𝐒𝐤𝐚𝐧𝐝𝐚𝐥 #𝟑 𝐊𝐚𝐤𝐚𝐤 𝐈𝐩𝐚𝐫


Sebuah kisah nyata dengan identitas pelaku saya samarkan untuk melindungi saya dan orang-orang yang terlibat dalam kisah saya. Tadinya seluruh kisah saya akan saya tulis dalam satu cerita. Tetapi ternyata sangat panjang.

Padahal kisah ini terdiri dari episode-episode. Karenanya saya coba memecah menjadi beberapa bagian, tetapi tiap bagian (episode) dapat berdiri sendiri. Saya tidak tahu untuk apa menceritakan ini semua.

Tetapi setelah semua saya tumpahkan dalam cerita, ada perasaan lega dalam diri saya. Saya seperti terbebas dari himpitan berat selama bertahun-tahun. Inilah kisah saya.

Saya seorang pria berumur 40 tahun. Istri saya satu tahun lebih muda dari saya. Secara keseluruhan kami keluarga bahagia dengan dua anak yang manis-manis. Yang sulung, perempuan kelas II SMP (Nisa) dan bungsu laki-laki kelas 3 SD.

Saya bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi. Sedangkan istri saya seorang wanita karier yang sukses di bidang farmasi. Kini dia menjabat sebagai Distric Manager.

Kami saling mencintai. Dia merupakan seorang istri yang setia. Saya sendiri pada dasarnya suami yang setia pula. Paling tidak saya setia terhadap perasaan cinta saya kepada istri saya. Tapi tidak untuk soal seks. Saya seorang peselingkuh.

Ini semua karena saya memiliki libido yang amat tinggi sementara istri saya tidak cukup punya minat di bidang seks. Saya menginginkan hubungan paling tidak dua kali dalam seminggu. Tetapi istri saya menganggap sekali dalam seminggu sudah berlebihan.

Dia pernah bilang kepada saya, “Lebih enak hubungan sekali dalam sebulan.”
Tiap kali hubungan kami mencapai orgasme bersama-sama. Jadi sebenarnya tidak ada masalah dengan saya.

Rendahnya minat istri saya itu dikarenakan dia terlalu terkuras tenaga dan pikirannya untuk urusan kantor. Dia berangkat ke kantor pukul 07.30 dan pulang lepas Maghrib.

Sampai di rumah sudah lesu dan sekitar pukul 20.00 dia sudah terlelap, meninggalkan saya kekeringan. Kalau sudah begitu biasanya saya melakukan onani. Tentu tanpa sepengetahuan dia, karena malu kalau ketahuan.

Selama perkawinan kami sudah tak terhitung berapa kali saya berselingkuh. Kalau istri saya tahu, saya tak bisa membayangkan akan seperti apa neraka yang diciptakannya. Bukan apa-apa. Perempuan-perempuan yang saya tiduri adalah mereka yang sangat dekat dengan dia. Saya menyimpan rapat rahasia itu. Sampai kini.

Itu karena saya melakukan persetubuhan hanya sekali terhadap seorang perempuan yang sama. Saya tak mau mengulanginya. Saya khawatir, pengulangan bakal melibatkan perasaan. Padahal yang saya inginkan cuma persetubuhan fisik.

Bukan hati dan perasaan. Saya berusaha mengindarinya sebisa mungkin, dan memberi kesan kepada si perempuan bahwa semua yang terjadi adalah kekeliruan. Memang ada beberapa perempuan sebagai perkecualian yang nanti akan saya ceritakan.

Perempuan pertama yang saya tiduri semenjak menikah tidak lain adalah kakak istri saya. Oh ya, istri saya merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Semuanya perempuan. Istri saya sebut saja bernama Yeni. Kedua kakak Yeni sudah menikah dan punya anak.

Mereka keluarga bahagia semuanya, dan telah memiliki tempat tinggal masing-masing. Hanya saya dan istri yang ikut mertua dua tahun pertama perkawinan kami. Setiap minggu keluarga besar istri saya berkumpul. Mereka keluarga yang hangat dan saling menyayangi.

Mbak Maya, kakak istri saya ini adalah seorang perempuan yang dominan. Dia terlihat sangat menguasai suaminya. Saya sering melihat Mbak Maya menghardik suaminya yang berpenampilan culun. Suami Mbak Maya sering berkeluh-kesah dengan saya tentang sikap istrinya. Tetapi kepada orang lain Mbak Maya sangat ramah, termasuk kepada saya.

Dia bahkan sangat baik. Mbak Maya sering datang bersama kedua anaknya berkunjung ke rumah orang tuanya -yang artinya rumah saya juga- tanpa suaminya.

Kadang-kadang sebagai basa-basi saya bertanya, “Kenapa Mas Wid tidak diajak?”
“Ahh malas saya ngajak dia,” jawabnya.
Saya tak pernah bertanya lebih jauh.

Seringkali saat Mbak Maya datang dan menginap, pas istri saya sedang tugas luar kota. Istri saya dua minggu sekali keluar kota saat itu.

Dia adalah seorang detailer yang gigih dan ambisius. Jika sudah demikian biasanya ibu mertua saya yang menyiapkan kopi buat saya, atau makan pagi dan makan malam. Tapi jika pas ada Mbak Maya, ya si Mbak inilah yang menggantikan tugas ibu mertua. Tak jarang Mbak Maya menemani saya makan.

Karena seringnya bertemu, maka saya pun mulai dirasuki pikiran kotor. Saya sering membayangkan bisa tidur dengan Mbak Maya. Tapi mustahil. Mbak Maya tidak menunjukkan tipe perempuan yang gampang diajak tidur.

Karenanya saya hanya bisa membayangkannya. Apalagi kalau pas hasrat menggejolak sementara istri saya up country. Aduhh, tersiksa sekali rasanya. Dan sore itu, sehabis mandi keramas saya mengeringkan rambut dengan kipas angin di dalam kamar. Saya hanya bercelana dalam ketika Mbak Maya mendadak membuka pintu.

“Kopinya Dik Andy.”
Saya terkejut, dan Mbak Maya buru-buru menutup pintu ketika melihat sebelah tangan saya berada di dalam celana dalam, sementara satu tangan lain mengibas-ibas rambut di depan kipas angin.

Saya malu awalnya. Tetapi kemudian berpikir, apa yang terjadi seandainya Mbak Maya melihat saya bugil ketika penis saya sedang tegang?

Pikiran itu terus mengusik saya. Peristiwa membuka pintu kamar dengan mendadak bukan hal yang tidak mungkin. Adik-adik dan kakak-kakak istri saya memang terbiasa begitu. Mereka sepertinya tidak menganggap masalah.

Seolah kamar kami adalah kamar mereka juga. Adik istri saya yang bungsu (masih kelas II SMU, sebut saja Rosi) bahkan pernah menyerobot masuk begitu saja ketika saya sedang bergumul dengan istri saya. Untung saat itu kami tidak sedang bugil. Tapi dia sendiri yang malu, dan berhari-hari meledek kami.

Sejak peristiwa Mbak Maya membuka pintu itu, saya jadi sering memasang diri, tiduran di dalam kamar dengan hanya bercelana dalam sambil coli (onani). Saya hanya ingin menjaga supaya penis saya tegang, dan berharap saat itu Mbak Maya masuk.

Saya rebahan sambil membaca majalah. Sialnya, yang saya incar tidak pernah datang. Sekali waktu malah si Rosi yang masuk buat meminjam lipstik istri saya. Ini memang sudah biasa. Buru-buru saya tutupkan CD saya. Tapi rupanya mata Rosi keburu melihat.

“Woww, indahnya.”
Dia tampak cengengesan sambil memolesi bibirnya dengan gincu.
“Mau kemana?” tanya saya.

“Nggak. Pengin makai lipstik aja.”
Saya meneruskan membaca.
“Coli ya Mas?” katanya.

Gadis ini memang manja, dan sangat terbuka dengan saya. Ketika saya masih berpacaran dengan istri saya, kemanjaannya bahkan luar biasa. Tak jarang kalau saya datang dia menggelendot di punggung saya. Tentu saya tak punya pikiran apa-apa.

Dia kan masih kecil waktu itu. Tapi sekarang. Ahh. Tiba-tiba saya memperhatikannya. Dia sudah dewasa. Sudah seksi. Teteknya 34. Pinggang ramping, kulit bersih. Dia yang paling cantik di antara saudara istri saya.

Pikiran saya mulai kotor. Menurut saya, akan lebih mudah sebenarnya menjebak Rosi daripada Mbak Maya. Rosi lebih terbuka, lebih manja.

Kalau cuma mencium pipi dan mengecup bibir sedikit, bukan hal yang sulit. Dulu saya sering mengecup pipinya. Tapi sejak dia kelihatan sudah dewasa, saya tak lagi melakukannya. Akhirnya sasaran jebakan saya beralih ke Rosi. Saya mencoba melupakan Mbak Maya.

Sore selepas mandi saya rebahan di tempat tidur, dan kembali memasang jebakan untuk Rosi. Saya berbulat hati untuk memancing dia. Ini hari terakhir istri saya up country.

Artinya besok di kamar ini sudah ada istri saya. Saya elus perlahan-lahan penis saya hingga berdiri tegak. Saya tidak membaca majalah. Saya seolah sedang onani. Saya pejamkan mata saya. Beberapa menit kemudian saya dengar pintu kamar berderit lembut.

Ada yang membuka. Saya diam saja seolah sedang keasyikan onani. Tidak ada tanggapan. Saya melihat pintu dengan sudut mata yang terpicing. Sialan.

Tak ada orang sama sekali. Mungkin si Rosi langsung kabur. Saya hampir saja menghentikan onani saya ketika dari mata yang hampir tertutup saya lihat bayangan.

Segera saya mengelus-elus penis saya dengan agak cepat dan badan bergerak-gerak kecil. Saya mencoba mengerling di antara picingan mata.

Astaga! Kepala Mbak Maya di ambang pintu. Tapi kemudian bayangan itu lenyap. Lalu muncul lagi, hilang lagi, Kini tahulah saya, Mbak Maya sembunyi-sembunyi melihat saya. Beberapa saat kemudian pintu ditutup, dan tak dibuka kembali sampai saya menghentikan onani saya. Tanpa mani keluar.

Malamnya, di meja makan kami makan bersama-sama. Saya, kedua mertua, Mbak Maya, Rosi dan kakak Rosi, Mayang. Berkali-kali saya merasakan Mbak Maya memperhatikan saya. Saya berdebar-debar membayangkan apa yang ada di pikiran Mbak Maya. Saya sengaja memperlambat makan saya. Dan ternyata Mbak Maya pun demikian.

Sehingga sampai semua beranjak dari meja makan, tinggal kami berdua. Selesai makan kami tidak segera berlalu. Piring-piring kotor dan makanan telah dibereskan Mak Jah, pembantu kami.

“Dik Andy kesepian ya? Suka begitu kalau kesepian?” Mbak Maya mebuka suara.
Saya kaget. Dia duduk persis di kanan saya. Dia memandangi saya. Matanya seakan jatuh kasihan kepada saya. Sialan.

“Maksud Mbak May apaan sih?” saya pura-pura tidak tahu.
“Tadi Mbak May lihat Dik Andy ngapain di kamar. Sampai Dik Andy nggak liat. Kalau sedang gitu, kunci pintunya. Kalau Rosi atau Ibu lihat gimana?”
“Apaan sih?” saya tetap pura-pura tidak mengerti.

“Tadi onani kan?”
“Ohh.” Saya berpura-pura malu.

Perasaan saya senang bercampur gugup, menunggu reaksi Mbak Maya. Saya menghela nafas panjang. Sengaja.
“Yahh, Yeni sudah tiga hari keluar kota. Pikiran saya sedang kotor. Jadi..”

“Besok lagi kalau Yeni mau keluar kota, kamu minta jatah dulu.”
“Ahh Mbak May ini. Susah Mbak nunggu moodnya si Yeni. Kadang pas saya lagi pengin dia sudah kecapekan.”

“Tapi itu kan kewajiban dia melayani kamu?”
“Saya tidak ingin dia melakukan dengan terpaksa.”
Kami sama-sama diam. Saya terus menunggu. Menunggu. Jantung saya berdegup keras.

“Kamu sering swalayan gitu?”
“Yaa sering Mbak. Kalau pengin, terus Yeni nggak mau, ya saya swalayan. Ahh udah aahh. Kok ngomongin gitu?”

Saya pura-pura ingin mengalihkan pembicaraan. Tapi Mbak Maya tidak peduli.
“Gini lho Dik. Masalahnya, itu tidak sehat untuk perkawinan kalian. Kamu harus berbicara dengan Yeni. Masa sudah punya istri masih swalayan.”
Mbak Maya memegang punggung tangan saya.

“Maaf Mbak. Nafsu saya besar. Sebaliknya dengan Yeni. Jadi kayaknya saya yang mesti mengikuti kondisi dia.” Kali ini saya bicara jujur. “Saya cukup puas bisa melayani diri sendiri kok.”
“Kasihan kamu.”

Mbak Maya menyentuh ujung rambut saya, dan disibakkannya ke belakang. Saya memberanikan diri menangkap tangan itu, dan menciumnya selintas. Mbak Maya seperti kaget, dan buru-buru menariknya.

“Kapan kalian terakhir kumpul?”
“Dua atau tiga minggu lalu,” jawab saya.
Bohong besar. Mbak Maya mendesis kaget.
“Ya ampuun.”

“Mbak. Tapi Mbak jangan bilang apa-apa ke Yeni. Nanti salah pengertian. Dikira saya mengadu soal begituan.”

Mbak Maya kembali menggenggam tangan saya. Erat, dan meremasnya. Isi celana saya mulai bergerak-gerak. Kali ini saya yang menarik tangan saya dari genggaman Mbak Maya. Tapi Mbak Maya menahannya. Saya menarik lagi. Bukan apa-apa. Kali ini saya takut nanti dilihat orang lain.

“Saya horny kalau Mbak pegang terus.”
Mbak Maya tertawa kecil dan melepaskan tangan saya. Dia beranjak sambil mengucek-ucek rambut saya.

“Kaciaann ipar Mbak satu ini.”
Mbak Maya berlalu, menuju ruang keluarga.
“Liat TV aja yuk,” ajaknya.

Saya memaki dalam hati. Kurang ajar betul. Dibilang saya horny malah cengengesan, bukannya bilang, “Saya juga nih, Dik.” Setengah jengkel saya mengikutinya. Di ruang keluarga semua kumpul kecuali Rosi. Hanya sebentar. Saya masuk ke kamar.

Sekitar pukul 23.00 pintu kamar saya berderit. Saya menoleh. Mbak Maya. Dia menempelkan telunjuknya di bibirnya.
“Belum bobo?” tanyanya lirih. Jantung saya berdenyut keras.

“Belum.” Jawab saya.
“Kita ngobrol di luar yuk?”
“Di sini saja Mbak.” Saya seperti mendapat inspirasi.
“Ihh. Di teras aja. Udah ngantuk belum?”

Mbak Maya segera menghilang. Dengan hanya bersarung telanjang dada dan CD saya mengikuti Mbak Maya ke teras. Saya memang terbiasa tidur bertelanjang dada dan bersarung. Rumah telah senyap. TV telah dimatikan. Keluarga ini memang terbiasa tidur sebelum jam 22.00. Hanya aku yang betah melek.

Mbak Maya mengenakan daster tanpa lengan. Ujung atas hanya berupa seutas tali tipis. Daster kuning yang agak ketat. Saya kini memperhatikan betul lekuk tubuh perempuan yang berjalan di depan saya itu. Pantat menonjol. Singset. Kulitnya paling putih di antara semua sadaranya. Umurnya berselisih tiga tahun dengan Yeni.

Mbak Maya duduk di bangku teras yang gelap. Bangku ini dulu sering saya gunakan bercumbu dengan Yeni. Wajah Mbak Maya hanya terlihat samar-samar oleh cahaya lampu TL 10 watt milik tetangga sebelah. Itupun terhalang oleh daun-daun angsana yang rimbun.

Dia memberi tempat kepada saya. Kami duduk hampir berhimpitan. Saya memang sengaja. Ketika dia mencoba menggeser sedikit menjauh, perlahan-lahan saya mendekakan diri.
“Dik Andy” Mbak Maya membuka percakapan.

“Nasib kamu itu sebenernya tak jauh beda dengan Mbak.”
Saya mengernyitkan dahi. Menunggu Mbak Maya menjelaskan. Tapi perempuan itu diam saja. tangannya memilin-milin ujung rambut.

“Maksud Mbak apa sih?”
“Tidak bahagia dalam urusan tempat tidur. Ih. Gimana sih.”
Mbak Maya mencubit paha saya. Saya mengaduh. Memang sakit, Tapi saya senang. Perlahan-lahan penis saya bergerak.

“Kok bisa?”
“Nggak tahu tuh. Mas Wib itu loyo abis.”
“Impoten?” Saya agak kaget.

