ADA APA SEBENARNYA?
Malam itu aku, smita, mamah sisca mendengarkan cerita dari Raras.
Risca berada di kamarnya, sementara anak Raras sudah tidur dikamar Mama Sisca.
Permasalahan rumah tangga.
Namun kali ini memang agak pelik urusannya.
Raras menceritakan peristiwa ini terjadi ketika Raras tanpa sengaja melihat isi message wa di ponsel affandi, suami Raras.
Singkat cerita ponsel Affandi rusak setelah sekian lama tidak pernah diganti. Raras berinisiatif membelikan namun Raras sebagai istri ingin memiliki yang serupa.
Kemudian Affandi mengganti card dan segala memory di ponsel yang baru.
Permasalahan timbul ketika suatu hari Affandi kerja dengan membawa ponsel Raras yang dikira miliknya.
Karena serupa, dan key yang diberikan juga dibuat oleh Raras, maka Raras bisa membuka akses ke ponsel baru suaminya.
Bermulai dari peristiwa liburan akhir tahun di puncak tahun lalu.
Ketika itu masuk pesan dengan gambar bibir Raras di cium oleh Bram yang merupakan teman Andi. Tertulis “Akhir tahun ini jadi ya tukeran seperti lalu?”.
Terdapat 2 gambar di ponsel
Pertama gambar Raras di cium, kemudian payudara yang diremas dengan background wajah Raras memejamkan mata.
Memang pada akhir tahun lalu Raras dan Affandi sekeluarga menginap di sebuah villa bergambar buah khas malang di sekitar daerah pegunungan.
Pada saat itu mereka menginap bersama 2 keluarga lain yang merupakan teman dari Affandi di salah satu komunitas otomotif.
Memang Affandi suka dengan mesin-mesin mobil yang terlihat gagah untuk kalangan pria.
Permasalahan utamanya adalah Raras tidak ingat kapan dia dicium dan diremas payudaranya oleh Bram yang merupakan teman Affandi.
Kejadian itu tampaknya terjadi tidak dalam kesadaran Raras.
Aku memang pernah mendengar dari sebuah forum mengenai orang bertukar pasangan dengan mencabuli pasangan temannya. Biasanya tidak dilakukan penestreasi.
Hanya digesek-gesekan dibibir vagina.
Moment diakhiri dengan Cum In Face, atau sekitar lapisan luar vagina. Sangat dilarang penestrasi karena kondisi perempuan tidak dalam fase siap bersenggama.
Momen lain yang dilarang adalah Cum in Mouth karena bisa menyebabkan pasangan teman kita tersedak dan tidak bisa bernafas karena.
Biasanya ini untuk hiburan suami-suami kurang akhlak.
( Seperti aku , tapi aku belum pernah sih hehehe… )
“Ya ampun Rasss…” Istriku menenangkan Raras yang bercerita sambil menyeka air matanya sendiri.
“Tega banget Affandi…” Ibu mertuaku menimpali.
Singkat cerita,
Peristiwa itu memicu pertengkaran Raras dan suami di telepon.
Buntutnya Raras menangis dan bercerita di meja saat ini. Dia benar-benar butuh teman untuk bercerita sekarang.
Lusa hari sebuah panggilan telpon masuk dari Affandi suami Raras ke nomer ku.
Affandi bertanya keadaan Raras dan Didit.
“Baik-baik di.” Jawabku
Affandi agak sungkan, seperti menerka-nerka apakah aku mengetahui semuanya.
“Andi kita sama sama laki-laki, itu peristiwa biasa. Aku sudah tahu. Kemarin Raras sudah cerita”.
Affandi lantas berkata “Lalu saya musti bagaimana ya Mas?” terdengar pasrah sekali suaranya.
Buntut perkara ini bisa saja sampai pengadilan apabila kondisi Raras saat itu sedang tidak sadar. Ini bisa jadi sebuah kasus pemerkosaan.
Aku tahu terkadang pria baik-baik pernah jatuh 1 , 2 kali dalam kelabunya kehidupan.
Kita semua tentunya mengejar kesempurnaan. Tapi apalah artinya kesempurnaan tanpa kebangkitan dari kejatuhan.
Aku berusaha untuk memberikan saran bijak kali ini.
Bijak-bijak Ngehek barangkali, jika karena saranku malah membawa kerunyaman lebih pada hubungan mereka.
