Kami sampai di rumah cukup sore, beruntungnya belum cukup sore untuk papa pulang. Pikiranku yang semakin nekat untuk melatih mama dan mama yang semakin birahi karena belum mencapai orgasme dari pagi, membuka hati mama untuk kuperintah lebih ekstrim.
Aku menyuruh mama untuk segera mandi, sementara aku akan memilihkan baju untuk mama pakai selama beberapa hari ke depan, setidaknya sampai paket pakaian-pakaian yang tadi kupesan datang. Setelah memilah pakaian mama tempo hari, tidak membutuhkan waktu lama untuk menentukan pakaian hari ini. Sebuah daster tidur bertali berwarna biru muda (Ilustrasi Pakaian) menjadi pilihanku
Potongan dadanya yang rendah serta ukurannya yang cukup pendek menurutku akan sangat seksi ketika dipakai mama. Begitu mama keluar dari kamar mandi dan melihatku bersama daster itu, ia sudah mengerti dan langsung mengenakannya.
Benar saja dugaanku kalau mama akan terlihat seksi saat memakai ini, terlebih karena ternyata daster ini merupakan daster lama yang sudah tidak muat sama mama. Tadinya aku berekspektasi hanya belahan teteknya yang akan terlihat, ternyata sebagian dari tetek mama juga keluar, lebih banyak dari blouse yang dipakainya ke hajatan tadi.
Daster ini juga ternyata lebih pendek dibandingkan dengan daster mini yang dipakai sebelumnya, kalau saja mama memakai celana dalam sudah pasti ujung dari segitiganya akan terlihat. Aku menyuruh mama untuk duduk dan membungkuk karena aku ingin lihat sependek dan selonggar apa daster ini sebelum beraksi, konakku mendadak naik membayangkan bagaimana nantinya ketika papaku sudah pulang dan melihat mama begini.
Ketika mama duduk ia harus menyilangkan kakinya kalau tidak memeknya akan terbuka lebar dan ketika mama membungkuk, memek dan lubang pantatnya terlihat sangat jelas dari belakang, sedangkan dari depan, daster mama yang tidak bisa menahan tetek mama membiarkan tetek dan pentil mama menggelantung bebas.
Aku: mama udah tau kan harus apa kalau papa marah?
Mama: iyaa sayang
Mama: mama harus ngelawan, mama harus kekeh tetep pake baju pilihan kamu
Aku: bagus kalau mama udah tau, nanti ngomongnya yang kenceng ya, aku mau nguping
Mama: nanti kamu buka aja pintu kamar kamu sedikit, biar kedengeran
Aku: siap mamaku sayaang
Kukecup mama untuk terakhir kalinya sebelum ia terjun ke meda perang dan aku kembali ke kamarku, jantungku berdegup sangat cepat membayangkan apa yang akan terjadi dan bagaimana mama akan membela dirinya.
Kubiarkan pintu kamarku terbuka sedikit agar aku dapat mendengarnya lebih jelas nanti, cukup lama aku menunggu di balik pintu kamarku sampai akhirnya terdengar suara mesin mobil masuk ke area pekarangan rumah.
Aku membuka pintu kamarku sedikit dan kulihat mama sedang berjalan menuju pintu depan, tidak terlihat raut panik ataupun takut di wajahnya, terlihat sangat santai seolah apa yang dipakainya merupakan pakaiannya sehari-hari.
"Ma, Kal, papa pulang, bukain pintu" terdengar nyaring dari luar rumah, disusul dengan suara pintu terbuka dan teriakan susulan dari papa serta suara pintu yang terbanting.
Papa: Mama!
Mama: ih papa bikin kaget aja, kenapa sih?
Papa: kok kenapa lagi!, itu baju mama kok kayak gitu?!
Mama: ohh emang kenapa pa? bagus kan?
Papa: itu kamu sama aja kayak setengah telanjang! kalau ada yang liat gimana?!
Mama: mama cuman pake di rumah pa, yang liat ya cuman papa sama si Haykal
Papa: kamu ga malu diliat Haykal?! ibunya berpakaian kayak gini
Mama: ya enggak lah pa, dia anak aku sendiri
Mama: lagian ya, dia bilang aku cocok kok pake ini, cantik katanya
Papa: yaudah deh terserah mama aja, jangan sampe tetangga pada liat aja
Dari celah pintu kulihat papa berjalan meninggalkan mama dari pintu, mama terdiam beberapa detik dan barulah terlihat wajah paniknya. Mama akhirnya meninggalkan area pintu berjalan menuju dapur, tetapi sebelumnya mama mampir tepat di depan pintuku dan mengangkat dasternya tanpa mengucapkan sepatah katapun dan terlihatlah memeknya yang basah dan mulai menetes, setelah itu mama berlalu begitu saja ke belakang sambil cekikikan, seperti anak gadis sedang kasmaran.
Kejadian barusan benar-benar di luar bayanganku, bahkan dalam impian terliar sekalipun. Mama dengan keras kepalanya melawan papa hanya agar dapat tetap memakai daster seksi pilihanku, ditambah dengan sebentar lagi akan makan malam dan itu adalah waktunya aku bercumbu dengan mama di depan papa, membuatku semakin birahi. Dengan tidak sabar aku menunggu di kamar, larut dalam hayalanku sendiri.