“Ya enggak sih. Tapi susah diajakin. Banyak nolaknya. Malas saya. Perempuan kok dibegituin,”
“Hihihi.. Tadi kok kasih nasihat ke saya?”

Saya tersenyum kecil. Mbak Maya mencoba mendaratkan lagi cubitannya. Tapi saya lebih sigap. Saya tangkap tangan itu, dan saya amankan dalam genggaman. Saya mulai berani. Saya remas tangan Mbak Maya. Penis saya terasa menegang. Badan mulai panas dingin. Mungkinkan malam ini saya dan Mbak Maya..

“Terus cara pelampiasan Mbak gimana? Swalayan juga?” Tanya saya.
Saya taruh sebelah tangan di atas pahanya. Mbak Maya mencoba menghindar, tapi tak jadi.
“Enggak dong. Malu. Risih. Ya ditahan aja.”
“Kapan terakhir Mbak Maya tidur sama Mas Wib?”

Saya mencium punggung tangan Mbak Maya. Lalu tangan itu saya taruh perlahan-lahan di antara pahaku, sedikit menyentuh penis.
“Dua minggu lalu.”
“Heh?” Saya menatap matanya. Bener enggak sih. Kok jawabannya sama dengan saya?

Ngeledek apa gimana nih.
“Bener.” Matanya mengerling ke bawah, melihat sesuatu di dekat tangannya yang kugenggam.

“Mbak..” Saya menyusun kekuatan untuk berbicara. Tenggorokan terasa kering. Nafsu saya mulai naik. Perempuan ini bener-bener seperti merpati. Jangan-jangan hanya jinak ketika didekati. Saat dipegang dia kabur.

“Hm,” Mbak Maya menatap mata saya.
“Mbak pengin?”

Dia tak menjawab. Wajahnya tertunduk. Saya raih pundaknya. Saya elus rambutnya. Saya sentuh pipinya. Dia diam saja. Sejurus kemudian mulut kami berpagutan. Lama. Ciuman yang bergairah. Saya remas bagian dadanya. Lalu tali sebelah dasternya saya tarik dan terlepas. Mbak Maya merintih ketika jari saya menyentuh belahan dadanya.

Secara spontan tangan kirinya yang sejak tadi di pangkuan saya menggapai apa saja. Dan yang tertangkap adalah penis. Dia meremasnya. Saya menggesek-gesekkan jari saya di dadanya. Kami kembali berciuman.
“Di kamar aja yuk Mbak?” ajak saya.

Lalu kami beranjak. Setengah berjingkat-jingkat menuju kamar Mbak Maya. Kamar ini terletak bersebarangan dengan kamar saya. Di sebelah kamar Mbak Maya adalah kamar mertua saya.

Malam itu tumpahlah segalanya. Kami bermain dengan hebatnya. Berkali-kali. Ini adalah perselingkuhan saya yang pertama sejak saya kawin. Belakangan saya tahu, itu juga perselingkuhan pertama Mbak Maya. Sebelum itu tak terbetik pikiran untuk selingkuh, apalagi tidur dengan laki-laki lain selain Mas Wib.

Bermacam gaya kami lakukan. Termasuk oral, dan sebuah sedotan kuat menjelang saya orgasme. Semprotan mani menerjang tenggorokan Mbak Maya. Itulah pertama kali mani saya diminum perempuan. Yeni pun tidak pernah. Tidak mau. Jijik katanya. Menjelang pagi, saat tulang kami seperti dilolosi, saya kembali ke kamar. Tidur.

Saya tidak berani mengulanginya lagi. Perasaan menyesal tumpah-ruah ketika saya bertemu istri saya. Mungkin itu juga yang dirasakan Mbak Maya. Selepas itu dia mencoba menghindari pembicaraan yang menjurus ke tempat tidur. Kami bersikap biasa-biasa, seolah tidak pernah terjadi apa pun.

Ketika tidur di samping istri saya, saya berjanji dalam hati Tidak akan selingkuh lagi. Ternyata janji tinggal janji. Nafsu besar lebih mengusik saya. Terutama saat istri saya ke luar kota dan keinginan bersetubuh mendesak-desak dalam diri saya.

Rasanya ingin mengulanginya dengan Mbak Maya. Tapi tampaknya mustahil. Mbak Maya benar-benar tidak memberi kesempatan kepada saya. Dia tidak lagi mau masuk kamar saya. Jika ada perlu di menyuruh Rosi, atau berteriak di luar kamar, memanggil saya. Bahkan mulai jarang menginap.

Akhirnya saya kembali ke sasaran awal saya. Rosi. Mungkinkah saya menyetubuhi adik istri saya? Uhh. Mustahil. Kalau hamil? Beda dengan Mbak Maya.

Kepada dia saya tidak ragu untuk mengeluarkan benih saya ke dalam rahimnya. Kalaupun hamil, tak masalah kan. Paling-paling kalau anaknya lahir dan mirip dengan saya yaa banyak cara untuk menepis tuduhan. Lagian masak sih pada curiga?

Read More

𝐈𝐧𝐢 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟐𝟕

 

( sawah )
"panas banget vi, balik yuk" di ajaknya rendra ketengah sawah.
"haha takut item yah" ledek vivi berjalan santai.

"iaahh.. nanti kamu gak mau sama aku" bisiknya rendra.

"huu gpp item asal masih kuat aja hehe" ucapnya vivi menggoda.

"kuat apanyaa? Ini nya?" lanjutnya rendra sambil menggoyang pinggulnya.

"huuu... yuk balik" vivi dan rendra berpegangan sambil menelurusi pinggir sawah, angin sepoi-sepoi tetapi panas yang tak tahan, mereka pun menuju rumah.

"huaahh... panasss" ucap rendra langsung mencari kipas angin yang dekat kamar vivi, di nyalahkannya sambil mengkibas-kibaskan baju nya.

"nih minum dulu, gak ada batu es hehe" ucap vivi sambil kasih air putih ke rendra.

"iah gpp," rendra kembali duduk langsung menenggak abis air putihnya, vivi dan rendra pun mengobrol ringan cerita masa kecilnya vivi ke rendra yang belum ia tau. Rendra geleng-geleng ternyata vivi dari sd sudah membantu kedua orang tuanya, anak perempuan satu-satunya padahal sang papa mengharap anak lelaki dan mempersiapkan baju anak lelaki, itu pun kata dukun beranak kalau anak yang akan di lahirkan anak lelaki.

"pantess ya, galak banget jadi cewek.." tawa rendra mendengar cerita vivi.

"huft.. jadi mau aku yang galak?" vivi manyun sambil menyilangkan tangan.

"haaha.. jangan donk, bisa patah lagi nih tangan hahaha..." tawa nya lagi, tak henti-hentinya rendra meledek vivi.

" tapi tapi,,, gpp deh galak.. galak di ranjang tapi.. hahaaa" ucapnya tetawa terbahak-bahak.

"iihhh... rasaiin nih..." di cubitnya perut rendra, rendra pun segera menghentikan tertawanya, walau sedikit tertawa kecil. Dan cukup lama terdiam.


***

"vi.. papa mama kamu kapan baliknya dah jam segini belum balik" rendra membuka pembicaraan.

"biasanya kalau pergi sore menjelang malam baru pulang." Ucapnya sambil mengambil minum kembali.

"eh vi.. aku suka kamu yang galak kayak kemarin tau" bisiknya sambil meniup kupingnya.

"ihhh.." vivi tersipu malu,

"hhee belajar dari mana tuh naikin aku?" bisiknya lagi,

"hehe.. ummhh dari film gituan di kasih mama kamu" wajah vivi tersipu malu,

"ouhh pantes hehe, ih kenapa malu gitu.. udah biasa juga.. gak usah malu cuman aku kok yang tau" di kecupnya bibir vivi.

"uhmm.. iaah" vivi mengangguk kecil, di pangkunya vivi sambil bibir mereka melumat. Remasan kecil mendarat di buahdada vivi, vivi membalasan ciuman rendra dan saling melilitkan lidahnya. Rendra mulai menaikan baju vivi dan menurunkan bra nya ke bawah, di remasnya sambil di pilinnya secara lembut, vivi pun semakin agresif melumat bibir rendra.

"Uhh..." desah rendra sambil arahin tangan kirinya vivi memegang kontolnya yang sudah tegak dari luar celanannya, di elusnya lembut dari luar celana.

"aaahhmmm.. " mulut rendra mencaplok buah dada vivi, di mainkannya lidahnya di buah dada vivi, pelan-pelan rendra membantu vivi membuka celananya keluar dan langsung mengacung tegak. Agak canggung vivi kembali kocok kontolnya sambil buah dadanya di lumat rendra.

"aaahhh sssh.. ren..." desah vivi saat bibir rendra kembali menciumi leher vivi sambil tangannya kembali bermain di buah dada vivi. Vivi pun membuka kaos dan mencopot bra nya,

"udah nakal sekarang.. " ucap rendra saat ia mau menghisap lagi buah dadanya tetapi vivi menghindar.

"hihihi.. biarinnn" buah dada vivi pun kembali menjadi mainan bibir rendra, di kocoknya lagi kontol rendra yang tepat di selangkangannya. Vivi pun berdiri, mencopot celananya dan di lempar ke rendra begitu juga celana dalamnya, terpampang memeknya yang di hiasi bulu-bulu lebatnya.

"come on.. " rendra membuka celana dan celana dalamnya sambil renggangin kakinya agar kontolnya terlihat mengacung tegak. Vivi pun kembali di pangku rendra dengan kontolnya menempel tepat di memeknya. Vivi kembali berciuman sambil rendra menggoyangkan pinggul vivi, perlahan kontol rendra bergesekan dengan memeknya.

"uhh vi anggkat dikit" pinta nya menggangkat pinggulnya dan rendra memposisikan kepala kontolnya di bibir memek vivi..

"aaahhhhh" pinggulnya menekan masuk kontol rendra dan terus sampai tertelan semua, mereka kembali berciuman sambil render menghentak-hentakan pinggul, vivi yang tak mau kalah mulai maju mundur pinggulnya. Di peluknya erat tubuh vivi sambil pinggulnya vivi bergerak semakin cepat.

"sshh ahh aahh aahh" gerakan vivi semakin cepat, wajahnya kini sayu mendesah. Tubuhnya kini naik turun. Di sibakannya rambutnya ke kiri dan terus menaik turunkan pinggulnya. Rendra kembali mencium leher vivi dan tanganya memilin puting vivi.

"aaahhhh......" vivi memeluk erat di ikuti erangan panjangnyaa, di tekannya kontol rendra. Desah nafasnya terputus-putus. Rendra membiarkan vivi menikmati klimaksnya.

"galak banget sihh" goda rendra saaat melihat vivi memejamkan mata.

"huuu." Di ciumnya bibir rendra lembut.


***

Cukup tenaga vivi berdiri mencabut kontol rendra, terlihat kontolnya masih tegak berdiri di hiasi cairan putih.

"ke kamar ajah..." ucap vivi sambil menarik lengan vivi ke kamarnya, rendra pun langsung rebahan dengan kontol yang agak tegak. Vivi pun rebahan di samping renda sambil di kocoknya kembali kontolnya.

"nafsu banget sih gak biasanya.. " bisiknya.

"uhh,, kamu kan lagi sakit, gak mau aku manjain?" bisik vivi agak mendesah.

"mau donk... jarang kamu bisa galak di ranjang, biasanya aku yang hajar kamu haha" kontolnya rendra kembali berdiri melihat tingkah vivi sangat nafsu tak seperti biasanya.

"iaahh.. biar cepet sembuh ahaha, dan kamu boleh keluarin di dalam selama disini" bisiknya menggoda rendra,

"oh ya? Kamu hamil gimana?" di tindihnya tubuh vivi, rendra merasakan masih sakit di pundaknya.

"iah hamilin aja hihi" vivi kembali menindih tubuh rendra dan memposisikan kontolnya tepat di memeknya.. rendra tersenyum nakal melihat tingkah vivi menjadi nafsu seperti ini.

"nggghhhh" vivi menurunkan pinggulnya kembali..

"aku aja yang gerak yah, kamu tiduran ajah" tangan vivi bertumpu di dada rendra, vivi pun berjongkok sambil naik turunin pinggulnya. Desah vivi kembali keluar di saat kedua putingnya di pilin oleh rendra.

"uh vii.. terus dikit lagi.." tanda-tanda rendra akan klimaks, vivi pun mengegakkan tubuhnya, di putar-putarnya pinggul dan sedakit hentakan..dengan cepat vivi menaik turunkan pinggulnya lagii..

"viiii...aah shitt.. sfx*crroottttt crrroooottt" tangan rendra menekan pinggulnya,

"aaahhhhh" desah vivi saat memeknya merasakan sembutan hangat beberapa kali, vivi menggerakanya dikit agar rendra lebih nikmat sambil kedua tangannya ber tumpu di dadanya. Tak lama rendra menarik tubuh vivi dan di peluknya erat dengan kontol ang masih tertanam di memek vivi. Hanya terdengar lenguhan nafas mereka berdua di kamar.

"love you vii" di ciumnya kening vivi, dan langsung memposisikan tubuhnya tegak.

"love you juga hehe" ucapnya senyum, cahaya matahari sore menembus kekamarnya, menyinari tubuh vivi yang telanjang bulat dengan keringat yang menetes,


***

Cukup istirahat vivi segera mencabut kontolnya rendra, dan keluar kamar untuk membersihkan spermanya, rendra yang masih menikmati tertidur dengan posisi terlentang. Selesai bersih-bersih dan memakai pakainnya vivi kembali ke kamarnya, melihat rendra yang tertidur dengan kontol yang tertidur juga. Vivi pun memilih memberi makan ayam, kambing, dan sapi yang di samping rumahnya.

Hari mulai petang, mama papa vivi pun pulang dengan mengendarai kuda besi tuanya sambil membawa sesuat.

"sini maa vivi bantu" vivi pun mengambil beberapa kantong.

"kamu bawa ke dapur, malam ini kita makan sop ayam." Ucap mama langsung turun dan membawa beberapa kantong lagi. Vivi pun masuk ke rumah, melihat celana dan celana dalam rendra yang di sofa, vivi segera mengambilnya dan berlari membawa ke dalam kamarnya.

"kenapa lagi gitu vi?" ucap mamanya memasuki rumah.

"hehe gpp ada kecoa tadi di kamar" di lemparnya ke wajah rendra yang masih asik tertidur. Dan langsung menuju dapur. Vivi membantu mamanya memasak sedangkan papanya melanjutkan kasih makan peliharan mereka.

" vi leher kamu kok merah-merah ya?" di lihatnya leher vivi yang memerah dan ada yang sudah agak kehitaman, sehabis di ciumin rendra.
"hmm gatel tadi ma, tapi sekarang udah ngak kok" vivi melanjutkan memotong daging ayamnya.

"ouhh.. mama kira kamu alergi" ucapnya langsung membuat bumbunya. Vivi dan mamanya pun sibuk membuat makan malam.


***

"hoaaaaammm, eh tante udah pulang " rendra yang berniat cuci muka, bertemu vivi dan mamanya yang sedang memasak.

"eh baru ya ren.. malam gak bisa tidur ya disini?" ucap mama vivi langsung membersihkan tangannya.

"ngk kok tante, tadi kecapean aja abis jalan-jalan dari sawah" ucapnya memainkan alis saat vivi liat rendra.

"ouh hehhe,, ya udah.. kamu mandi dulu sana, nanti keburu gelap loh." Rendra pun segera mengambil handuk dan mandi, vivi dan mamanya telah selesai membuat makan malam, menunggu yang lain selesai mandi rendra duduk santai sambil memegang bahunya yang makin terasa sakit.

"yuk makan" ucap papanya vivi, mereka berempat pun segera makan, seperti biasa rendra satu piring dengan vivi.

"nak ren.. bahunya di pegangin terus sakit banget ya?" ucap papanya melihat curiga bahu rendra yang agak miring.

"iaah tapi gpp kok, hehe" wajahnya nyengir menahan rasa sakit dan nyilu dari bahunya.

"jangan boong ihh,, " vivi mengehentikan suapan lauk ke rendra.

"hm.. iah tiba-tiba abis bangun tidur nyeri banget vi.. sampai sekarang" ucapnya,

" uhmm, ada sih urut patah tulang disini tapi lumayan jauh, 30 menit lebih kalau bawa motor" ucap papa vivi, rendra pun tak berniat ke pijat patah tulang,, mau tak mau papa vivi pun tau bahunya terbentur keras sampai geser dan retak.

"yuk. Om anterin aja" papa vivi langsung bangun mencari kunci motor.

"gak usah pa.. vivi aja yang anter, mama papa pasti capek banget kan." Ucap vivi sambil mengambil kunci motornya dari tangan papanya.

"tapi vi, udah malam," mama vivi mencegah, tapi vivi pun keras kepala langsung mengeluarkan kuda besinya. Dengan terpaksa rendra pun menuruti kemauan vivi.