“Beri waktu Raras menenangkan diri dulu. Beberapa hari lagi aku kondisikan supaya kamu bisa ngobrol sama Raras di sini”.
“Baik Mas Ale, terimakasih ya” Affandi mendengarkan saranku.
Affandi sebelumnya sudah ke rumah hari kemarin. Pada saat itu Andi bertemu dengan Mama Sisca. Mama mertuaku menyarankan dia untuk menanyakan saran dariku.
TUNGGU!!!
Jika teringat saranku pada Affandi mengenai beberapa hari lagi.
Bagaimana bisa aku mengetahui beberapa hari lagi?
Mungkin sebagian bertanya-tanya.
Tentu saja aku melihat dari jam kamera pengintai ketika Raras mengganti baju kemarin.
Saat itu aku menonton Raras sepertinya habis mandi dan ingin mengenakan baju di kamarnya. Ketika keluar dari kamar mandi, Raras melepas handuknya. Aku dapat melihat payudara Raras yang terbuka, sementara celana dalam berwarna putih sepertinya sudah digunakan dikamar mandi sebelumnya.
Payudara Raras sangat besar , mungkin fase akhir menyusui pikirku. Urat-urat agak kebiruan terlihat samar di payudara putihnya. Warna bahunya senada dengan payudaranya. Sama-sama putih. Sexy banget Raras pikirku.
Pantat Raras menjadi salah satu yang belum benar-benar aku lihat. Karena dia sudah mengenakan celana dalam di kamar mandi.
Namun dari bentuknya sudah jelas salah satu bagian favoritku.
“Suatu saat aku akan benamkan lidahku ke dalam pantat itu batinku.”
Pada saat itu aku melihat ketika Raras agak membetulkan posisi celana dalamnya. Sekilas bentuknya agak tebal tanda dia sedang menstruasi.
Itulah mengapa aku katakan "beberapa hari lagi".
Pasti jika Affandi berbicara dengan Raras saat ini kondisinya akan jauh lebih emosional. Akan lebih baik ketika emosinya stabil saat fase menstruasi Raras selesai. Pada saat itu pasti Raras lebih tenang ketika berbicara dengan suaminya pikirku.
Malam setelah aku melihat Raras telanjang di depan kamera, membuatku melampiaskan hasrat pada Smita.
Smita sampai heran, aku men dogy style istriku agak liar sampai dia meringis-ringis di bawah bantal agar suaranya tidak terdengar. Aku sampai membuat Smita meringis menangis karena menampar-namar pantatnya. Agak kasar memang saat itu.
Tanda di bagian pantatnya membuat aku gemas. Suatu saat tanda di pantat Mamah Sisca juga harus merasakan tamparan dari suami anaknya. Tanda yang katanya juga ada di Risca adiknya.
“Honey how come you can be so wild today…Aku sakit tau digituin”.
Ucap Smita selesai kami bercinta. Aku menenangkan dengan memeluknya sepanjang malam.
Smita gak tau pantat sepupunya yang membuat aku jadi begitu lancang menghukum istriku dengan tidak adil.
KANGEN MAMA SISCA
Permasalahan Raras tidak membuat aku dan Mama Sisca tidak saling intens berkomunikasi. Justru rindu yang beberapa hari ini tidak tersalurkan, mulai menampakan gejolak minta dipenuhi.
Ketika sedang mencuci piring misalnya, aku berinisiatif memegang tangan Mama Sisca sembari membantunya mencuci piring. Sekilas seperti sedang membantu mencuci piring. Padahal, jari-jari orang kasmaran sedang saling melepas rindu.
PADA SUATU PAGI
“Mah aku pengen nih” kuucapkan dibelakang telinga Mama Sisca ketika mencuci piring.
Mama mertua menengok ke belakang.
“Ada Raras tuh Mas” Mama Mertuaku tampak khawatir.
“Nanti saja jam 10 an.” lanjut Mama mertua.
Biasanya jam 10 Raras akan menidurkan Didit sampai sekitar jam 12 an supaya setelah makan siang bisa belajar permainan dengan bentuk-bentuk yang terbuat dari kertas warna warni.
Aku iseng menarik bagian depan daster Mama Sisca sembari melihat isi di dalamnya.
“Ichh menantu nakal banget, gak enak ada Raras Ale” ucap Mama Sisca semakin cemas sembari menegok ke belakang.
Di ruang tamu terlihat Raras sedang bermain dengan anaknya.
