia memukulkan kentongan bakso beberapa kali. Kemudian gerobak mulai bergerak lagi.
Perlahan kudengar gerobak bakso menjauh dan menghilang dari depan rumah.
Agak lama kami dalam posisi seperti ini.
“Kamu ngapain si Ale, jahat banget…” protes Mama Sisca sambil diselingi isak tangis.
“Mama gak mau digituin…” lanjut Mama Sisca.
“Maafin Ale ya Mahhh…” aku mengiba padanya. Tidak kusangka kalau akibatnya tidak seperti yang kubaca pada cerita-cerita di forum dewasa sebelumnya.
Ekspresi kesakitan, bukan hanya kesakitan…direndahkan dan dilecehkan sebagai perempuan bisa ku baca dari ekspresi Mama Sisca kali ini.
Rasa sayang ini membuatku bertekad tidak akan mengulanginya lagi padanya. Dikasih memeknya saja sudah sangat beruntung pikirku.
Sangat jarang menantu yang bisa meniduri mertuanya sesuka hati. Aku salah satu yang beruntung dan berdosa bisa melakukannya.
Dosa kenikmatan pastinya...
“Mah, kita ke dalam yah…” bujukku pada Mama Sisca.
Mama Sisca kemudian kuangkat untuk berdiri, dan kugandeng ke dalam rumah.
Agak kesulitan berjalan Mama Sisca kali ini.
Mama Sisca lambat laun mulai merasakan rasa sayangku padanya.
Aku berinisiatif untuk mandi berdua dengannya karena banyak kotoran dan oli disekitar badan kami.
“Jangan lagi Ale…” Pinta Mama Sisca disela sabunanku pada punggung Mama Sisca ditemani kucuran air dari shower kamar mandi.
"Jangan digituin lagi ya (anal) , bener yaaa..."Mama Sisca tampak trauma kali ini.
Aku merespon dengan memeluknya dibawah pancuran air shower yang mengalir lembut membasahi sekujur tubuh.
Mama Sisca kubalikan menghadapku…kami bertatapan, dan sesaat kemudian ciuman demi ciuman terjadi di antara Mama Sisca dan menantunya.
Kami saling berpelukan erat...
“Mamah! Mahhh!” Teriak orang di luar kamar.
Sontak aku dan Mama Sisca panik.
“Risca…!” Ujar Mama Sisca padaku.
Ceklek…Risca masuk ke dalam kamar.
"Mahhh…lagi mandi ya?” Risca berada di depan pintu kamar mandi. Memang jam Risca pulang sekolah sekarang.
Sekali lagi lengah aku kali ini.
BERSAMBUNG...