***

"yakin kamu yang bawa? Bisa bawa motor emang?" rendra ragu menaiki jok belakangnya.

"bawel ah naik aajaa.. cepet" ucapnya, rendra pun langsung naik berpegangan ke pinggang vivi, vivi pun berusaha menyeimbangkan stang motornya karena rendra lumayan berat.

"vii.. ngerii ah.. " rendra semakin erat peluk vivi, sampai tangan kirinya memegang buah dadanya.

"ihh diem ah..." vivi membiarkan tangan rendra memegang buah dadanya. Vivi pun berhasil menyeimbangkan motornya dan langsung menuju rumah tukang urut patah tulang. Rendra semakin merasakan nyeri dan nyilu karena jalannya tidak rata.

"sampee juga" ucap vivi yang berhenti di sebuah rumah, rendra pun turun dengan meringis tahan sakit.

"tokkk ... tokkk .. malaaammm.. emaak.. ada orang?" ucap vivi, dan tak lama keluarlah wanita agak tua dengan rambut yang putih.

"vi... ini yang bakal urut patah tulang?" bisik rendra ragu dengan wanita itu.

"iahh... jangan liat dari tampangnnya, nanti kamu juga tau kok" wanita itu mengizinkan masuk, rendra pun duduk bersila dekat wanita agak tua itu.

"jadi siapa yang patah?" ucapnya agak serak.

"ini emak, rendra namanya. Bahunya geser" vivi menjelaskan kepada wanita itu. Wanita itu pun langsung mendekati rendra, dan menyuruh rendra buka bajunya, di pegangnya pelan bahu rendra.
"awwhh mak sakitt awwhh." Rendra meringis kesakitan saat jarinya menyentuh pelan.

"bisa gak emak?" ucap vivi, anggukan wanita itu dan menuang segelas air putih, mulutnya komat kamit seperti mengucap sesuatu.

"di minum dulu" ucapnya sambil mengambil minyak urut.

"udah minum,, itu jampi-jampi biar pas di urut gak teriak-teriak" bisik vivi menjelaskan, rendra tak percaya berbau mistis. Mau tak mau rendra pun meminum abis air putih yang sudah di jampi-jampi. Wanita itu pun mengoleskan minyak urut di bahu rendra.

"biar cepet sembuh" bisiknya, sambil pegang tangan rendra erat.

"aaaaahhhhhhh" teriak rendra, wanita itu pun kaget rendra kesakitan, begitu juga vivi.. tangan kiri rendra pun bergerak dan memegang buah dada vivi, di remasnya perlahan.

"ahh.. ihh" ucap vivi agak bête rendra mencari kesempatan, vivi mencoba menatap mata rendra tetapi menghindar memilih memejamkan matanya. Bahu rendra terus di urut, tapi tak ada teriakan lagi hanya remasan lembut di buah dada vivi.

"kreteekkk...awh" suara tulang rendra bergeser dan wanita itu kembali mengurut dari bahu sampai ujung jarinya..

"ihh udah ah tangannya" bisik vivi yang merasakan putingnya mengeras, tetapi tak ada respon dari rendra. Vivi pun menurunkan paksa tanganya dan duduk bersila menahan tangan kiri vivi. Wanita itu menggerakan lengan rendra leluasa seperti normal, di tekuknya sana sini.

"udah..." ucapnya sambil melilitkan kain panjang.

"Pagi-pagi di gerakin ke atas ke bawah lengannya, nanti di rumah baru di lepas ya" lanjutnya yang masih membalut kain ke rendra dan minimum air putih kembali. Rendra dan vivi pun pamit setelah membayar seiklasnya. Vivi pun membonceng kembali rendra menuju rumahnya. rendra hanya senyum-senyum sendiri mlihat vivi kelihata agak horny. obrolan ringan sambil menurunkan libido vivi.


***

"maaa.. paaa.. vivi pulang" ucap vivi langsung menuju ke dalam rumah,

"cucian dulu gih.. mama udah masak air buat kamu sama rendra" ucap mama vivi yang keluar dari dapur.

"iaah,, mama papa tidur aja.. hehhe" vivi memasukan kuda besi tua papa nya ke dalam rumah. Keduanya pun segera masuk untuk tidura karena waktu tidak terasa menunjukan pukul 10 malam.

"nih air hangat.." vivi membawa baskom air hangat,

"buat apaa?" rendra sambil membuka perlahan kain yang di lilitkan tadi.

"sini..aku bantuin bersihin badan kamu.." vivi perlahan membuka baju rendra, di perasnya air hangat di handuk, rendra membelakangi vivi sambil duduk bersila. Di usapkannya tubuh rendra dengan handuk hangat terutama bahu sampai lengannya.

"( beruntung banget vi, aku milikin kamu )" rendra senyum-senyum sendiri sambil menoleh liat vivi yang telaten membersihkan sisa minyak urut di badannya.
"kenapa senyum-senyum" ucapnya sambil lanjutin membasuh lagi tubuh belakang rendra.

"gpp... " rendra membalikan badannya dan memeluk vivi. Di peluknya sambil mencium bibir vivi, di lumatnya mesra, vivi pun mebalas ciuman rendra.

"ehhm.ihh tadi kan udah.. hmm.. aku cucian dulu" vivi melepas pelukan rendra dan mengambil lampu sumbu, berjalan ke kamar mandi. Di basuhnya seluruh tubuh dengan air hangat, selesai di lilitkannya handuk langsung menuju kamarnya. Dan langsung duduk samping rendra yang di ruang tamu.

"aku tidur sini aj vi... kamu dalam aja" ucapnya sambil berbaring di sofa, vivi langsung ke kamarnya mengambil tikar dan beberapa bantai dari kamarnya.

"aku temenin aja.." vivi membuka tikarnya, rendra pun rebahan di ikuti vivi di sampingnya. Hembusan kipas angin membuat mereka berdua tertidur saling berpelukan.


***

Vivi dan rendra pun tertidur, ayam berkokok kembali dari samping rumah. Mama dan papanya pun bangun.

"paa.. vivi sama rendra kok tidur di situ bukannya di kamar" ucap mama vivi saat keluar kamar.

"yah temenin rendra kali.. tapi cocok ya ma vivi sama rendra" ucap papanya yang memandangi anak gadisnya.

"iah.. tapi apa mereka udah gituan ya bisa lengket gitu" ucap mama vivi yang agak kwahtir.

"hmm.. kita percayain ke vivi aja ma, " ucap papanya melangkah pelan, dan mamanya selimutin lagi dengan sarung tubuh vivi yang merangkul rendra dari belakang. Wajah vivi terlihat sangat lelah tak tega membangunkannya.

"nggghhhhh" vivi menggeliat, di lihat sekelilingnya hanya suara kipas angin.

"Mampus kesiangan hmm" gumamnya dalam hati langsung bangun dilihat sudah jam 7 pagi, vivi pun langsung ke belakang rumah.

"ehh udah bangun vi.." ucap mama vivi saat lagi mencuci pakaian.

"hmm ehehe iaa.. kesiangan hm.. sini vivi aja" vivi pun langsung bergantian mencuci.

"vi.. mama boleh tanya, kamu sama rendra udah sebatas mana?" vivi tersontak kaget,

"bilang aja gpp kok.. " lanjutnya .

"uhmm rendra sama vivi udah pacaran ma hehe" ucapnya malu-malu.

"wah.. pantes mesra banget tidur berduannya, hehe tapi cocok kalian berdua" mama nya ikut senang dan agak tidur percaya rendra mau sama vivi.

"tapi vi.. kamu belum lepas perawan kamu kan? Mama takut rendra cuman mau nafsu dari kamu aja. Kan kebanyakan anak kota gitu. " ucapnya agak cemas.

"iah ma.. masih kok. Vivi kan bisa jaga diri.hhee" vivi ternseyum sambil lanjut cuci pakaian.

"mama lega deh.. ya udah, mama mau bikin sarapan yah" ucapnya meninggalkan vivi,

"Maaf ma, vivi bohong, tapi vivi lepas perawan vivi ke orang yang vivi rasa tepat kok ma" ucapnya senyum dalam hati melihat langkah mamanya masuk ke rumah.

***

( rumah )

"sepi ya paa.. 2 hari rendra belum pulang," ucap tante nia

"hehe.. gimana besok kita jemput rendra?" kebetulan hari sabtu, om dan tante libur kerja.

"iah boleh... tapi mama belum dapat kabar pa vivi mau balik lagi gak" tante nia sangat mencemaskan rendra dan vivi di tambah bahu rendra yang belum pulih.
" iah makanya kita pagi-pagi kesana" di elusnya pipi tante nia yang cemberut.

"maa.., nanti malam kita main yuk.. tapi di kamar vivi" bisik om hen genit.

"ohh kenapa kamar vivi?" ucapnya bingung.

"cari sensasi ma.. mama pakai seragam vivi ya hihi jangan lupa sama bodystocking juga" di remas lembut buahdada tante nia.

"ih papa nakal ah.. kayak abg aja.." ucap tante nia manyun.

"tapi gpp yuk coba haaha" senyum genit tante nia, selesai sarapan mereka berdua pun siang ke kantor masing-masing.

***

"paggiii..." ucap endra yang baru bangun.

"siaaangg liat tuh dah jam 8 lewat.. " vivi yang baru selesai jemur pakaian.

"hehehe.. papa kamu kemana sama mama kamu?" rendra sambil pelan-pelan menggerakan lengannya.

"ke sawah bantu tetangga , sekarang udah musim panen, besok giliran sama papa sama mama aku panen" di tunjuk sawah yang di belakang kebun singkong,

"jauh gak?" matanya memainkan alisnya.

"deket kok.. hmm kenapa mau di manjain?" ucap vivi sambil mendekati muka rendra.

"ih pengertian banget, pengen keringin sperma. Nanti udah pulang kan belum tentu kamu mau hihi" bisiknya sambil rangkul pinggang vivi.

"iaah... mau apa?" tangan vivi merangkul leher rendra.

"mandi bareng kamu sambil ehemm eheeem" rendra langsung meremas buah dada vivi.

"ihh tiap hari keluar gak lemes ya?" vivi membiarkan tangan rendra meremasnya.

"gak donk.. kamu yang bisa imbangin aku..hehe" di bukanya baju vivi satu persatu sambil berciuman, begitu juga rendra membuka pakainnya dan di taruh di bale bambu di dekatnya, vivi menarik rendra ke kamar mandi, dan bibir vivi kembali di lumat rendra sambil tangannya rendra meremas bongkahan pantatnya.

"byurrr.." vivi membasuh tubuhnya begitu tubuh rendra yang memeluk dari belakang sambil meremas kedua buah dadanya. di oleskannya sabun keseluruh tubuh vivi perlahan, begitu juga tubuh rendra, di baliknya tubuh vivi sambil berhadapan dan kembali tangan rendra meremas dan memainkan tangan di selangkangan vivi.

"uhh tangannya nakal, awas geser lagi" ledek vivi ketika tangan kanan rendra memainkan memeknya.

"biar cepet sembuh kan harus banyak gerak" jarinya masuk ke memek vivid an mulai mengocoknya, vivi tak mau kalah mengocok kontol rendra yang licin oleh sabun, di kocoknya terus sambil berciuman..

***

"vii.... Vii." Panggil papanya kea rah kamar mandi.

"ehghh lepasin dulu.." vivi langsung melepas kocokannya.

"iaahh paa.. lagi mandi." Ucap vivi sambil kepalanya keluar dari pinggir kamar mandi.

"ouhh.. kamu liat parang gak? Tadi lupa bawa.. " ucap papanya sambil mencari di sekitar belakang rumah.

"ngngghghhh ngghk gk pa" ucapnya tertahan karena di pepetnya tubuh vivi ke tembok, dan di angkatnya kaki kiri, diam-diam rendra memasukan kontolnyaa..

"aahhhh reenn" bisik vivi saat merasakaann kontol rendra mulai terbenam di memeknya.

"uhh vi.. nggh" di posisikannya pinggul vivi agak menungging sambil vivi berpegangan ke tembok. Rendra semakin cepat menghujamkan kontolnya..
"aaaahhaahh.." jerit vivi...

"kamu kenapa vii?" ucap papa nya yang tak berada jauh dari kamar mandi.

"nggh gk pa.. ada taii burung aja " pandangan vivi tajam ke rendra agar berhenti sejenak, tetapi rendra tak menghiraukannya dan terus menghujamkan kontolnya.

"vi kamu gpp? " ucap papanya mendengar seperti ada kegaduhan dari kamar mandi.

"iahh ada kecoa ahh aaah paa... ini lagi di pukuli uhh" ucapnya sambil tahan desahh.

"ouhh ya udah.. papa balik ke sawah lagi udah ketemu paranngnya." Langkah papanya pun mulai menjauh.. di tariknya tubuh vivi menungging sempurna yang berpegangan ke pinging bak mandi. Di angkatnya kembali kaki vivi.

"uhhhh renn... ngghh.." desah vivi di ikuti buah dadanya yang bergoyang menggantung. Punggung belakang vivi kembali di gosok sabun, begitu juga buah dadanya sambil terus rendra menghujamkan kontolnya.

"sini vi..." rendra membalikan tubuhnya dan duduk di pinggir bak mandi, di hujamkan kembali sambil berciuman, tak lama vivi perluk rendra erat sambil melingkarkan kakinya di pinggang rendra.. tubuh vivi mengejang hebatt,, di mainkannnya pinggulnya. Rendra pun terdiam menunggu vivi menikmati klimaksnya.

"enak yaahhh" di elus pipi sambil meremas buah dada nya,

"vi.. aku ketagihan kamu di atas.. lagi donk" wajah mesum rendra, di copotnya kontol rendra dan langsung tiduran dengan kontol yang tegak mengacung.

"iaah. " vivi pun memposisikan memeknya tepat di kontol rendra, di pegangnya sambil menurunkan pinggulnya perlahan, vivi langsung naik turun perlahan sambil bertumpu di dada rendra.

"uh vi.. makin pinter aja maininnya" ucap rendra memuji sambil meremas buahdada vivi yang semakin liar naik turun, tak lama maju mundurin pinggulnya.

"vi puter tubuh kamu belakangin aku" pinta rendra, di kangkanginya kaki rendra di ikuti kaki vivi yang ikut merenggang ngangkang.

"ihh susah gerakinnya" ucap vivi protes.

"ssst,,, " di tariknya tubuh vivi terlentang.

"kamu gerakin pinggul kamu sekarang" vivi pun menuruti kemauan rendra, di gerakannya pinggul vivi perlahan. Diam-diam tangan kiri rendra memainkan memeknya, di carinya klitorisnya. Vivi pun menghentikan gerakannya karena kurang leluasa. Rendra perlahan menghujamkan kontolnya dari bawah sambil jari-jarinya memainkan klitoris.

"viii. Uhh shit" gerakan rendra semakin cepat, desah vivi yang pertanda dikit lagi klimaks begitu pun rendra, di ubahnya tubuh vivi menjadi terlungkup tanpa mencabut kontolnya. Di tindihnya tubuh vivid an tangan kiri rendra bertumpu menahan sedikit badannya, dengan cepat rendra menghujamkan kontolnya,

"aaahhhhhhh" desah histeris vivi, di ikuti tubuhnya mengejang hebat sambil mendongakkan kepalanya..

"viiiiii....crrooootttt..crottttt..." di tekannya sampai mentok kontol rendraa.. lenguhnya panjang... di diamkannya sebentar kemudia di cabutnya. Rendra pun duduk di samping vivi sambil mengatur nafasnya. Vivi yang masih terngkurap, cairan putih pun keluar dikit demi sedikit dari memeknya.

BERSAMBUNG


Read More

𝐆𝐚𝐢𝐫𝐚𝐡 𝐓𝐚𝐧𝐭𝐞 𝐖𝐢𝐰𝐢

Hai, kenalkan namaku Dede, saat ini aku kuliah di salah satu PTS yang lumayan gede, di wilayah selatan Jakarta, tepatnya di Depok.

Aku punya pengalaman unik dan menarik yang mungkin ini pengalaman mengasyikanku yang pertama, dan mungkin tidak akan kulupakan. Kalian pernah baca ceritanya Iwan kan? nah dia itu ade sepupuku, dan tinggal bersamaku, dan aku sama dia sudah seperti kakak beradik kandung.

Singkat cerita, aku balik ke Jakarta dan aku janjian sama Tante Wiwi buat mencari rumah. Kujemput dia di rumah salah satu tanteku, dan kami jalan.
“Kemana nih kita Tante?” tanyaku.

“Enaknya kemana ya De, Tante dan Oom pengen yang suasananya tidak terlalu rame, yang tenang gitu, dan kalau bisa udaranya masih bersih dan aksesnya gampang.”
“Wah kalau gitu di deket tempat Iwan saja Tante, di Cibubur kan banyak perumahan, apalagi di seberang toll.”