“Ya udah, Ale main sama Didit dulu ya, habis itu aku ke kamar atas ya Mah mau siapin pekerjaan dulu untuk nanti siang. “
Aku menghampiri Raras.
“Itu Om tuh” ujar raras pada Didit
“ Didittt, main apa?”tanyaku pada Didit.
Didit menunjukan clay di tangannya.
Aku ikut bermain dengan memegang clay dari Didit.
“mainan apaan sih nih? gemes banget pengen pencet-pencet” tanya ku.
Raras hanya tertawa, “nih pencetnya begini lho Dit…” aku tunjukin ke Didit aku ambil segumpal langsung aku pencet-pencet sampai berbentuk bulat mirip puting payudara. Didit seperti Antusias melihat jariku. Teringat bentuk punya mamanya sepertinya.
“Eh anak aku jangan diajarin yang enggak enggak lho Mas…” ujar Raras agak curiga melihat aku mempermainkan clay itu.
“Ini beneran Ras, dia harus segera memahami dunia” sambil fokus pada Didit.
Raras tertawa mendengar penjelasanku.
“Tapi gak umur segini juga”.
“Mirip punya Mama ya Dit?” Aku menunjukan pada Didit. Raras seketika mencubut pinggang aku.
“Aduh sakit Ras” ujar ku.
“Habis omnya ngajarin gak bener nihhh..."
Didit berujar “Mama…” sambil tangannya menunjuk untuk meminta clay yang aku buat.
“Tuhkan Didit aja mau” Raras kemudian ingin mencubitku lagi, sejenak aku rasakan lembutnya tangan Raras. Aku segera beranjak dan memberikan clay itu ke Didit.
“Aku ke atas dulu ya, mau persiapan buat kerja siang”. ujarku.
Raras “Iya om, sambil menyuruh Didit dadah padaku”.
Aku lihat Raras sexy banget pakai baju daster tidak berlengan punya istriku.
Samar tersembul belahan dada Raras ketika aku dalam posisi berdiri seperti ini.
Raras yang agak terganggu dengan tatapanku berkata
“Udah, ngapain liatin begitu”.
“Kayak kenal bajunya”. Balasku modus, padahal dari tadi arah mataku ke belahan dada Raras.
“Pinjem dulu, lagi jadi pelarian”. sambil menunjukan ekspresi manyun.
Aku hanya tertawa dan meninggalkannya dan Didit.
Di kamar atas
Aku ada schedule penawaran sekitar Pkl.14.00 di kawasan sekitar pusat niaga. Waktu tempuh sekitar 30 menit dari sini. Aku harus jalan sebelum Pkl.13.00
Aku menyiapkan bahan presentasi dan mempelajari mengenai calon buyer yang akan kutawarkan ini.
Siapa saja keluarganya, nama belakang merujuk pada keluarga siapa, teman-teman dekatnya, hobby, ketertarikan terhadap model property, dll.
melalui berbagai media sosial, aku bisa mempelajari mengenai kemungkinan jenis apa yang bisa aku tawarkan untuk memenuhi selera dari hot prospek ku ini.
“Serius banget” sambil agak berbisik Raras menggendong Didit yang samar-samar mengantuk di apit olehnya.
Pintu kamarku memang kubiarkan terbuka. Raras menuju kamarnya melewati kamar aku dan istri.
Aku hanya tersenyum di sapa demikian karena takut mengganggu Didit yang terlihat mengantuk.
Raras kemudian menuju ke kamarnya untuk mengeloni anaknya agar bisa tidur sampai jam makan siang.
“Ceklek” pintu kamar tamu ditutup oleh Raras.
Semua bahan sudah aku siapkan, tinggal presentasi.
Sebelum itu aku butuh energi dari Ibu mertuaku yang saat ini pasti sedang dikamar.
Jam menunjukan pukul 10.12 pagi.
Aku menuju ke lantai bawah. Mama mertua baru selesai memasak makan siang.
Mama tersenyum melirik kepada ku sambil menuju ke kamarnya.
"Mau mandi dulu.” Kata Mama. Memang ada kamar mandi dalam di kamar Mama Sisca.
“Aku temenin” Jawabku. Aku lihat Mama Sisca hanya tersenyum.
Ketika pintu kamar ditutup, bagaikan diterjang ombak samudera Hindia, tidak pakai mandi, tidak perduli bau badan.
Kami saling berpelukan seraya Mama Merua menyebut namaku "Aleee...".