Akhirnya tiba waktunya untuk makan malam, terdengar mamaku memanggil dari arah dapur. Aku bergegas dengan penuh semangat menuju dapur dan kulihat mama sudah duduk di depan papa, mata kami bertemu dan ia tersenyum. Tidak kuat lagi menahan hawa nafsu, aku langsung mengahampiri mama dan mulai mencumbunya.
Posisi papa yang tepat di depan mama terhalang olehku yang mencium mama dari depan, dari ekor mataku kulihat papa tampak tidak peduli. Nafsu dan jahilku bercampur aduk di momen itu, dalam pikiranku mama saat ini tidak lagi terlihat oleh papa, membuka ruang untuk berbuat lebih. Menggunakan tangan kiriku, aku menyapu turun tali daster sebelah kiri mama, mengeluarkan satu bongkah tetek mama dari kandangnya.
Mama yang sudah kepalang nafsu berfokus melumat bibir dan lidahku hingga tidak cukup peduli teteknya keluar, mengambil kesempatan aku mulai memainkan pentil mama, mencubit dan memelintirnya. Desahan kecil mulai terdengar dari mulut mama dan badannya juga mulai menggelinjang
Rasa ingin membuat mama tetap kentang dan ketidak inginan untuk ketahuan, aku menghentikan permainanku seketika. Terlihat mama panik dan terkejut melihatku yang mulai mundur dan hendak berlalu, dengan cepat mama menarik lagi tali dasternya dan memasukkan teteknya sebelum dirinya terlihat oleh papa.
Makan malam kali ini cukup sunyi, tidak banyak obrolan atau candaan seperti biasanya. Mungkin karena papaku yang masih sebal dengan mama sehingga dia juga tidak banyak bicara, sementara mama juga tidak peduli untuk membuka obrolan panjang, ia asyik saja makan sambil menikmati kobelan dariku.
Mengobel mama saat makan malam adalah sebuah rutinitas baru lagi, semenjak mama mengenakan daster-daster pendek yang mudah ditarik setiap makan malam pasti kami lakukan. Semakin lama kukobel, wajah mama mulai memerah dan pandangannya mulai tidak fokus dan sepertinya papa menyadari ada yang aneh raut wajah mama.
Papa: tuhkan mama masuk angin tuh
Mama: hhah? apa pah?
Papa: itu mama mukanya merah, bengong mulu juga
Papa: pasti masuk angin, bajunya kebuka banget sih
Papa: udahlah mama ganti baju aja nanti, gausah dipake lagi yang kebuka-kebuka gitu
Mama: apaansih pa, mamah cuman lagi..nikmatin makan malem ajaah
Aku: lagian baju mama bagus-bagus aja kok pa
Mama: makasihh yah sayangg, kamuh emang ngerti maamah
Papa tidak lagi dapat membantah aku dan mama yang satu suara, sisa makan malam itu kami habiskan dalam diam dengan sedikit iringan dari mama yang sesekali tidak dapat menahan desahannya. Berakhir seperti biasa makan malam kami hari itu, papa meninggalkan kami berdua lebih dulu untuk masuk ke kamar dan mama yang masih sibuk mengatur nafas karena kobelanku yang berhenti mendadak melihat papa akan berdiri.
Begitu papa sudah masuk ke dalam kamarnya, barulah mama mulai bersantai dan mengeluarkan sifat binalnya. Mama menyandarkan punggungnya di kursi, sementara pinggang ke bawah maju di penghujung kursi dengan paha yang terbuka lebar, menunjukkan memeknya yang memerah dan basah. Wajahnya yang terlihat sangat lemas dengan mulutnya terbuka membuat mama seperti lonte kenapasan yang sudah tidak tahan ingin dientot, sungguh binal ekspresi mama
Sebuah wajah yang tidak seharusnya diperlihatkan seorang ibu pada anaknya. Dalam hati aku tahu mama saat ini sudah sangat birahi dan mau saja kuentot walau ada papa di rumah, tetapi di sisi lain aku juga ingin membuat mama kentang lebih jauh lagi.
Sebelum meninggalkan mama, aku menyuruhnya untuk berhubungan dengan papa malam ini. Heran dan tidak percaya, mama memprotes perintahku. Mengatakan kalau ia sudah tidak tahan untuk kontolku, tidak tahan untuk kuentot, dan bagaimana ia mau dientot detik ini juga di ruang makan.
Aku mempertegas perintahku dan menambahkan kalau aku sudah hampir sebulan di sini, sudah waktunya untuk mama berhubungan dengan papa lagi agar ada alasan kalau sampai mama hamil, aku juga mengingatkan mama untuk menggunakan kondom dan menyuruhnya untuk membahasnya saat sarapan besok.
Aku meninggalkan mama sendirian di ruang makan, masih dengan kaki yang terkangkang, memek basah, badan bersimbah keringat, dan segudang piring untuk dibersihkan. Raut wajah ketidak percayaan atas apa yang terjadi pada wajah mama sungguh luar biasa
-Bersambung-