“Ya sudah, kita kesana saja.”
Kuarahkan mobilku ke arah toll menuju lokasi. Cari-cari seharian akhirnya Tante Wiwi menaksir di salah satu kompleknya Ciputra Group.
“Gimana De menurut kamu?”

“Ya terserah Tante dong, bagusnya Tante tanya Oom dulu.”
“Iya deh nanti malem Tante tanyaain.” Kuantarkan Tante Wiwi pulang.

“Entar Tante hubungi kamu ya De, soalnya kalau jadi rumah yang mau over kredit tadi, kita kayaknya kudu nyari furnitur dan kelengkapan rumah, tidak ganggu kamu kan?”
“Enggaklah Tante, lagian kuliah juga masih kosong.
“Makasih ya”, jawab si tante sambil sun pipiku, serr.

Pagi jam 7 telepon berdering dan Tante Wiwi mengabarkan kalau suaminya setuju dengan rumah pilihan kemarin, dan dia mengajak cari peralatan rumah tangga, karena akad jual beli baru dilaksanakan Senin minggu depan.

Kami jalan ke arah Jl. Fatmawati, karena di sana memang banyak toko dan show room meubel. Siangnya kami makan siang sambil ngobrol-ngobrol.

“Gimana Tante menurut penilaian Tante?” tanyaku.
“Gimana ya, bagus-bagus semua sih, tapi kan Tante sudah pegang referensinya, jadi kalau nanti Tante mutusin pilih, Tante tinggal telepon.”
“O..”, jawabku singkat.

“De, Jum’at besok kamu ikut week-end ya, soalnya Tante Een ngajakin, refreshing katanya, ajak Iwan juga.”
“Boleh juga tuh Tante, tapi kalau Iwan diajak di rumah kelamaan kosong Tante, khawatir!”
“Terserah deh kamu atur saja.”

Besoknya kami berangkat ke Puncak buat week-end. Iwan ditinggal. Di villa yang cukup gede dengan 4 kamar, halaman luas. Kolam renang, plus tempatnya yang masuk ke dalam dan di bukit itu membuat suasana asyik banget.

Jam 10 malam selesai makan di simpang raya kami langsung kembali ke villa. Aku pakai jacket, sambil merokok, aku duduk di teras belakang. Tidak lama muncul Tante Wiwi pakai kimono handuk, habis mandi kelihatannya.

“Dingin-dingin gini kok mandi sih Tan?” tanyaku.
“Iya, habis lengket sih, lagian kan ada water heater.” katanya sambil mengeringkan rambutnya, dia angkat satu kakinya dan dinaikan ke kakinya yang lain. Ala mak, aku bisa melihat paha mulusnya.

Setelah kering rambutnya, Tante Wiwi masuk, aku mengikuti di belakangnya. Aku ke dapur buat bikin kopi. Setelah bikin kopi kubawa kopi ke ruang tengah. Pas lewat depan kamar Tante Wiwi aku melihat pemandangan yang sangat aduhai.

Pintunya yang terbuka sedikit bikin aku bisa mengintip, benar-benar yang kuceritakan tadi di atas, dia yang lagi siap-siap pakai baju, baru pakai CD sementara dadanya masih terbuka membuat payudaranya yang gede bebas terpampang.

Buru-buru aku berlalu, dan bergabung sama Tante Een dan Oom Bambang serta anak-anaknya yang lagi menonton TV. Ngobrol sebentar Tante Een minta izin buat ngelonin anak-anaknya, sementara Oom Bambang minta izin buat istirahat.

Wal hasil tinggal aku yang menonton TV, aku pindah duduk ke kursi panjang yang tadi diduduki sama Oom Bambang dan Tante Een biar aku nontonnya tidak miring.

Kira-kira 5 menit aku nonton sendiri, Tante Wiwi keluar sambil bawa segelas jeruk panas dan duduk di sampingku. Mhh, aroma wangi Tante Wiwi segera menyeruak memenuhi seisi ruangan. Tante Wiwi saat itu pakai kimono sutra warna merah cerah, yang bikin aku horny adalah dadanya nampak tidak pakai apa-apa di dalamnya.

Kira-kira jam 12 malam aku pamit istirahat. “Ya sudah, di matiin saja TV-nya, Tante juga mau istirahat.” Kami jalan beriringan menuju kamar masing-masing, kamarku depan-depanan sama kamar Tante Wiwi di bagian belakang, kamarku di belakang kamar anak-anaknya Tante Een sementara Tante Wiwi di belakang kamar Tante Een.

Pas melewati kamar Tante Een terdengar suara-suara aneh. Aku menoleh ke arah Tante Wiwi, dan Tante Wiwi menaruh telunjuknya di depan bibirnya. “Ssstt, jangan berisik, kamu ambil kursi organ kesini, kita intip.” Katanya sambil senyum. Aku menganggukan kepala. Kuambil kursi itu dan kutaruh perlahan-lahan di depan pintu kamar.

Tante Wiwi di luar dugaan segera naik untuk menyaksikan adegan apa yang tengah berlangsung, dan aku yang di bawah dengan jelas dan gamblang menyaksikan kemulusan betis Tante Wiwi plus bulu-bulu halusnya yang lebat.

Kemaluanku tidak kuat dan pelan tapi pasti mulai tegang. Tante Wiwi tidak lama mulai meletakkan tangannya di depan permukaan selangkangannya dan mengusap-usapkan telapak tangannya di sana.

Melihat gelagat begitu aku tidak buang-buang kesempatan, kuraba betis indahnya, dan di luar dugaan Tante Wiwi tidak bereaksi, malahan dia merenggangkan kakinya dan kulihat tangannya mulai dengan agak kasar mengusap permukaan selangkangannya sambil mulutnya mengeluarkan suara desisan, “Ssshh”.

Melihat Tante Wiwi mulai naik tidak cuma tanganku yang mengusap betis indahnya, tapi juga bibir dan lidahku. Kutelusuri betisnya turun ke bawah, sampai punggung kakinya, kupindahkan ke kakinya yang lain dan aku jelajahi juga.

Desisan Tante Wiwi mulai berubah jadi erangan, dan tangannya nggak cuma beraksi di permukaan selangkangannya, tapi juga tangannya yang lain mulia meremas payudaranya sendiri. Sementara aksiku tidak cuma di betis, kepalaku sudah mulai menyusup ke balik kimononya, jadilah aksiku sekarang menelusuri daerah pahanya.

Setelah aksi bibir dan lidahku mendekati daerah selangkangannya, tangan Tante Wiwi yang tadi dipakai menggosok selangkangannya sekarang pindah ke kepalaku. Dia tekan kepalaku dan mengusap-usap rambutku, sesekali dia jambak rambutku sambil merapatkan kakinya.

Kujilati buah pantatnya yang ranum sambil kedua tanganku beraksi meremas buah pantatnya yang lain sementara tanganku satunya lagi kupakai buat membelai daerah selangkangannya. Kupindahkan aksiku buat menggarap buah pantatnya yang lain. Kusibakan CD mini Tante Wiwi, kurenggangkan kakinya, dan kunikmati belahan pantatnya.

Setelah kumulai sesak napas dan kegerahan kukeluarkan kepalaku dari balik kimononya. Kugeserkan kaki Tante Wiwi supaya dia bisa geser, dan aku naik. Sejurus kemudian terpampang di depan mataku pemandangan yang membikinku semakin horny.

Tante Wiwi di bawah lagi megap-megap sambil menarik-narik rambutnya sendiri, dia angkat kedua kakinya di pundak Oom Bambang, sementara Oom Bambang asyik memompa Tante Een dari atas sambil mulutnya menikmati payudara Tante Een yang lumayan bagus, meskipun sudah punya anak dua.

Aku tidak mau tinggal diam, kulingkarkan tanganku ke pundak Tante Wiwi, dan langsung kuusap-usap bagian dadanya. Tidak lama tanganku yang kiri menyusul, kususupi ke balik kimononya dan segera kudapatkan segunduk daging yang teramat kenyal rasanya di tanganku, dan Tante Wiwi balas dengan menggigit-gigit kupingku.

Lagi asyik men-‘tune’ puting payudara kiri Tante Wiwi, Tante Wiwi beranjak turun. Dan ternyata yang dilakukan Tante Wiwi adalah melepaskan ikat pinggangku, melapas kancing celana jeans-ku dan menurunkan zipper-nya.

Dia tarik jeans-ku selutut, tapi cuma jeansnya doang. Tidak lama terasa hangat permukaan CD-ku, dan terasa juga lidah bermain di permukaan CD-ku naik turun, terasa juga kemaluanku digigiti naik turun, kayak Oppi Andaresta main harmonika.

Sudah itu terasa CD-ku diturunkan juga, sementara di dalam kamar posisi sudah berganti, Tante Een memegang kendali naik turun sambil kedua tangannya memegang tangan Oom Bambang yang lagi asyik meremas payudara Tante Een.

Hangat dan lembab terasa di kepala penisku, pas pandanganku diturunkan ternyata Tante Wiwi lagi asyik menjilati kepala penisku, terus turun ke batang penisku naik turun, dan akhirnya biji kemaluanku dikulumnya juga. Dikemotnya kedua biji kemaluanku.

Ada perasaan mulas sewaktu kedua biji kemaluanku diemut sama Tante Wiwi, habis mulut Tante Wiwi itu mungil banget, jadi kalau disekaligusi jadi beradu satu sama lainnya. Bosan mengulum biji kemaluanku, Tante Wiwi memasukkan batang kemaluanku ke mulutnya, diemutnya, disedotnya kencang banget.

Lalu Tante Wiwi maju munduri mulutnya, sambil tangan kirinya memainkan biji kemaluanku, sementara tangan kanannya meremas buah pinggulku. Tante Wiwi melepaskan hisapannya, tapi kepala penisku langsung jadi sasaran, kali ini kepala penisku digaruk-garuk pakai gigi atasnya.

Waduh, rasanya sangat luar biasa! geli, gatal, dan lain-lain rasa nikmat semuanya campur jadi satu. Dari dalam kamar Tante Een dan Oom Bambang mengerang sangat keras, dan rupanya mereka baru saja mencapai puncak gunung bersama-sama.

Tidak kuat aku kelamaan berdiri, kuangkat kepala Tante Wiwi, aku turun dan kubenarkan posisi celanaku, kutarik Tante Wiwi, kudekap dia di pelukanku dan langsung kuserbu bibir mungilnya yang sudah merekah menantang buat digasak.

Tante Wiwi membalas serbuanku dengan tidak kalah semangatnya. Lidah kami menjelajah rongga mulut masing-masing lawan. Waktu lidah Tante Wiwi menjelajah rongga mulutku, lidahnya kugigit, begitu juga sebaliknya.

Ternyata Tante Wiwi sudah kecapaian dari tadi, “De, kita pindah ke kamar yo!” ajaknya. Aku sih menurut saja. Kuserbu lagi bibirnya, kuangkat tubuhnya kugotong ke kamarnya. Kutaruh dia di atas kasur, dan tanpa buang waktu kulucuti pakaianku sendiri. Selanjutnya setelah aku bugil, aku naik ke ranjang dan bibir Tante Wiwi kembali kunikmati.

Tangan Tante Wiwi tidak tinggal diam, digenggamnya penisku sambil diusap dan dikocok perlahan dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memelukku. Begitu juga aku tidak mau kalah, sementara tangan kiriku menyanggah beban tubuhku, tangan yang kanan kuajak buat jalan-jalan di atas dada Tante Wiwi.

Di dalam kamar baru kutahu bahwa Tante Wiwi adalah jenis manusia yang senang melepaskan perasaan horny-nya dengan sebebas-bebasnya.

Buktinya sewaktu payudaranya kuremas dan putingnya kupilin dari mulut yang masih kukulum, gumamannya terdengar sangat keras. “mmhh.. mmhhgg.” Apalagi sewaktu lidahku bermain di belakang telinganya, erangannya semakin menjadi.

Tante Wiwi dengan tangannya membimbingku untuk menikmati permukaan lehernya yang jenjang dan ada sedikit lipatan lemaknya. Kujilat dan kukecup bagian leher Tante Wiwi sampai tidak ada jengkal yang tersisa, “Uuhh .. sshh.. mmhh.”

Sekarang gantian. Tangan kananku dipakai menyangga tubuhku sementara tangan kiriku kupakai untuk membelai, meremas dan memilin bukit Tante Wiwi yang munjung dan sudah keras dari tadi. Sekarang sasaranku adalah pundak Tante Wiwi, dan kedua sikuku kupakai buat menahan berat badanku, supaya kedua payudara Tante Wiwi bisa kuremas bareng.

Pada saat jelajah lidahku sudah sampai di ujung selepetan bima-nya, aku sibak kimono Tante Wiwi bagian dadanya, dan.. eng-ing-eng, jelaslah sekarang di depan mataku sepasang payudara terindah yang pernah kulihat, karena sebelumnya buah dada pacar-pacarku kalah bagus sama payudara Tante Wiwi.

Aku tidak sabar, aku langsung gigit putingnya yang sebelah kanan dan Tante Wiwi berteriak, “aahhkk.. sshh.. aadduuhh.. eenhaakhh.” Kusedot pentil itu dengan keras, semakin keras kusedot semakin menjadi erangan dan teriakan Tante Wiwi.

Habis sudah kedua permukaan payudara Tante Wiwi kugarap, Tante Wiwi mendekap kepalaku di belahan payudaranya, sementara kedua lengannya menyanggah payudaranya, hal ini membuat mukaku tenggelam disela-sela payudaranya yang indah.

Yang paling mengesankan adalah sewaktu aku bikin cupang di bawah puting kiri Tante Wiwi, Tante Wiwi berteriak sambil menjewer kedua kupingku. “Hah.. oohh.. gghh.. uss.. aahh.” sehabis itu jelaslah bekas cupanganku di payudaranya.

Setelah puas kugarap kedua buah payudaranya, Tante Wiwi menurunkan kepalaku, kujilati permukaan perutnya, pas sampai pusar kukecup dan kujilat pusarnya sementara kedua tanganku kususupi di belakang pinggulnya dan segera kuremas habis kedua bongkah pantatnya.

“Adduuhh Dee.. kamu kok kayaknya uudaahh peengalamann banget ssiihh”, begitu erangan Tante Wiwi kira-kira sewaktu kukecup dan kujilati pusarnya.

Jilatanku terus turun ke bawah, sebelum mulutku sampai di selangkangannya, CD mini Tante Wiwi kuturunkan pakai kedua tanganku, kutarik lepas CD itu. Ya ampun, rumput yang tumbuh di situ begitu lebatnya, sehingga aku nyaris tidak bisa melihat belahan vaginanya.

Yang pertama kali adalah aku merumput di situ, kujilati rambut kemaluan itu sampai rapi, karena dari fakta yang kulihat sepertinya Tante Wiwi adalah salah satu jenis manusia yang senang membiarkan rambut kemaluannya tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya campur tangan dari luar.

Setelah rambut kemaluan itu rapi, aku kuakkan rambut kemaluan yang berada di sekitar bibir vagina Tante Wiwi, barulah sekarang kulihat belahan bibir vagina Tante Wiwi. Bibir vagina itu ternyata masih bersih, belum menghitam. Melihat pemandangan kayak begitu, kontan tangan dan bibirku kompakan buat mengerubuti Tante Wiwi punya vagina.

“Aahh.. adduuhh.. sshh.. aagghh.. yyeess.. ttruusshhgghh.” Tante Wiwi teriak-teriak sewaktu kumasukan jari tengahku ke vaginanya dan ibu jariku menggesek clitorisnya dan lidahku menjilati permukaan bibir vaginanya. “Uuhh.. uuhh.. yyaa.. sshh..” desahan dan erangan Tante Wiwi semakin menjadi ketika dengan ganas kugigit-gigit clitorisnya.

Dan dengan tidak kalah ganas Tante Wiwi menjambak rambutku, dia desaki ke selangkangannya, sementara pinggulnya diangkat tinggi-tinggi sambil membuat gerakan memutar. “mmhhyymm.. sshh.. yyaa..” begitu terus dan terus Tante Wiwi berputar dan berteriak.

“De.. hh.. sini titit kamu kasih Tante..” pintanya dan terjadilah pertempuran 69 yang sangat seru, karena Tante Wiwi dan aku sama-sama rakus.

Setelah 8 menitan bertempur 69 Tante Wiwi mengejan dan berteriak dengan sangat keras, “Dee.. aahh.. aadduuhh.. Tantee.. tidak.. kuatth..” jeritan Tante Wiwi disertai dengan merapatnya kedua paha, serta dicakar-cakarnya buah pantatku.

1 1/2 menit Tante Wiwi menjepit kepalaku, sampai akhirnya dia terkulai, sementara aku terus dengan aksiku menjilati setiap tetes air yang mengalir dari lubuk vagina Tante Wiwi. “De sudah sayangghh.. Adduhh.. gelii..”