Mama mertua mencium bibirku langsung didepan pintu.
"Sayanggg..." ucap Mama Sisca lagi seperti gemes banget.
Aku langsung saja melepaskan daster Mama Mertua, dan menurunkan celana dalamnya.
Entah sejak kapan semua pakain ku sudah berceceran di lantai.
Batang yang sudah tegang sempurna meminta kemanjaan dari pemilik haknya pagi ini.
“Mah , Isep dong” pintaku
Mama Sisca mendorong aku duduk di ranjang, dan berlutut di depan kelamin suami anaknya sendiri.
Mama beringsut sedikit menunduk dan menjilat kepala konto# ku.
Sambil digenggam dan diurut naik turun Mama Sisca menjilat-jilat seperti menjilat lolipop.
Aku teringat ketika Smita menjilat punyaku pertama kali. Sangat berbeda kali ini ketika mama istriku sendiri yang melakukan.
Kali ini tanpa pengaruh obat apapun. Hanya dengan kesadaran dan kemauannya sendiri. Kemauan untuk bersetubuh dengan menantunya
Aku yang keenakan mulai agak mendesah, sekaligus memancing gairah Mamah Sisca.
"Akhhh...Sisca sayang" aku memanggil namanya.
Benar saja, mendengar aku mendesah Mama Sisca mulai bersemangat menggoyang-goyangkan kepalanya.
Aku membelai rambutnya yang masih terikat dengan cepol pendek. Sesekali aku remas payudaranya yang montok terlihat samar disela-sela aksi mama Sisca mengisap kemaluanku.
Aku tarik batang kepala konto# ku keluar, Mama Sisca melihat biji pelirku sambil mulutnya masih membuka.
Menggairahkan bagi siapapun yang melihatnya.
“Jilat sayang” pinta ku mengiba menunjukan biji pelirku sambil ku angkat batang konto# ku ke atas.
Mata kami bertatapan. Aku tahu ekspresi itu. Ekspresi orang yang sedang sayang-sayangnya.
Mama Sisca langsung mengulum biji pelirku sambil menatap wajahku. Seluruhnya dimasukan kedalam mulutnya kemudian Mama merem menikmati sensasi di mulutnya. Telihat kilatan-kilatan basah akibat jilatan Mama dipermukaan kelaminku.
Aku berdiri dan membaringkan Mamah Sisca. Kepalanya aku sandarkan dengan bantal, dan kaki Mamah Sisca aku kangkangkan di tepi tempat tidur
Kali ini tidak ada rasa malu sama sekali.
Hasrat untuk dituntaskan segera melihat waktu yang ada membuat aku tidak perlu terlalu lama menikmati fase foreplay.
Aku jilat sebentar, kemudian ku ludahi vagina Mamah Sisca. Ludah ku berikan pada batang konto#ku agar bisa segera masuk.
Perlahan kepala konto# ku ku gesekan ke bibir vagina Mama Sisca.
Mama hanya menatap ke arah vaginanya yang sedang berusaha ditembus kelamin suami putrinya sendiri.
Ketika sudah sampai pada posisi pas, kepala Mama Sisca menatap ke langit-langit menikmati sensasi kemaluannya ditembus konto# menantunya.
“Akhhhh Ale, pelan…” racu Mamah.
“Mah, enak banget Mah…kayak anak gadis” pujiku asal-asalan.
Setelah beberapa saat masuk setengah aku terdengar suara "ouchhh..." dari mulut Mama Sisca.
Aku mulai majukan lagi seluruhnya.
Batang kemaluanku sudah tembus sepenuhnya ke dalam memek Mamas Sisca saat ini…Perlahan kemudian...
Aku mulai memajumundurkan batang kebanggaan mertuaku ini.
Tanganku kuarahkan pada pinggangnya agar bisa menghujam penisku lebih dalam disetiap hentakan. Tangan Mama Sisca mencengkram tanganku. Sexy banget Mertuaku saat ini pikirku.
Memek Mama Sisca merespon dengan menghisap ketika aku menekan dan menarik.
Terlihat garis putih di mata Mamah Sisca. Tanda yang sudah bisa ku kenal ketika Ibu Mertuaku ini sedang keenakan.
Tangan ku arahkan ke payudara Mamah Sisca dan ku remas-remas.
Sesekali Aku gesekan klitoris Mama Sisca dengan jempolku.
Sesekali juga aku menghisap payudara Mama Sisca. Agak gemas, terkadang kuberikan sedotan agak keras di tepi payudara mama Sisca.