Tante Wiwi manjatuhkan diri dan telentang pasrah sambil menarik nafas panjang, pandangan matanya menerawang ke langit-langit kamar.
“De, kamu sudah sering melakukan yang kayak begini ya?” tanyanya sambil melirikku.
“Ah, nggak juga Tante, mungkin sudah dari sononya kali”, jawabku sekenanya.

“Tidak mungkin, buktinya penis kamu Tante sedot kenceng banget koq penis kamu tenang-tenang saja”, sanggahnya.
“Oh jadi Tante pengen saya cepet nyampe klimaks?”

“Ya nggak juga sih, Ih kamu nakal ya!” katanya sambil memiringkan badan dan menggelitikiku. Lama kami bercanda sambil bergumul kayak anak kucing, capai, kita berdua masing-masing diam sambil tarik nafas dalam-dalam.

Melihat Tante Wiwi telentang dengan kedua lengan dan paha terbuka, aku yang memang sudah kesetanan tidak tahan, kukangkangi dia dan langsung kuarahkan rudalku ke lubang vaginanya, kumasukkan penisku, kuselipkan disela-sela bibir vaginanya, perlahan-lahan kutusuk dan.. “Oohhgg.. ehh..” penisku perlahan tapi pasti mulai amblas.

Setelah amblas seluruhnya kutarik nafas dalam-dalam dan kembali bibir Tante Wiwi kulumat, sambil ku-grepe kedua payudaranya. Setelah tenang kumulai angkat perlahan-lahan batang penisku, pas tinggal kepalanya doang yang tersisa kutekan lagi, “Uuhh..” kembali Tante Wiwi mendesah.

Lama-lama kayuhanku semakin lancar, maju mundur, kadang-kadang kuputar seperti orang lagi mengebor, dan Tante Wiwi mengerang keras, “Hhmm.. oouughh”, rupanya dia menyukainya. Aku terus bergoyang, pas aku capai, Tante Wiwi ambil inisiatif. Dia peluk aku erat-erat dan berguling ke sisi kanan.

Sekarang dia naik turun di atasku, “Oohh.. adduuhh Tanntthh.. teerruuss”, erangku sambil tanganku meremas payudaranya keras banget. “Uhh.. uuhh.. uhh.. yyeess.. yyess”, jeritnya sambil kedua tangannya menjambak-jambak rambutnya sendiri.

Lelah naik turun Tante Wiwi memelukku sambil menciumku, kulingkarkan tanganku ke belakang, kujamah bongkahan pantatnya dan aku mulai tusuk dia dari bawah. “mmhh.. mmhh”, kutusuk terus. Tidak lama Tante Wiwi bangkit dan kembali naik turun.

Dia cengkeram lenganku kencang sekali, melihat keadaan seperti begitu, aku langsung pro-aktif, aku juga tidak mau kalah, tusukanku dari bawah kutambah frekuensinya, dan hasilnya.. tidak lama Tante Wiwi menggenjot pantatnya dengan gila sambil teriak-teriak, “aahh.. oohh.. oohh.. Tante mau ssaammpp..”

Belum selesai ngomong begitu Tante Wiwi tekan keras-keras pantatnya ke bawah, terasa otot-otot vaginanya berkontraksi dengan sangat keras, dia jatuhkan diri di atas badanku. Dengan nafas masih memburu dia kecup dan lumat bibirku,

“Huuhh, kamu hebat banget sih De, sama cewek kamu atau sama perek kamu biasanya hah?”
“Enggak koq Tante, ya baru sama Tante saja sekarang.”

“Alah, sama setiap cewek yang kamu tidurin juga jawabannya pasti sama”, katanya sambil ngeloyor ke kamar mandi, setelah selesai bersih-bersih Tante Wiwi masuk lagi ke kamar.

Di depan pintu kamar mandi kusergap dia, kuangkat satu pahanya dan kutusuk sambil berdiri. “Aduh kok ganas banget sih kamu!” katanya setengah membentak. Aku tidak mau tahu, kudorong dia ke dinding kuhajar terus vaginanya dengan rudalku. Mulutnya kusumbat, kulumat dalam-dalam.

Setelah Tante Wiwi mulai terdengar lenguhannya, kugendong dia sambil pautan penisku tetap dipertahankan. Kubawa dia ke meja rias yang berbentuk Consol, kuletakkan pantatnya di atas meja itu. Sekarang aku bisa lebih bebas bersenggama dengan dia sambil menikmati payudaranya.

Sambil kuayun, mulutku dengan sistematis menjelajah bukit di dadanya, dan seperti biasanya (dan ini juga yang biasanya dilakukan wanita) dia tekan belakang kepalaku ke dadanya, dan aku turuti, habis emang nikmat dan nikmat banget. “aahh.. sshh.. oohh.. uugghh.. mmhh”, Tante Wiwi terus meracau.

Bosen dengan posisi begitu kucabut penisku dan kusuruh Tante Wiwi menungging. Sambil kedua tangannya memegang bibir meja. Dalam keadaan menungging begitu Tante Wiwi kelihatan lebih aduhai! Bongkahan pantatnya yang kuning dan mulus itu yang bikin aku tidak tahan. Kupegang penisku dan langsung kuarahkan ke vaginanya.

Kugesekkan ke clitorisnya, dan dia mulai mengerang nikmat. Tidak sabar kutusukkan sekaligus. Langsung kukayuh, dan dalam posisi ini Tante Wiwi bisa lebih aktif memberikan perlawanan, bahkan sangat sengit.

“Aahh Dee Taanntee mmoo.. kkeelluuarr laggi..” racaunya. Tante Wiwi goyangannya menggila dan tidak lama tangan kanannya menggapai ke belakang, dia tarik pantatku supaya menusuk lebih keras lagi.

Kulayani dia, sementara aku sendiri memang terasa sudah dekat. Tante Wiwi mengerang dengan sangat keras sambil menjepit penisku dengan kedua pahanya. Aku tetap dengan aksiku. Kuraih badannya yang kelihatan sudah mulai mengendur.

Kupeluk dari belakang, kutaruh tanganku di bawah payudaranya, dengan agak kasar kuurut payudaranya dari bawah ke atas dan kuremas dengan keras. “Eengghh.. oohh.. ohh.. aahh”, tidak lama setelah itu bendunganku jebol, kutusuk keras banget, dan spermaku menyemprot lima kali di dalam.

Dengan gontai kuiring Tante Wiwi kembali ke ranjang, sambil kukasih cumbuan-cumbuan kecil sambil kami tiduran. Dan ketika kulihat jam di dinding menunjukan jam 02.07.

Wah lumayan, masih ada waktu buat satu babak lagi, kupikir. “Tante, Tante, vagina dan permainan Tante ok banget!” pujiku. “Makasih juga ya De, kamu juga hebat”, suatu pujian yang biasa kuterima!

Selanjutnya bisa ditebak, sampai sekarang aku masih suka berbagi kenikmatan setiap ada kesempatan.

Read More

𝐋𝐚𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐁𝐢𝐫𝐚𝐡𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟎

 


Perlahan pandanganku mulai pulih. Aku tersadar masih tergeletak di kasurku, kemudian bangkit untuk duduk. Badanku sudah telanjang bulat dengan banyak sisa sperma mengering di sekujur tubuhku bahkan rambutku. Kudapati banyak bekas cupangan-cupangan memerah di tubuhku terutama di bagian leher, dadaku, dan di sekitar pahaku.


Aku mulai menangis mengingat apa yang sudah kualami. Aku sudah benar-benar tak pantas lagi menjadi istri Mas Bagas. Aku yang awalnya menolak bahkan meronta-ronta atas perlakuan paksa pada diriku tapi pada akhirnya aku harus menyerah pada hawa nafsuku.

Di tengah tangisanku ini, kudengar hapeku berbunyi. Aku buka pesan baru yang masuk, ternyata dari nomor tak dikenal tempo hari. Dia mengirim file Video lagi yang langsung aku klik.

Video ini Memperlihatkan aku sedang mengoral penis Hitam besar dengan mata terpejam seolah-olah menghayati sekali. Di belakangnya ada sesosok tubuh yang memaju mundurkan pinggulnya melawan pantatku. Video ini direkam dari depan wajahku, sehingga seolah-olah orang yang dibelakangku itu terlihat sedang menyetubuhiku sementara wajahku terlihat sangat menikmati terbukti dengan empotan mulutku di penis hitam itu makin kuat.

Aku hanya bisa menangis melihat video ini. Entah bagaimana dan kapan video ini bisa diambil dan dimiliki oleh si pengirim. Lalu ada pesan baru yang masuk.

Unknown: Hehe, ternyata Ukhti binal sekali ya kalau sudah ketemu dua kontol besar.
Unknown: Tenang.. Video ini aman bersamaku, selama kamu turuti semua perintahku.
Unknown: Besok jam dua siang datang ke Hotel Mataram kamar nomor 1313.

Lalu chat itu pun berakhir. Aku yang masih menangis sesenggukan ini tak tau lagi harus berfikir apa. Apakah ini benar-benar nyata atau sekedar mimpi buruk yang kualami.

“Silakan duduk, Bu Sella. Ketuaan deng kalau dipanggil Bu. Tak panggil Mbak ae lah yo.” Katanya dengan senyum menyeringai. Aku diam saja mendengarnya memasang muka masam.

Aku lalu menggeser tubuhku ke sofa yang ada di sebelahku. Sebelum duduk aku teringat bahwa aku juga tak bisa duduk secara nyaman. Akhirnya akupun memilih tetap berdiri di kamar suite ini.

“Hahaha.. Nggak mau duduk to, Mbak.. Atau nggak bisa duduk? Itu tandanya Mbak sudah mengikuti perintah saya ya?” Kata Pak Broto masih sambil tersenyum menyeringai.

“Pak.. Apa mau Bapak? Saya harus segera pulang, suami saya menunggu di rumah!” Kataku menggertak berbohong.

“Hmm.. sayangnya Embak bukan pembohong yang pintar, Mbak. Hehe. Saya tau kok Mas Bagas sedang keluar kota..” kata-kata pak Broto itu mengagetkankanku. Entah bagaimana caranya dia bisa tau. Ah, dia bisa mendapatkan video-video kemarin, tentu saja tak sulit bagi orang sepertinya untuk tau agenda Mas Bagas.

“Jadi selama Mas Bagas nggak ada di rumah sampai besok, saya rasa Mbak Sella nggak punya alasan juga untuk segera pulang ke rumah. Iya, Kan??” aku hanya diam saja mendengarnya.

“Jadi apa mau Bapak? Saya nggak mau lama-lama disini?”

“Hehehe.. saya rasa Mbak sudah tau apa yang saya mau. Tinggal pilih mau saya paksa, atau sesuai dengan kerelaan Mbak Sella.” Jawabnya sambil tersenyum mesum. Suaranya yang besar itu seolah-olah merupakan ancaman buatku. Aku yang mendengarnya seketika langsung lemas. Tak kusangka ternyata Pak Broto adalah dalang dibalik semua ini. Orang yang tak tau siapa dia pasti memiliki kesan pertama bahwa dia orang berwibawa. Klien Mas Bagas yang hanya baru sekali bertemu denganku mampu mengancamku hingga aku sekarang berada di kamar hotel ini. Sungguh sangat malu aku saat ini, entah apakah aku harus marah kepada Mas Bagas yang sudah mempertemukanku dengan si Bejat yang akan menodaiku ini sementara ujung persoalan semua ini adalah aku yang bermain meraih kenikmatan bersama Mas Diki di belakang Mas Bagas. Yang jelas aku sangat marah terhadap diriku saat ini.

“Sekarang saya mau memastikan Mbak Sella sudah mengikuti instruksi saya.” Kata Pak Broto sambil mendekat ke arahku.

“Pak.. saya bisa kasih uang, tapi jangan apa-apakan saya, Pak.. Saya mohon..” kataku sambil menunduk mencoba mengiba kepadanya.

“Hahaha.. Uang saya wis nggejah, Mbak. Yang saya butuhkan saat ini nggak bisa diganti dengan yang lain.” Katanya sambil memegang daguku dan mendongakkan wajahku hingga kini mata kami beradu tatapan. Senyum nya menyeringai menyiratkan banyak makna.
“Mbak Sella ternyata cantik tenan kalau pakai cadar gini ya.” Kata Pak Broto melanjutkan.

“Pak.. Saya mohon lepaskan saya, Pak..” kataku kembali mengiba.

“Haha.. Sudahlah Mbak Sella.. Nikmati saja, saya jamin saya akan memberikan kepuasan yang tak terhingga.” Kata Pak Broto yang makin membuat nyaliku ciut. Kali ini mataku mulai sembab, menyadari tak ada lagi yang bisa kulakukan untuk menjaga kehormatanku.

Bahuku lalu dipegangnya lalu badanku diputar hingga kini aku membelakanginya menghadap sofa. Lalu badanku ditunggingkan hingga kini tanganku bertumpu pada sandaran sofa. Pantatku lalu ditarik ke belakang. Aku bisa merasakan sekujur tubuhku gemetaran. Aku masih tak rela tubuhku dijamah oleh bandot ini. Jenggotnya yang tebal yang awalnya membuatku simpatik dan berprasangka baik terhadap si tua ini ternyata berbanding terbalik dengan otak jahatnya yang mesum itu.

“Semakin cepat Mbak Sella menerima keadaan, semakin cepat juga tubuhmu akan menikmatinya, Mbak..” bisiknya di dekat telingaku.

Tangannya lalu mulai memegang sisi bawah gamisku ini. Pak Broto tersenyum mendapati ada ceceran noda sperma yang sudah mengering di gamisku. Lalu perlahan tangannya mulai menyingkap gamisku hingga terpampanglah pantat mulusku.

“Hahaha.. Ternyata Mbak Sella mematuhi instruksi saya..” kata Pak Broto masih menatap pantatku.
...........
Tadi pagi sebelum aku berangkat kesini aku menerima kiriman paket. Sama seperti sebelumnya, kotak paket itu dilempar di halaman rumahku. Ketika aku buka, isinya satu set gamis lengkap beserta jilbab lebar, kaos kaki, dan cadar. Lalu kutemukan secarik kertas.
“Pakai ini tanpa dalaman apapun. Jangan lupa berrias. Kamu harus pergi menggunakan bis umum. Jangan sampai terlambat.”

Akupun masuk ke dalam rumah. Waktu sudah mulai beranjak siang sedangkan aku masih ragu antara takut dan tidak percaya saat aku memakai set gamis yang diberikan si peneror ini.

Ketika aku hampir selesai bersiap-siap, gamis ini kusibakkan di depan cermin, tiba-tiba ada sesuatu yang jatuh dari lipatan gamis ini.

“Klontang..” aku mengambilnya. Ini ternyata adalah semacam dildo kecil lebih mirip buttplug. Aku tau dari video bokep yang pernah kutonton. Aku sudah memiliki firasat buruk akan hal ini. Kutemukan secarik kertas kecil yang membungkus ujung buttplug itu. Kubuka dan kubaca kertas itu.

“Pakai ini di lubang anusmu selama perjalanan ke Hotel dan jangan pernah dilepas. Kamu bisa tebak akibatnya kalau kamu tak mengikuti perintah ini.” Seketika tubuhku langsung merinding membaca kertas itu. Aku tak kuat membayangkan benda itu harus masuk ke lubang anusku. Ditambah lagi sepanjang perjalanan di bis aku harus memakai benda laknat ini.

Waktu yang sudah semakin siang membuatku tak bisa berpikir masak-masak. Aku lalu menyingkap gamisku dan duduk di kursi riasku. Terpampanglah selangkanganku yang tak berlapis apapun. Di balik gamis dan jilbab ini memang aku tak memakai sehelai dalaman apapun selain kaos kaki. Perlahan satu tanganku kutempelkan di pinggir lubang anusku.

Aku mencoba memasukkan jari telunjukku ke lubang anusku, tapi tidak bisa. Lubang anusku sangat sempit. Aku tak habis pikir bagaimana caranya buttplug ini bisa masuk ke lubang anusku. Seperti halnya aku tak habis pikir bagaimana di film-film bokep itu anus sang wanita bisa dengan mudahnya menerima mainan seperti ini bahkan menerima penis besar khas orang bule.

Aku lalu ingat tempo hari ketika aku dicabuli dua orang di kamarku ini. Yono bisa memasukkan satu jari tangannya ke dalam anusku walaupun kurasakan sakit sekali saat itu. Aku lalu mencoba merangsang vaginaku terlebih dahulu.

Kugesek-gesek vaginaku dengan jari-jariku sendiri. Aku juga memainkan klitorisku. Kupilin-pilin, kupijit-pijit bulatan kecil itu. Karena klitorisku yang sensitif sekali, tak butuh waktu lama bagiku untuk terangsang. Aku makin aktif memainkan bibir vaginaku dan klitorisku.

“Hmmmpphh.. Ssshhh..” desisan kenikmatan mulai terdengar dari mulutku yang tertutup cadar ini. Vaginaku makin becek mengeluarkan cairan cintanya.

Sekitar 10 menit berlalu aku masih mencoba meraih kenikmatanku ini dengan jari-jariku. Tiba-tiba aku teringat bahwa aku harus memakai buttplug ini. Rangsanganku lalu kutambahkan ke sekitar lubang anusku. Vaginaku yang sudah becek sekali memudahkan jari-jariku untuk mendapatkan pelumas untuk menggesek-gesek lubang anusku.

“Hhmmmppphh..” aku mendesis lirih saat aku memasukkan pelan ujung jari telunjukku yang basah ini ke lubang anusku. Jari-jariku yang lain masih memainkan klitorisku. Ada rasa sakit saat ujung jariku berhasil masuk ke lubang anusku.

Aku diamkan sejenak ujung jariku itu di anusku. Setelah beberapa saat baru kugerakkan pelan-pelan dengan gerakan memutar di sekitar lubang anusku itu. Ada sensasi berbeda yang seumur hidup belum pernah aku rasakan. Selang beberapa saat gerakan jariku di lubang anusku kunaikkan temponya menjadi lebih cepat. Rasa sakit yang kurasakan kini agak berkurang.

Aku yang tak ingin berlama-lama larut di dalam birahi ini, lalu mencoba memasukkan buttplug ini ke lubang anusku. Kucoba basahi dengan ludahku lalu kutempelkan ke lubang anusku. Aku mencoba menekan pelan tapi ternyata lubang anusku yang masih sangat sempit tak mau menerima buttplug ini. Kulakukan beberapa kali tapi buttplug ini tak juga mau masuk. Akhirnya di percobaan kesekian kali aku memaksakan ujung buttplug ini untuk masuk ke lubang anusku.

“Hegghh..” jeritku tertahan saat ujung buttplug ini akhirnya menembus gerbang anusku. Rasa sakit menjalar di sekujur tubuhku.

Aku yang tak ingin membuang waktu yang sudah makin siang ini segera menjejakkan kaki berharap aku tidak sampai terlambat. Ada rasa aneh ketika aku berjalan dengan gamis dan berjilbab lebar bahkan bercadar tapi tak menggunakan dalaman sama sekali. Terlebih lagi ada buttplug yang menempel di anusku membuat cara jalanku sedikit aneh karena ada rasa ngilu dan geli di selangkanganku. Di sepanjang perjalanan baik di jalan maupun di bis beberapa kali aku menjadi objek banyak lelaki. Hingga sampailah aku di hotel ini.

Ketika aku masuk kamar 1313 yang cukup luas ini aku langsung terkejut melihat Pak Broto ada di dalam kamar ini juga. Langsung bisa kutebak bahwa Pak Broto ada di balik tragedi video memalukan yang kuterima beberapa kali dalam sebulan lalu dan kemarin. Pak Broto dengan perut buncitnya yang memakai batik itu lalu tersenyum saja melihatku yang masih mematung terkejut.
...........


Aku yang kini menungging memamerkan pantatku kepadanya hanya bisa meneteskan air mata penyesalan. Sebentar lagi kehormatanku sebagai istri Mas Bagas hilanglah sudah.

Kurasakan tangan Pak Broto mulai menggerayangi bulatan pantatku. Pelan-pelan tangannya mulai meremas-remas bongkahan pantatku yang putih ini. Satu tangannya mulai menuju ke arah lubang anusku yang tersumpal buttplug.

“Pantatmu bagus banget, Bu.. Putih, Bulet.. sempurna tanpa cacat.. Hahahaha.. kontolku bakal puas nih main-main disini..” aku langsung merinding mendengar perkataannya itu. Tangan Pak Broto lalu mulai memainkan buttplug itu. Diputar-putarnya ujung buttplug itu tanpa melepasnya dari anusku. Ada rasa geli dan sedikit perih yang kurasakan.

Tiba-tiba benda lunak menyentuh vaginaku. Aku yang terlalu sering menjadi objek cabul ini tahu bahwa Pak Broto kini memainkan vaginaku dengan lidahnya.

“Hmmpp.. Sshhh..” desisanku mulai keluar. Tubuhku reflek menggelinjang kegelian saat lidahnya menyapu pinggiran bibir vaginaku.

Lidah Pak Broto kurasakan makin liar bermain-main di vaginaku. Semua permukaan vaginaku tak luput dari sapuan lidahnya. Lalu tiba-tiba buttplug itu ditarik keluar oleh satu tangannya.

“Aaaahhh..” aku menjerit tertahan. Kurasakan perih di bibir anusku. Mendengar jeritanku itu, Pak Broto malah makin liar menjilat-jilat bibir vaginaku. Kini lidahnya mencoba makin masuk makin dalam hingga kurasakan klitorisku mulai dijilatnya.

“Hmmmmhh.. ssshh..” aku kembali mendesis keenakan karena permainan lidahnya di titik paling sensitif di vaginaku ini. Vaginaku kurasakan mulai basah.

“Hhhmmmpphh.. Hhhhmmmpphh.. sssshhh...” Desisku makin mengeras. Tiba-tiba Pak Broto kembali memasukkan buttplug itu ke dalam anusku dalam sekali sentakan.

“Aagghhhh.. Ppaak.. Sakiiiiit..” aku masih belum terbiasa menerima benda sekeras ini di anusku. Air mataku masih terus mengalir. Pak Broto nampaknya tak peduli dan masih dengan liarnya memainkan klitorisku bahkan kini menghisap-hisapnya.

“Hmmmpphh.. Sshh..” aku mendesah karena rasa nikmat di vaginaku. Di sisi lain anusku masih terasa perih menerima buttplug ini. Buttplug itu lalu dicabut dari anusku kembali. Beberapa saat kemudian lalu dimasukkan lagi ke dalam anusku. Badanku panas dingin menerima perlakuannya di liang anusku ini, sementara lidah dan bibirnya makin menggila memainkan vaginaku.

“Oooh.. Sshhh... Mmmmhhh..” mulutku mendesah merefleksikan sensasi rasa sakit di anusku serta rangsangan permainan lidah Pak Broto di vaginaku yang kurasakan makin nikmat. Vaginaku mengeluarkan lendir cintanya makin banyak membuatnya makin becek.

“Hhhhmmmpphh.. Aaahh.. “ desahanku makin mengeras saat klitorisku dihisap-hisap makin kuat oleh bibir Pak Broto. Buttplug di lubang anusku sudah tak lagi dimainkannya dan kini terselip kembali di lubang anusku. Membuatku kini bisa menikmati rangsangannya di vaginaku dan perlahan mulai mengikis rasa sakit yang kurasakan di lubang anusku. Aku makin larut kedalam jurang nafsu birahiku. Lidah Pak Broto begitu ahli memainkan vaginaku.

Tubuhku bahkan menggeliat makin liar menghianati akal dan imanku. Rangsangan bibir dan lidah Pak Broto di vaginaku membuat gairahku makin meninggi. Aku yang awalnya menolak perlakuannya, kini begitu menikmati sapuan-sapuan lidahnya itu. Tak terasa badai orgasmeku mulai mendekat.

“Ssshhh.. Mmmhhhh...” desisku lirih.

Tiba-tiba permainan lidahnya berhenti. Kurasakan tangan Pak Broto mencengkeram pantatku. Kutolehkan kepalaku ke belakang, entah sejak kapan Pak Broto sudah telanjang menampakkan perut buncitnya. Kurasakan kepala penisnya menempel di gerbang liang vaginaku. Akalku sesaat kembali. Aku mencoba berontak tapi cengkeraman tangannya tak sebanding dengan tenaga akhwat sepertiku ini.

“Pak, jangan dimasukkin, Pak.. Saya mohon.. mmmmhhhhhhpphh..” rontaanku tertahan saat Pak Broto dengan paksa mencoba memasukkan penisnya ke lubang vaginaku. Beceknya vaginaku membuat Kepala penisnya kini sudah berhasil masuk ke dalam vaginaku yang sempit ini.

Aku merasakan mulut vaginaku meregang menerima kepala penis Pak Broto. Ini penis ketiga yang memasuki liang senggamaku. Benda keras dan hangat itu didiamkan beberapa saat di dalam vaginaku. Tak lama kemudian, Pak Broto mulai memasukkan penisnya makin dalam.

“Hhhmmm.. Ssshhhh..” rontaanku sebelumnya entah mengapa kini berubah menjadi desisan. Penisnya masuk makin kedalam vaginaku yang sempit ini. Gesekan di dinding vaginaku membuatku makin terangsang. Pak Broto mulai menggoyang penisnya di dalam vaginaku.

“Hmmmppphh.. Mmmmppphh..” desahku. Nafsu birahiku kini mulai mengambil alih akal sehatku lagi. Pompaan penis Pak Broto di vaginaku kurasakan makin cepat. Tubuhku menggeliat merespon gerakan penisnya di dalam vaginaku.

“Hhhhhhhhmmmppp... Hhheegghhhhhhhh....” desahku agak keras diikuti tubuhku yang menggelinjang merasakan orgasme yang kudapat. Punggungku menekuk ke atas, mataku membelalak merasakan gelombang klimaks yang kudapat dari pria hidung belang ini.

“Hehehe.. Kok udah klimaks aja, Bu. Baru saya colok sebentar lho ini..” tawanya dari belakang mengejekku. Pak Broto memberi jeda beberapa detik saat aku orgasme, sebelum memulai lagi menggerakan penisnya di dalam vaginaku.

Vaginaku yang baru saja dilanda orgasme kini dipaksa lagi menyesuaikan gerakan penis Pak Broto. Walaupun sudah banyak mengeluarkan lendir, sempitnya rongga vaginaku membuat penisnya terasa sesak memenuhi vaginaku.

“Uugghhhh.. Asssuu.. kamu jarang kenthu karo bojomu to? Sempit banget memekmu, Mbak. Memek ABG aja kalah sempit sama memekmu.. Ugghhh..” kata Pak Broto sambil perlahan menggerakkan pinggulnya. Tangannya mencengkeram pinggulku.

“Splok.. Splokk..” pinggul Pak Broto beradu dengan pantatku seiring dengan makin cepat pompaan penisnya. Vaginaku mulai terbiasa dengan penis Pak Broto. Gesekkan penisnya yang memenuhi liang senggamaku ini membuat birahiku kembali naik. Terlebih lagi ada buttplug yang masih tertancap di lubang anusku memberiku sensasi lain yang berbeda.

Pinggulku kini secara tak sadar maju mundur mengikuti irama pompaan pinggul Pak Broto. Aku yang tadinya menangis menolak perlakuannya, kini kembali menyerah kepada nafsu syahwat yang mulai menyelimutiku. Tangan Pak Broto makin kuat mencengkram pinggulku sambil terus memompa penisnya maju mundur di dalam lubang vaginaku.

“Ploopp..”

“Aauuhh..” aku menjerit kecil saat buttplug yang tertanam di anusku tiba-tiba dilepas Pak Broto. Kurasakan satu jarinya bermain-main di sekitar lubang anusku, sebelum kemudian ujung jarinya mulai dimasukkan ke lubang anusku menggantikan buttplug tadi.

“Aahhh.. Ppakk.. Sakiiit..” rintihku sambil menengok ke belakang saat satu ruas jari itu memaksa masuk lubang anusku. Kulihat Pak Broto hanya menyeringai sambil masih tetap menggerakan pinggulnya memompa penisnya di dalam lubang senggamaku. Jari telunjuknya yang berada di dalam lubang anusku itu lalu mulai digerakkan memutar-mutar. Aku merasakan antara sakit perih dan geli menerima perlakuannya itu.

Pompaan pinggul Pak Broto lalu berhenti. Jari nya yang menancap di anusku lalu dicabutnya. Kurasakan penisnya ditarik keluar hingga kurasakan dinding luar vaginaku juga ikut tertarik. Penisnya lalu diarahkan tepat di lubang anusku. Aku seketika merinding merasakan ada benda keras menggesek-gesek dan menonjol-nonjol di lubang anusku. Kesadaranku pulih untuk sesaat.

“Pak, Bapak mau ngapain?” tanyaku gemetaran.

“Ternyata benar kalau anusmu masih perawan. Bagas dapat perawan memekmu, biar aku yang dapat perawan anusmu. Hahaha..” tawa Pak Broto masih menyundul-nyundulkan kepala penisnya di pintu anusku.

“Pak.. saya mohon jangan disitu, Pak.. saya belum pernah.. sakit, Pak.. “ kataku sambil membayangkan ngerinya penis keras itu jika masuk lubang anusku.

“Hahaha.. semua cewek juga bilang gitu kalau belum coba. Tapi percaya aja nanti bakal enak kok, Mbak..” kata Pak Broto.

“Pak.. Saya bakal lakuin apa saja asal Bapak tidak memasukkan ke lubang yang itu..” rontaku memohon. Pak Broto nampak diam sesaat.

“Oke, tak turutin permintaanmu. Tapi kamu harus nurut dan bisa puasin aku, atau anusmu yang jadi korbannya.” Kata Pak Broto menyeringai mesum. Lalu kurasakan Pak Broto menekan kembali buttplug yang ada di tangannya ke dalam anusku.

“Aaiiihh..” jeritku saat buttplug itu berhasil masuk paksa ke dalam anusku. Badanku kemudian ditarik hingga berdiri.

Pak Broto lalu mengambil hape di celananya yang tergeletak di lantai kemudian duduk di sofa. Sesaat kemudian dia mengarahkan hapenya yang high-end itu kearahku.

“Sekarang buka semua pakaianmu kecuali jilbab dan kaos kaki.” Kata Pak Broto masih mengarahkan hapenya.

Aku cukup paham bahwa saat ini aku sedang direkam olehnya. Ancamannya yang akan menjebol lubang anusku membuatku merasa tak punya pilihan lain. Aku yang tidak bisa berbuat apa-apa selain menurutinya lalu perlahan membuka resleting gamisku dan hanya perlu menariknya sedikit untuk gamis ini lolos turun hingga tak lagi menutupi tubuhku telanjangku yang putih bak pualam tanpa dalaman ini. Dari depan, tetekku masih tertutupi jilbab panjang ini, tapi perut hingga bulu-bulu halus vaginaku pasti terlihat jelas oleh Pak Broto. Aku lalu menarik lepas cadar yang kupakai ini, hingga tampaklah wajahku di hadapan Pak Broto yang sedang merekamku.

“Hehe.. Jan komplit tenan kamu, badanmu bagus gitu putih mulus, mukamu juga Ayu tenan, Mbak. Aku langsung sange pas pertama kali melihatmu di taman kota dulu. Dah gitu kamu waktu itu nggak pakai bra kan, pentilmu sampai nyeplak gitu. Ternyata kamu selingkuh dibelakang suamimu pas ada suamimu nggak jauh dari situ. Dasar akhwat binal kamu, Mbak. Hahaha..” kata Pak Broto.

Memang benar apa yang dikatakan Pak Broto. Siapa sangka ketidaksetiaanku saat itu malah menyeretku menuju kondisi seperti ini. Inikah balasan yang harus kuterima. Aku yang mendengar perkataan Pak Broto itu hanya bisa menitikkan air mata.

“Sekarang kocokin kontolku pakai susumu, Mbak.” Aku masih berdiri terdiam. Hati kecilku tak mau melayani lelaki hidung belang ini.

“Terserah kamu sih, Mbak. Kalau kamu nggak mau nurut, aku bisa paksa dan anusmu siap-siap nelen kontolku ini. Hahaha. Jadi mending kamu bikin aku cepet keluar biar ini semua cepet selesai.” Kata Pak Broto yang masih merekamku

Tanpa daya, aku mendekat ke arah Pak Broto dan mulai berjongkok di hadapannya. Aku kini bisa melihat dengan jelas penisnya yang coklat dan menjulang, penis yang belum lama tadi masuk ke dalam vaginaku dan memberiku orgasme. Dengan satu tangannya Pak Broto lalu menyingkap jilbabku ke arah belakang leherku hingga tetekku kini terekspos bebas di hadapannya. Tak butuh waktu lama lalu satu tangannya berpindah mulai meremas tetekku.

“Ugghhh.. masih mengkel gini tetekmu, Mbak. Pentil nya juga mancung.” Kata Pak Broto yang meraba-raba dan memainkan puting sensitifku yang sudah mengeras ini.

“Ayo kocokin, Mbak. Dah ngaceng ini kontolku, pengen dijepit susumu.” Perintah Pak Broto sambil menarik pundakku. Aku kemudian memegang penisnya yang hangat ini. Ukuran penisnya hampir sama dengan penis Mas Bagas. Aku posisikan penis itu di sela-sela tetekku. Penisnya yang coklat gelap ini terlihat kontras dengan kulitku yang putih. Tanganku membantu menekan tetekku dari samping. Perlahan aku mulai menaik-turunkan badanku hingga tetekku yang membulat ini mengocok-ngocok penisnya.

Penis Pak Broto kurasakan makin mengeras karena kocokan himpitan buah dadaku. Satu tangannya masih terus memegang hapenya, sementara satu tangan yang lain terkadang meremas-remas tetekku dan memain-mainkan putingku.