Terlihat bekas cupangan setelah aku melepas bibirku dari payudara Ibu Mertuaku.
Keringat mulai membanjiri dan bersatu di sekitar area perut, pusar, lengan dan dada Mama Sisca.
Mengkilat seperti sinar sunrise di pantai Banyuwangi.
Hanya ada deruan nafas memburu, erangan kenikmatan, racuan kepasrahan dan darah yang terasa mengalir lebih cepat dari biasanya.
“Ahh, akhhh, gede banget Ale…akhhh...” Racu Mama Sisca, aku memompa seperti
piston minyak bumi yang mengambil inti energi dari sumbernya.
Setelah sekian lama tampak Mama Sisca, mulai bergetar tanda orgasme akan melanda Ibu Mertuaku.
Aku yang menyadari kemudian berinisiatif, untuk mengeluarkan batang konto# ku seketika.
“Yahhhh...Jangannn Aleee..ahhhh“ Mama Sisca meracu dan protes kuperlakukan demikian.
Aku hanya tersenyum melihat dia kepalang tanggung bernafsu namun mendapat ruang hampa.
“ Kamu jahat banget sih ”. Protes Mamah sambil berbicara agak manja dan kesal.
“ Balik badan! ” perintahku.
Mamah yang ingin segera dipuaskan tanpa banyak protes lalu mengambil posisi
“Kayak gini ?” Mama berlutut di tepi tempat tidur agak kebingungan.
Aku gemas melihat posisinya sekarang.
Aku tertawa lalu memeluknya dari belakang dan menatap wajah Mamah Sisca dari atas kepalanya.
Mama Sisca menatap ke atas melihat wajahku sambil tangannya menggenggam tanganku dari samping.
Kami benar-benar mirip seperti kekasih kali ini.
Aku hanya tertawa melihat kebingungannya. Dia tetap melihat wajahku sambil mendongak ke atas.
“Jangan diketawaaainnnn” Protes Mamah Sisca. Sangat menggemaskan perempuan ini.
“Menungging sayang” pintaku lembut.
Mama Sisca lantas mengerti maksudku.
Mamah Sisca membuka kakinya, kemudian membungkukan badannya. Terbuka merekah vaginanya kali ini.
Aku turunkan lebih rendah kepala Mamah Mertuaku ke kasur. Mamah Sisca melihat ke samping.
Pantatnya menungging menjulang seperti gunung yang megah dan agung.
Pantat yang luar biasa dengan tanda lahir di sebelah kiri pantat Mamah. benar-benar mirip milik Istriku. Aku elus tanda itu, untuk kutandai
sebagai kepunyaanku kali ini. Aku kecup dibagian tanda lahir itu.
Aku menunduk melihat ke vagina perempuan ini.
Pantat yang sangat mengagumkan.
Terpampang dihadapanku, lubang matahari, dan vagina perempuan paruh baya yang sangat terawat. Bibir vagina bewarna coklat tua dengan bagian dalam berwarna jambon.
Sungguh beruntung aku menjadi menantunya. Aku sangat beruntung mendapatkan mahkota kenikmatan dari wanita yang begitu setia pada pasangannya.
Aku pegang pantatnya dengan tanganku. Aku jilat lembut bagian pintu koboi milik Mama Mertuaku.
“Ahhhhh…kamu apain Ale?” Ujar Mamah Mertuaku kali ini.
“Masukin dong sayang…” Pintanya melanjutkan.
Tentunya jika dia tidak dalam kondisi tanggung, pasti akan sulit meminta Mama Sisca melakukan posisi seperti ini pikirku.
Aku siapkan batangku untuk menerobos kemaluan Mama Sisca.
Aku ludahi lagi sekitar vagina Mama Sisca.
Aku baluri jariku dengan ludah dan ku oleskan pada bagian pintu vagina Mama Sisca.
Mulailah aku mengambil posisi dan tancapkan kepala kontolku ke bibir vagina ibu mertuaku. Ku pegang erat-erat kedua pantat bohay di depanku kali ini, bagai tak akan pernah kulepas lagi.
Lantas “Akhhhhhh Aleeee aleeee…” teriak Mama Sisca.
Teriakan itu tanda semua batang sudah mesuk sepenuhnya ke dalam vagina sang kekasih. Sejenak kubiarkan Mama Sisca menikmati apa yang tengah terjadi.