“Ughh.. enak tenan susumu, Mbak..” kata Pak Broto sambil terus memilin-milin putingku dan menarik-nariknya.

“Pakai mulutmu sekarang, Mbak. Aku mau pejuhku ngisi bibirmu yang seksi itu. Hahaha..” perintah Pak Broto.

Tanganku yang putih ini lalu kuarahkan memegang penis gelap itu. Terasa keras, hangat dan berdenyut-denyut. Tubuhku seketika merinding. Kudekatkan wajahku menuju selangkangannya yang berbulu lebat itu hingga bibirku kini hanya berjarak sekian senti. Aroma penis Pak Broto langsung menyeruak masuk ke dalam hidungku. Entah mengapa aku malah jadi terangsang sendiri melihat penisnya yang mengacung tegang ini.

“Dijilat-jilat dong, Mbak. Kaya Mbak sama selingkuhannya itu. Hehehe..” tawa Pak Broto.

Aku lalu mulai menjulurkan lidahku ke ujung kepala penisnya. Kumain-mainkan lidahku di lubang kencingnya. Perlahan jilatanku turun ke batang penisnya. Kujilat-jilat buah zakar Pak Broto yang tertutup bulu lebat itu, hingga sesekali hidungku terasa sumpek karena bulu-bulunya.

Pak Broto lalu mengarahkan penisnya ke depan bibirku. Sesaat kemudian kepala penisnya sudah masuk ke dalam mulutku. Aku mulai hisapan mulutku di kepala penisnya itu.

“Ugghhh.. Enak banget emutanmu, Mbak..” kata Pak Broto.

Satu tangannya memegang kepalaku yang berbalut jilbab syar’i ini. Perlahan Pak Broto memasukkan penisnya agak dalam ke mulutku, lalu ditariknya lagi keluar hingga sebatas kepala penisnya yang berada di mulutku. Lalu dimasukkan lagi lebih dalam dan ditarik lagi, berkali-kali. Kepalaku yang dipegang tangannya membuatku hanya bisa pasrah menerima penisnya keluar masuk dalam mulutku.

“Clop.. Clopp.. Clopp..” rongga mulutku yang kecil ini harus berjuang keras melemaskan ototnya untuk menerima batang keras ini. Bibirku masih terus menghisap-hisap penisnya.

“Uuurrgghh.. Empotan mulutmu sama enaknya sama memekmu, Mbak.. uugghhh..” kata Pak Broto.

Penisnya kini makin cepat keluar masuk mulutku. Kepalaku yang dipegangnya kini diarahkan juga untuk naik turun menyambut gerakan pinggul Pak Broto.

“Clop.. Clop.. Glookk..” terkadang kepalaku ditekan makin kebawah hingga penis kerasnya makin masuk ke dalam pangkal mulutku. Saat penisnya makin terasa penuh di mulutku, kepalaku lalu ditahannya selama beberapa detik, membuatku tersedak karena kesulitan bernafas.

“bwaaah.. Uhuk.. Uhuk..” mulutku terbatuk-batuk setelah tangan Pak Broto melemaskan tekanan tangannya di kepalaku membuatku bisa mengeluarkan penisnya dan bernafas kembali. Namun beberapa detik kemudian kepalaku ditekan lagi hingga mulutku kembali menelan batang gelap ini.

Pak Broto kembali menekan kepalaku hingga penisnya kembali menyesaki rongga mulutku dan melakukan deepthroat di batang penisnya selama beberapa kali. Aku yang memang tidak begitu menyukai deepthroat beberapa kali dibuat tersedak hingga mataku memerah basah.

“Clop.. Clopp.. Clopp..” suara rongga mulutku yang beradu dengan selangkangan Pak Broto. Entah sudah berapa menit mulutku menghisap-hisap penisnya ini hingga kurasakan pipiku mulai kelu. Kulirik ke atas, Pak Broto nampak merem melek menghayati perlakuannya atas mulutku ini.

“Ugghhh...” satu tangan Pak Broto kembali menekan kepalaku maju mundur menelan penisnya. Kurasakan penisnya makin keras dan hangat, kepala penisnya terasa licin di lidahku.

Pak Broto makin cepat memompa penisnya keluar masuk mulutku tapi hanya sampai setengah batang penisnya, hingga tak lama kemudian kepala penisnya berkedut-kedut.

“Uggggghhhhh..” erang Pak Broto saat kepala penisnya mulai menyemburkan laharnya di dalam mulutku. Naluri nafsuku berkata padaku untuk menelan cairan hangat ini, saat tiba-tiba aku mendengar.

“Jangan ditelen dulu, Mbak.. Ugghhhhh..” aku yang bingung hanya diam saja sambil mulutku masih dijejali kepala penis Pak Broto yang menyemprotkan spermanya berkali-kali. Mulutku penuh dengan spermanya, hingga beberapa tetes meluber ke bawah bibirku. Biasanya aku langsung telan sperma lelaki yang masuk mulutku, baru kali ini kurasakan mulutku menggembung penuh terisi sperma.

Pak Broto lalu bangkit dari sofa dan mendudukkanku di lantai sambil masih tetap merekamku. Kali ini hapenya diarahkan makin mendekat ke wajahku. Aku yang tak bisa berkata-kata untuk menolak karena spermanya masih memenuhi mulutku hanya bisa melengos ke kiri, seolah-olah masih menyisakan penolakan walau tak bermakna dan tak sudi untuk direkam.

“Hehe.. Lihat sini dong Mbak..” kata Pak Broto memegang daguku menolehkan dan mendongakkan wajahku ke arah kamera hapenya. Aku hanya memejamkan mata seolah-olah masih teguh menampakkan ketaksudianku itu.

“Coba mulutnya dibuka, Mbak..” aku perlahan membuka mulutku. Kurasakan beberapa lelehan sperma mengalir hingga membasahi jilbab syar’i ku.

“Hahaha.. Seksi banget kamu, Mbak. Pakai jilbab tapi mulutnya penuh pejuh gitu. Sekarang kamu kumur-kumur pakai pejuhku itu terus telan ya, aku yakin kamu haus kan habis ngemut kontolku tadi.” Kata Pak Broto sambil menyeringai.

Hapenya masih diarahkan dekat ke wajahku, memastikan terekam jelasnya mulutku yang kini sedang berkumur-kumur spermanya, lalu beberapa detik kemudian karena sudah tak tahan, kutelan sperma ini hingga tak bersisa lagi di rongga mulutku. Satu tangan Pak Broto lalu melepas pegangannya di daguku. Aku langsung menunduk lemas. Mataku mulai berkaca-kaca merenungi perlakuan yang kuterima ini.

Beberapa menit kemudian tubuhku ditariknya ke atas ranjang kamar hotel ini. Hapenya yang tadi digenggamnya entah berada dimana sekarang. Badanku direbahkan di atas kasur.

Pak Broto kemudian memosisikan dirinya di sela-sela selangkanganku. Secara refleks aku menutup selangkanganku ini dengan kedua tanganku. Walaupun penis kerasnya tadi sudah melesak di dalam vaginaku, hati kecilku masih tak rela mahkota surgaku ini dilihat olehnya. Namun Pak Broto dengan mudahnya memindahkan tanganku yang memang tak ada apa-apanya dibanding tenaganya.

Selama sesaat Pak Broto memandangi vaginaku dengan tatapan tajam. Aku tak tahu harus merespon seperti apa. Pak Broto hanya terdiam memandangi selangkanganku dengan tatapan iblisnya.

“Plopp”
“Hghh..” mulutku mendesis saat Pak Broto dengan tiba-tiba mencabut buttplug dari lubang anusku.

“Hahaha. Dicabut dulu aja, Mbak. Daripada keburu longgar nanti, mosok belum pernah dipakai sudah longgar.” Kata Pak Broto. Aku langsung merinding mendengar kata-kata nya itu. Raut mukaku berubah sepeti seorang yang sedang ketakutan.

“Tenang aja, Mbak Sella. Kontolku nggak akan masuk ke silitmu kecuali kamu yang minta. Hahaha.” Kata Pak Broto kemudian. Entah apakah aku harus merasa lega mendengarnya. Lubang anusku mungkin aman, tapi kupikir tidak dengan lubang kemaluanku yang lain.

Pak Broto lalu mendekatkan kepalanya ke arah vaginaku. Sesaat kemudian aku merasakan bibir vaginaku disentuh oleh benda lunak dan basah. Ujung lidah Pak Broto mulai menggelitik-gelitik lapisan luar bibir vaginaku. Perlahan-lahan ujung lidahnya bermain-main, tak hanya di vaginaku tapi juga sekitar selangkanganku. Lambat laun jamahan lidahnya berubah menjadi sapuan-sapuan di sekitar selangkanganku. Lubang anusku juga tak luput dari sapuan lidahnya.

“Hmmppphh..” tak sengaja mulutku mulai mendesis. Lidahnya sangat lihai memainkan bibir vaginaku. Lelaki dengan banyak istri seperti dia tentunya sudah tak terhitung berapa kali lidahnya berlatih memanjakan vagina-vagina wanita, hingga kini juga mampu membuatku mendesis kenikmatan hanya karena permainan lidahnya.

Entah bagaimana asalnya, permainan lidah Pak Broto mampu menggiring nafsuku menuju ambang orgasme. Ada sensasi kenikmatan tersendiri yang kurasakan dari perlakuan oral seks dari lidah Pak Broto. Mataku terpejam menikmati jamahan mulutnya di setiap senti permukaan lubang surgawiku. Pantatku kini tak malu lagi berayun naik seolah menggapai juga sapuan dan jilatan lidah Pak Broto.

Disaat aku sudah di ujung orgasme, tiba-tiba kudengar suara ringtone hapeku berbunyi dari dalam handbagku yang tergeletak di lantai.

Pak Broto kemudian beranjak dari kasur mengambil hape dari dalam handbag ku itu. Ketika Pak Broto melihat layar hapeku, tiba-tiba senyum tersungging dari bibirnya. Aku yang masih terbaring ini tak paham arti seringainya itu. Lalu Pak Broto kembali mendekatiku dan menyerahkan hapeku.

“Diterima, Mbak. Dari Bagas nih..” Kata Pak Broto. Aku menerima hapeku itu dan langsung mengangkat panggilan dari Mas Bagas.

“Assalamu’alaykum, Abi..” Aku menyapa suamiku dengan suara yang kubuat senormal mungkin padahal saat ini aku sedang telanjang hanya mengenakan jilbab di kamar hotel dengan rekan bisnis suamiku.

“.....”

“Iya Abi. Ini Umi lagi di rumah Fani...” Aku berbohong saat Mas Bagas bertanya sedang dimana aku saat ini.

“......”

Mas Bagas sedang antusias bercerita tentang proyek barunya. Aku mencoba menanggapi obrolan Mas Bagas setenang mungkin, saat tiba-tiba Pak Broto menjilati bibir vaginaku. Tubuhku seperti disetrum saat merasakan lidahnya menjilati kemaluan dan selangkanganku. Aku yang menanggapi telpon dari Mas Bagas tak menyadari ternyata Pak Broto sudah berada di selangkanganku. Sesaat kemudian Pak Broto memulai lagi oral seks yang tadi sempat terhenti tepat saat aku menjelang orgasme.

Aku mencoba menggeliat seolah menjauhkan selangkanganku dari deraan permainan oral seks mautnya tapi semakin aku menggeliat malah rangsangan kenikmatan yang kudapatkan dari vaginaku. Lalu mataku memberi kode kepada Pak Broto untuk menyudahi perlakuannya karena aku sedang mengangkat telepon dari Mas Bagas. Namun Pak Broto tak menanggapinya. Pahaku ditahan kedua tangannya. Lidahnya makin liar menjamah selangkanganku.

Aku menutup mulutku dengan satu tanganku. Mataku terpejam. Aku mencoba untuk mengacuhkan rangsangan yang kuterima di selangkanganku dan fokus ke pembicaraanku dengan Mas Bagas. Akan tetapi permainan lidah Pak Broto terlalu lihai untuk kutahan dengan perisai imanku. Aku terlalu lemah hingga sangat menikmati sentuhan dan jilatan lidahnya.

Setiap jengkal vaginaku tak luput dari rangsangan lidahnya. Pantatku yang beberapa saat lalu berontak, kini benar-benar menyerah pasrah bahkan mulai rileks menerima kenikmatan duniawi ini.

“......”

“Iya, Abii.. Mmmpphh.. Lagi sama Fanni aja ini. Di depan laptop. Hmmpphh..” Mulutku yang mendesah walaupun sangat pelan ini nampaknya membuat Mas Bagas sedikit curiga terdengar dari nada respon dari Mas Bagas nampak berubah.

“Sudah dulu ya Abi.. Umi disuruh bantu-bantu Faniiiiihh... Hmmmpphh..” Pak Broto makin liar menjilati vaginaku, bahkan kini memainkan klitorisku dengan bibirnya. Membuatku tak mampu untuk tak mendesah. Kakiku kini tertekuk, betisku berada di atas pundak Pak Broto. Kedua tangannya memegangi pahaku sementara kepalanya liar menjelajahi setiap senti daerah intimku

“......”

“Oh gitu. Abi extend disana lima hari lagi ya..” jawabku merespon saat kutahu ternyata alasan Mas Bagas menelponku untuk memberitahuku bahwa meeting dengan kliennya diperpanjang karena owner proyeknya belum bisa hadir sekarang. Dalam keadaan normal, responku pasti ngambek dan tak mengijinkan Mas Bagas berlama-lama meninggalkanku sendiri. Tapi posisiku saat ini benar-benar sudah membuatku hilang akal. Tubuhku yang dalam cengkeraman Pak Broto ini ingin menuntaskan nafsu birahi yang kuterima di selangkanganku saat ini. Penjelasan Mas Bagas di telepon pun akhirnya tak terlalu kuhiraukan.

“......”

“Iya, I love you too, Abiiihh.. hhmmmppphh.”

Aku yang sedang menerima rangsangan luar biasa di vaginaku tak bisa lagi menanggapi obrolan Mas Bagas secara normal. Otakku sudah diisi oleh nafsu birahi. Bahkan kini gelombang orgasmeku yang tadi tertahan kembali hadir.

Pantatku turut bergoyang lagi menyatu dengan gerakan lidah dan bibir Pak Broto. Aku yang sedang menerima telepon dan berbohong pada suamiku, sedang menerima rangsangan dari lelaki hidung belang di kemaluanku. Obrolan Mas Bagas di telepon dari ujung sana sudah tak kuhiraukan lagi seiring dengan nafsuku dan tubuhku yang sedang mengejar orgasmeku sendiri.

“Aaaakkkhhhhhhh.. Paakkkhh..” aku menjerit saat gelombang orgasmeku datang. Pak Broto malah mengigit biji klitorisku membuat pantatku makin blingsatan. Mataku membelalak, seolah sedang melepas beban ratusan kilo yang sedang membelengguku. Sejenak aku lemas terkapar di kasur ini. Kakiku kini terebah lurus hingga melewati ujung kasur.

Beberapa saat kemudian, akalku mulai kembali. Tangan kananku masih memegang hape. Aku terkejut saat tersadar bahwa tadi aku sedang menerima telpon Mas Bagas. Ketika kulihat layar hapeku, ternyata panggilan telepon kami tadi sudah terputus tanpa diakhiri salam. Aku berharap semoga Mas Bagas tak mendengar jeritanku tadi.

“Hahaha.. Banyak banget ngecrotnya Mbak. Lebih banyak dari yang pertama tadi..” Suara Pak Broto itu memecah lamunanku. Sesaat tadi aku tak sadar bahwa aku baru saja merengguk kenikmatan dari lelaki paruh baya ini.

“Becek banget memekmu. Siap-siap ya, Mbak. Hahaha..” Kata Pak Broto sambil menggeser badan buncitnya hingga kini dia berada di selangkanganku kemudian mengangkat lagi kakiku. Aku bisa merasakan ujung penisnya menyentuh bibir vaginaku.

Aku yang masih lemas ini jelas tak memiliki daya upaya untuk menolaknya. Aku hanya bisa menolehkan kepalaku, menolak beradu pandang dengannya, setidaknya hati kecilku masih tak rela tubuhku menyatu dengan tubuhnya. Ketika aku menoleh, aku baru sadar hape Pak Broto tadi ditaruh di tripod dan merekam seluruh perlakuannya terhadapku di ranjang sedari tadi.

‘Slepp..’
“Ughh.. Sempit banget memekmu, Mbak.. Baru kepalanya kontolku tok lho ini tapi suempit tenan..” Kata Pak Broto sambil meringis. Aku hanya bisa memejamkan mata merasakan penisnya mencoba memasuki liang vaginaku. Becek karena lendir orgasemeku beberapa saat tadi tak semerta-merta membuat penisnya lancar memasuki sempitnya liang vaginaku.

Aku merasakan perih saat penis kerasnya itu mencoba memasuki liang vaginaku. Pak Broto kembali mencoba mendorong memasukkan penisnya lebih dalam lagi. Aku masih memejamkan mata menahan perih yang melanda selangkanganku meski baru hanya kepala penisnya saja yang kini berhasil masuk ke liang vaginaku. Hingga tak kusadari keringat dingin mulai mengucur di sekitar dahiku.

Pak Broto yang melihat ku ini nampaknya mulai mengerti. Dia tak lagi memaksa mendorong penisnya, dan kini mencoba menarik penisnya dan memasukkan lagi ke vaginaku pelan-pelan sedikit demi sedikit. Tangannya kini juga mulai memainkan tetekku. Kedua tangan kekarnya itu meremas-remas kedua buah dada ranumku ini. Remasannya lembut tapi kuat, dan kadang jari-jarinya memainkan puting tetekku.

Remasannya di tetekku tak lama kemudian mampu membuatku terangsang, hingga tubuhku secara alami merilekskan otot-otot nya yang tadinya kaku. Penetrasi penis Pak Broto perlahan-lahan membuahkan hasil. Gerakan penisnya yang maju mundur perlahan kini sudah berhasil hingga setengah batang penisnya sudah bersarang di vaginaku yang juga sedikit demi sedikit mulai mengeluarkan cairan pelumas.

“Assuu.. Perret tenan memekmu, Mbak.. kayak memek perawan aja.. Uggghhh..” kata Pak Broto sambil masih terus berusaha memaju-mundurkan penisnya.

Aku masih merasakan ngilu di vaginaku, walaupun perlahan kurasakan teralihkan karena rangsangan yang kuterima di tetekku. Pijatannya di tetekku kuakui membuat gairahku perlahan naik kembali. Tubuhku tak lagi menolak perlakuan Pak Broto dan mulai menikmati rangsangan di vaginaku dan tetekku.

Gesekan penis Pak Broto di dinding vaginaku kini kurasakan makin cepat. Liang surgaku ini mengeluarkan makin banyak lendir perumas hasil rangsangan penis Pak Broto, membuat gerakan penisnya lebih lancar dari sebelumnya.

“Hmmmppphh… Hssshhh…” Tak sadar mulutku mulai mendesah. Gesekan penis Pak Broto yang makin cepat di liang surgaku memberikan rasa nikmat di sekujur tubuhku.

“Uggghhh..” Pak Broto sambil sesekali mengerang masih terus memompa penisnya yang sudah lebih dari setengahnya bersarang di vaginaku.

Pak Broto lalu merendahkan tubuhnya. Tangannya kini dialihkan ke belakang punggungku dan mendekapku. Mulutnya menciumi leherku dan telingaku dari luar jilbabku. Lidahnya lalu dikeluarkan dan mulai menjilat-jilat daun telingaku dari luar jilbabku yang sudah basah karena keringat ini.

“Ssshhh.. Gelliii, Pakk.. Jangannnhh..” lenguhku yang tak dipedulikannya. Bibirnya kadang menggigit kecil daun telingaku membuatku makin merem melek kegelian. Jenggot tebalnya menggaruk-garuk pundakku yang juga memberiku rangsangan tersendiri. Hingga saat aku didera rasa nikmat ini, Pak Broto memasukkan seluruh penisnya dengan dengan cepat ke dalam vaginaku.

“Aaiihhh..” Aku menjerit. Kurasakan sedikit ngilu di vaginaku yang harus melebarkan ototnya saat dengan tiba-tiba menerima satu sentakan batang keras Pak Broto yang memaksa memasukkanya semakin dalam.

Sesaat setelah mendiamkannya, Pak Broto lalu kembali memompa penisnya di dalam liang surgaku. Mulutnya kini merangsang leherku dengan mencium-ciumnya dari luar jilbabku yang sudah sangat acak-acakan ini.

“Hsshh.. Hmmpppphhh..” mulutku kembali mendesah. Penis Pak Broto menggesek-gesek setiap inci dinding vaginaku. Entah apakah sudah semua batang penisnya tertelan yang jelas aku merasakan liang vaginaku terisi penuh sesak hingga penghujung rahimku. Hujaman penis kerasnya dengan tempo yang sedang itu mampu memanjakan liang surgaku dan memberiku kenikmatan yang tak terhingga. Kurasakan badai orgasme kembali mendekat menghampiriku.

Kakiku kutekuk ke atas seolah mengait pinggul Pak Broto membuat hujaman penisnya semakin terasa memenuhi vaginaku. Sudah tak lagi kupedulikan statusku sebagai istri Mas Bagas, kenikmatan persenggamaan ini begitu tak terkira. Yang ada di otakku kini hanya bagaimana caranya mencapai klimaks.

“Hmmmppphh... Aaahh..” desahan yang keluar dari mulutku kini semakin keras, seolah aku tak malu lagi menikmati persetubuhan ini. Tubuhku kini menyerah pasrah pada nafsu setelah beberapa jam lalu menolak menikmati perlakuan pria tua ini. Pak Broto yang mengerti kepasrahanku ini lalu memompa penisnya dengan tempo yang lebih cepat.

“Splok.. Splokk..Splokk..” Suara selangkanganku yang beradu dengan pinggul Pak Broto menggema di memenuhi kamar suite ini seiring dengan makin cepat hujaman penisnya di dalam liang vaginaku.

“Ah.. Ahh.. Shhh...Ahhh..” Desahanku makin keras terdengar. Tanganku secara refleks memeluk punggung Pak Broto.

“Ahh.. Ppaakk..Aaahhhhhhhh.. “ Aku setengah menjerit saat orgasmeku datang. Seluruh otot tubuhku mengejang merasakan klimaks yang kudapat ini. Kakiku kukaitkan ke pinggul Pak Broto.

“Ugghhh..Memeknya kok makin njepit Mbak.. Wuedaannn.. Seandainya belum jadi istri orang, tak jadiin istri ketigaku kamu, Mbak..” Pak Broto tak memberiku kesempatan barang sejenak, bahkan malah memompa penisnya makin cepat di dalam vaginaku yang banjir cairan orgasme ini.

“Ahh.. Aahh.. Shhh..” hanya desahan yang keluar dari mulutku atas perlakuannya ini.

“Splok.. Splokk.. Splokk..”
“Ugghhh,..” Pak Broto makin cepat memompa penisnya, membuatku juga merasakan kenikmatan.

“Ahh.. Ppaakk.. Sudahhh, Ppakk..Ssshhh..” Tiba-tiba ada sensasi birahi yang kurasakan dari dalam tubuhku. Penis Pak Broto kurasakan makin hangat dan keras di salam liang vaginaku.

“Uggghhh.. Mbaak.. Metuu akuu.. Ugghhh..”

“Ahhh... Paakkk... Ahhhhhhh.... “ Jeritku yang dilanda multiorgasme bersamaan dengan muncratnya lahar panas Pak Broto yang menyiram rahimku. Kakiku makin erat kutekuk menekan pinggul Pak Broto dan tanganku juga makin erat memeluk badannya. Jari-jari tanganku tak sengaja mencengkeram dan mencakar punggung Pak Broto. Baru kali ini kurasakan orgasme senikmat ini, dua kali orgasme hanya dari satu posisi seks saja.

Nafasku kuhela tak beraturan membersamai orgasme yang kurasakan barusan. Matakupun terpejam. Pak Broto mendiamkan penisnya di dalam vaginaku, tak lagi memacu batang yang kurasakan sudah mulai tak mengeras. Beberapa kali semprotan spermanya tadi kurasakan menyembur dinding rahimku. Aku malah mengaitkan kakiku seolah tak ingin semburannya keluar dari vaginaku.

Pak Broto lalu menegakkan punggungnya sambil penisnya masih bersarang di vaginaku.

“Siapa tau dengan spermaku tadi, keinginan Bagas untuk punya anak bisa terkabul, Mbak.. Hahaha..” aku yang masih ngos-ngosan seperti baru saja lari maraton ini tak menghiraukan yang dikatakannya itu.

Selang beberapa saat kemudian kurasakan ada yang menggelitik tetekku. Saat kuangkat kepalaku dan kulihat ternyata Pak Broto sedang menjilat-jilat tetekku sambil meremas-remas bulatan putih itu dengan tangannya. Aku yang masih terlalu kelelahan ini hanya pasrah saja mendiamkan perlakuannya itu dan kembali merebahkan kepalaku.

Kurasakan jilatan lidah Pak Broto menyapu seluruh permukaan tetekku. Tangannya juga ikut meremas-remas bulatan putih. Putingku juga tak luput dari jilatan lidahnya. Terkadang puting itu juga digigit oleh bibirnya sambil tangannya meremas kencang tetekku seolah-olah seperti sedang menyedot susu dari tetekku. Akupun merasakan keenakan oleh rangsangannya di tetekku ini.

Penisnya yang masih bersarang di liang senggamaku ini kurasakan perlahan mulai mengeras. Pak Broto sudah menyemburkan klimaksnya dua kali tapi nampaknya belum ada tanda-tanda permainan cabulnya akan berakhir. Mulut dan tangannya masih asik menjamah buah dadaku.

Pinggul Pak Broto mulai digerakkan maju mundur sedikit demi sedikit. Batang penisnya yang mulai mengeras itu kembali menggesek-gesek rongga dinding vaginaku. Pak Broto tak mengeluarkan penisnya dari vaginaku saat klimaks tadi sehingga otot-otot vaginaku tak begitu kesusahan untuk beradaptasi kembali menelan batang penisnya.

“Shhh.. Hmmmpphh..” aku yang masih terbaring ini mulai mendesah.

Rangsangan yang kuterima dari vaginaku dan tetekku membuatku tak bisa menolak kenikmatan yang datang. Aku sudah terjerumus jatuh ke jurang nafsu duniawi, sehingga hanya dalam waktu sesaat tubuhku mulai merespon dengan bernafsu pula. Tenagaku perlahan-lahan datang kembali.

Pinggulku kini ikut bergoyang mengikuti gerakan pinggul Pak Broto, membuat penisnya yang keluar masuk vaginaku makin membangkitkan gairahku. Lendir vaginaku mulai keluar melumasi batang penisnya yang sudah mengeras itu.

“Splok.. Splokk.. Splokk..”

“Shh.. Hmmmpphh.. Aahh..” suara adu kelamin dan suara desahan mulutku yang tak lagi malu-malu memenuhi kamar ini. Tubuhku sudah kembali mulai terisi tenaga. Pantatku tak malu berayun merespon pompaan pinggul Pak Broto yang masih sambil mengenyot-ngenyot kedua tetekku bergantian dari atasku.

Tiba-tiba Pak Broto mengangkat tubuhku tanpa melepas penisnya. Sehingga kini posisiku dipangku berhadap-hadapan dengan Pak Broto. Tangannya berpindah meremas pantatku seolah-olah menyuruhku untuk aktif menggoyang pinggulku. Aku yang sudah terbalut syahwat inipun mulai menggoyang pantatku naik turun di atas penis kerasnya ini. Jilbabku yang memang sudah acak-acakan ini kemudian ditarik Pak Broto hingga lepas dari kepalaku. Tubuhku kini betul-betul telanjang di depan lelaki tua yang bukan mahromku, hanya menyisakan kaus kaki saja.

Penisnya yang sudah bersarang di vaginaku ditambah banyaknya lendir pelumas yang keluar dari liang vaginaku membuat liang vaginaku tak kesusahan menelan penisnya dari atas. Pantatku yang naik turun ini mulai terbiasa dengan batang penis keras Pak Broto.

“Ahh.. Sshhhh.. Hmmmppphh.. Paakkk..” berada di atas seperti ini membuatku tak bisa untuk tidak mendesah nikmat. Penis gelapnya yang memenuhi dan menggaruk-garuk dinding vaginaku ini benar-benar membuatku terbang ke langit syahwat. Kedua tanganku kutaruh di atas pundak Pak Broto. Pak Broto kulihat hanya tersenyum menikmati goyangan pinggulku ini.

“Ayu tenan kamu, Mbak Sella. Akhirnya aku bisa juga menikmati sisi binalmu. Pas tau kamu kenthu sama mas-mas selain suamimu itu aku dah bertekad pokoknya aku juga harus bisa dapetin memekmu ini.. hahaha.. ” kata Pak Broto sambil menyeringai. Nampak air muka kepuasan terpancar dari wajah nya melihatku yang kini aktif menggoyang pantatku menservis penisnya itu.

“Shh.. Aaahh...” Aku hanya bisa menanggapi cemoohan Pak Broto itu dengan desahan-desahan kenikmatan. Tubuhku sudah terlalu pasrah pada nafsu duniawi hingga tak terlalu menanggapi celotehannya.

Pak Broto lalu kembali mencaplok tetekku dengan mulutnya. Kulihat ada banyak sekali cupangan-cupangan di seluruh permukaan buah dadaku. Nampak kontras sekali kulit payudaraku yang putih ini dengan cupangan-cupangan merah hasil perbuatan mulut Pak Broto. Putingku juga tak luput dari sedotan bibir hitamnya itu, membuatku makin terangsang nikmat hingga kugerakan pinggulku makin aktif.

Tangan Pak Broto yang berada di pantatku juga tak tinggal diam. Kedua tangan kekar itu makin liar meremas-remas bongkahan pantatku. Kadang tangannya bermain-main di sekitar daerah anusku.

“Shhh.. Mmppphhh.. Aiihh..” aku sedikit menjerit saat tiba-tiba Pak Broto menusukkan satu ruas jarinya ke lubang anusku. Untuk sesaat pantatku berhenti kugerakkan naik turun.

"Plakk.."
"Ahh.." satu tangan Pak Broto tiba-tiba menampar pantatku membuatku kaget dan menjerit.

"Ayo goyang lagi Mbak.. Kok berhenti.." Tanpa diminta dua kali, aku yang sedang tanggung karena kenikmatan yang sesaat tadi berhenti lalu pinggulku kugoyangkan lagi naik turun. Mulut Pak Broto kembali melanjutkan sedotannya di kedua buah dada ranumku. Seiring dengan pantatku yang mulai lagi dengan gerakan naik turunnya ini, kurasakan satu jari Pak Broto yang masih menancap di lubang anusku itu mulai digerak-gerakkan mengorek lubang anusku.

"Hmmppphh.. Shhh.." mulutku kembali mendesis. Gesekan batang penis di dinding vaginaku ditambah gesekan ruas jarinya di lubang anusku memberiku kenikmatan ekstra.

Bulu-bulu halus vaginaku terkadang bergesek-gesekan dengan bulu lebat di perut buncit Pak Broto itu memberi sensasi geli-geli nikmat tersendiri. Pinggulku kugerakkan makin cepat naik turun dengan tanganku yang bertumpu pada pundak Pak Broto. Kurasakan badai orgasmeku kembali mendekat. Pantatku makin liar berayun naik turun di atas paha Pak Broto.

Pak Broto kemudian melepas emutannya di tetekku, dan merebahkan badannya ke kasur. Aku yang didera kenikmatan ini masih melanjutkan gerakan pinggulku. Betisku kutekuk kurapatkan ke pahaku, lalu pinggulku kugerakkan maju mundur layaknya joki yang sedang menunggangi tunggangannya. Dengan badan Pak Broto yang terbaring ini membuat penetrasi penisnya kurasakan makin dalam menusuk liang vaginaku.

"Ahh.. Sshhh.. Aaahh.." desahanku keluar dari mulutku disaat yang bersamaan pinggulku kugerakan maju mundur mengulek penis Pak Broto. Tanganku bertumpu pada perut buncitnya. Rambutku yang tergerai melambai-lambai menutupi telingaku dan sisi samping pipiku.

"Urrggghh.. Binal banget kamu, Mbak.. Bener-bener akhwat idaman banget.. Bakalan banyak kontol-kontol yang puas banget sama badan dan memekmu ini, Mbak.. Hahaha.." Kata Pak Broto diikuti oleh senyumnya. Senyum kemenangan melihat mangsa akhwatnya kini menyerah dan malah menggoyang penisnya dengan liar dan binal ini. Aku hanya bisa mendesah. Aku tak begitu peduli apa yang dia ucapkan itu. Aku hanya peduli akan kenikmatan yang kurasakan saat ini, badai orgasme yang mendekat ini membuat pantatku berayun liar tak karuan.

"Hmmmpphh.. Ahhhhh.. Aaaaaahhhhhhhhhhhhh.. Paaakkk.." Aku menjerit keras. Vaginaku berdenyut-denyut merespon klimaks yang mendera tubuhku. Kurasakan banyak sekali cairan squirt yang keluar dari vaginaku membasahi penis Pak Broto yang masih tertancap di vaginaku. Tanganku yang lemas ini tak lagi mampu menopang tubuhku. Orgasmeku yang kesekian kali yang tak lagi dapat kuhitung ini membuat tubuhku betul-betul lemas seolah aku tak lagi memiliki tulang belulang. Badanku pun terjatuh ke depan menumbuk dada berbulu si pemiliknya itu.


Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com