Aku mulai maju mundurkan kelaminku perlahan-lahan. Mama Sisca belum merespon goyanganku.
Sepertinya sudah lama sekali dia tidak melakukan variasi sex seperti ini.
Hanya suara-suara erangan dan desahan setiap kali aku masukan kelaminku ke vagina Mama Sisca.
Lambat laun aku bisa merasakan kedutan dari vagina Ibu dari istriku Smita.
Tangannya menarik-narik bedcover ranjang mencari pelampiasan kenikmatan.
Mama seperti sudah bisa menguasai keadaannya kali ini. Dia mulai memaju-mundurkan pantatnya tanda dia menginginkan lebih.
“ohh ohhh ohhh ohhh akhh akhh Masukin yang dalem Ale…ohhh yang dalam, dalammm...”
“akhh hohhh hohhhh…”Balasku tanpa bisa berkata-kata dan berusaha memompa sedalam mungkin.
Memek yang luar biasa pikirku. Terlalu sempurna untuk perempuan seusia ini.
Atau mungkin aku memang penggila perempuan paruh baya batinku dalam hati.
Sekitar beberapa lama, kemudian aku mulai gemas dan menampar pantat Mama Sisca.
Tidak kulihat protes dari mama.
Tentu saja bagian utama yang menjadi sasaran tanganku adalah tanda lahir Mama Sisca di bagian pantat sebelah kiri.
“PLakkk…akkhhh Ale akkhh sakit Aleee Plakkk” Agak keras kali ini tamparanku di pantatnya. Namun racu Mama Sisca tidak kuindahkan.
DIa bagaikan kuda pacu saat ini, kuda pacu yang di pecut sekuat-kuatnya agar berlari lebih kencang.
Tentu saja aku bukan sekedar menampar.
Tamparan pada pantat diselingi dengan remasan, cubitan di pantatnya. Pantat yang sangat menggemaskan.
Luar biasa.
Setelah sekian waktu aku mulai merasa kedutan di vagina Mama Sisca, kepalanya didongakan ke atas.
Momen ini tidak aku sia-siakan dengan menjambak rambut yang diikat cepol Mama Mertuaku dari belakang, dan...
"AKHHHHHHhhhhhh Aleeeeiii… ickhhh ikhhh” Teriak Mamah Seperti mengejang disertai suara menangis bahagia yang teramat sangat. Mama Sisca keluar aku dapat merasakan kedutannya di konto# ku...
Aku juga keluar kali ini...
"AAKKHHHHH...Mertua Binalll..." Racu ku sembarangan sambil mengejang tidak karuan.
“Jangannnn di dalam Aleeee, Mamah suburrrr” teriak Mama Sisca menyadari semprotan sperma di dalam kemaluannya.
Aku yang sudah tidak bisa mengontrol keluar semprotan pertama ke dalam vagina Mamah Istriku.
Namun disepersekian second aku keluarkan dipunggung dan pantat Mama Sisca.
Aku mengejang sekitar tujuh kali.
“Sial, kenapa gak bilang dari tadi” kata-kata dalam batinku.
Aku terjatuh meniban Ibu mertuaku , aku memeluknya dari belakang,
kami sama sama menikmati sisa sisa persetubuhan kami kali ini.
Mama mertua berekspresi merasakan kehangatan pelukanku. Pelukan kekasih yang lama dirindukan...Pelukan menantu pada Ibu Mertuanya. Ibu Mertua yang sangat dinafsui oleh menantunya sendiri.
“Mamah subur?” Bisik ku pada Mama Mertua.
Mama Sisca hanya terdiam saja. Nafas kami saling berkejar-kejaran seperti pelari Marathon yang mencapai garis finish.
“CLETEKKK…” Pintu terbuka sedikit.
Aku dan Mama Sisca sontak melihat ke arah pintu.
“Memang kamu gak tutup?” tanya Mama dengan ekspresi sangat kaget.
“Tutup Mah, tapi gak dikunci”jawabku.
Wajah Mama agak khawatir.
Aku dengan kondisi bugil memperhatikan dari sela pintu jika ada orang.
"Sepertinya kosong” batinku.
“Tidak. Hanya angin, mungkin tadi gak terlalu nutup” ujarku menenangkan Mama.
Aku menengok hanya bagian kepala keluar, takut ada orang. Aku tidak melihat siapapun.
Terdapat bayangan di tembok seperti orang naik ke tangga.
“Sial…” Batinku...