𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡𝐤𝐮 𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐦𝐚𝐤𝐮 𝐁𝐚𝐠.𝟏𝟑

 


Perjalanan kami dari rumah menuju rumah tetangga kami tidak memakan waktu lama dan berlangsung tanpa gangguan, kami tidak menemui tetangga kami yang lain ataupun orang asing. Mama juga terlihat biasa saja sepanjang perjalanan. 

Bahkan mama berani merangkulku dan tidak malu atau marah ketika kukecup. Tetapi ketika akhirnya kami sampai di depan tujuan barulah raut wajah mama terlihat sedikit takut bercampur panik, mama membutuhkan waktu beberapa menit dan sedikit bujukan sampai akhirnya mau masuk. 

Terlihat dari alas kaki yang berjejer di teras rumah ini, para tetangga lain sudah berdatangan dan sepertinya semuanya perempuan dengan beberapa anak kecil. Aku membiarkan mama berjalan di depan, menghampiri pintu yang sedikit terbuka dan menyapa para tetangga yang hadir.


Mama: sore ibu-ibu, maaf ya kami telat
Mama: saya dateng bareng anak saya
Tetangga 1: ehh, Bu Sari masuk-masuk bu
Tetangga 2: mari bu sini duduk
Mama: iyaa bu
Mama: ini yang punya hajatan mana ya bu?
Tetangga 2: kayaknya masih di dapur sih bu
Tetangga 4: tunggu sini aja bu, saya juga baru dateng belum ketemu sama Bu Farahnya

Semua mata ibu-ibu ini terpaku pada mama, melihat cara berpakaiannya yang berbeda dengan sebelumnya dan jauh berbeda dengan ibu-ibu lain. Walau tidak ada yang berani konfrontasi mama secara langsung, terlihat jelas beberapa ibu-ibu yang melirik dan saling berbisik. 

Mama mengobrol dan bercanda seperti biasa saja, bahkan setiap kali mama tertawa dan teteknya berguncang seperti akan keluar dari bajunya, ia tidak menggubrisnya, entah mama tidak menyadari atau sudah tidak peduli lagi. Selagi mama asyik sendiri berbincang dengan teman-temannya, aku sibuk sendiri menjelajahi toko oren mencari-cari pakaian baru untuk mama nanti. Di tengah pencarianku, ada sebuah pertanyaan dari seorang tetangga pada mama yang mencuri perhatianku.

Tetangga 3: maaf Bu Sari, bajunya apa tidak kekecilan itu?
Mama: enggak kok bu, kenapa?
Tetangga 3: oh engga bu, soalnya sedikit kebuka, saya pikir kekecilan
Mama: iya engga kok bu, emang modelnya begini
Mama: kemarin waktu nyamperin si Haykal kuliah saya lihat banyak yang pakai seperti ini
Tetangga 1: Bu Sari emang selalu paling modis
Tetangga 2: ya Bu Sari juga masih cocok dandan kayak gitu, masih keliatan muda

Aku tidak tahu apakah pujian-pujian yang disampaikan ibu-ibu itu tulus atau sarkasme, sedangkan mama terlihat tidak memusingkannya dan menganggapnya sebagai pujian.

Mama: ah ibu-ibu ini bisa aja
Tetangga 2: lohh bener bu, ya gak nak Haykal?
Aku: iya tante, mama aku emang cantik banget, gak kalah dari abg
Tetangga 1: tuhh anaknya sendiri aja udah ngakuin
Mama: aduhh saya aminin aja deh doa baiknya bu

Para tetangga terlihat tidak ingin memusingkan cara mama berpakaian, mengingat suami-suami mereka adalah karyawan papa di kebun, mungkin mereka tidak ingin memiliki hubungan yang buruk dengan mama dan berpotensi merusak karir suami mereka. 

Di tengah candaan dan obrolan di ruang tamu, dari arah belakang terdengar terikan dari pemilik hajatan yang memanggil para tamu untuk mengambil makan di dapur. Para ibu-ibu yang lain perlahan bergantian ke dapur dan mengambil makan masing-masing, sedangkan aku dan mama baru beranjak ke dapur setelah terlihat semua tamu sudah kembali dan menyantap hidangannya. Di dapur terlihat Bu Farah sendiri sedang sibuk merapihkan meja, ia terlihat cukup terkejut dan kikuk ketika menyadari hanya ada kami di ruang dapur.

Bu Farah: eh, Bu Sari..si-silahkan bu diambil makanannya
Mama: iya bu, ini enak-enak keliatannya
Mama: ini pakai bahan yang belanja di pasar kemaren?
Bu Farah: i-iya bu, yang kemaren..
Mama: ibu kenapa?
Bu Farah: eng, enggak kok bu, gak papa
Mama: aduh ibu, ngomong aja ga papa
Mama: gak mungkin gak kenapa-kenapa, orang sampe lupa ngabarin kalau mau ada hajatan
Bu Farah: eeh, saya kaget aja, ternyata Bu Sari dan Haykal...dekat

Melihat situasi yang sepertinya aman dan Bu Farah yang belum cerita apa-apa ke para tetangga, aku memberanikan diri memeluk mama dari belakang. Aku melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya, lalu aku mulai menciumi lehernya. Mama yang sudah kepalang sange dari pagi merespon baik aksiku, ia mengangkat kepalanya dan merangkul kepalaku dari depan sambil mengeluarkan desahan-desahan kecil.

Aku: iya dong tante, namanya juga ibu anak, memang harus dekat, ya gak ma?
Mama: hmmiyah sayang, itu benerr
Aku: tante nanti anaknya cowok atau cewek?
Bu Farah: ehh, dari..hasil usg kemarin cowok
Mama: berartihh nanti ibu juga hharus gini
Mama: nunn..jukin kasih sayangg
Bu Farah: harus..kayak Bu Sari?
Mama: iyahh dong, harus kan sayang ya?
Aku: iya betul, mama pinter banget sih

Bu Farah terdiam selama beberapa saat, kami sendiri juga semakin larut dalam permainan kami dan melupakan Bu Farah yang sedari tadi menontoni kami. Desahan mama mulai memenuhi ruang dapur sampai akhirnya dipecah oleh Bu Farah yang izin pamit kembali ke ruang tengah.

Wajahnya terlihat sangat merah dengan mata yang tidak bisa berhenti melirik ke arah kami. Tidak ingin dicurigai oleh tetangga lain, aku dan mama menyusul Bu Farah kembali ke ruang tamu dan makan bersama para tamu lain. Terlihat Bu Farah berusaha memalingkan pandangannya dan menghidari bertatapan dengan kami, sedangkan mama kembali makan sambil bercanda dengan ibui-ibu lain yang tidak tahu menahu atas apa yang baru saja terjadi.

Acara berjalan hingga cukup sore tanpa ada masalah sama sekali, satu persatu para tamu mulai berpulangan termasuk aku dan mama. Aku bertanya pada mama bagaimana rasanya berpakaian seksi di depan tetangga dan seperti harapanku mama menjawab biasa saja.

Sepertinya reaksi ibu-ibu yang tidak heboh dan menggubris mama berhasil membantu membiasakan mama. Melihat mama yang tidak mempermasalahkan aksi sore ini, aku sudah kepikiran ingin melakukan apa ke mama saat di rumah nanti, beruntungnya kami sampai sebelum papa pulang yang memberikan waktu bagiku untuk menyiapkan latihan mama yang selanjutnya.

 Kami sampai di rumah cukup sore, beruntungnya belum cukup sore untuk papa pulang. Pikiranku yang semakin nekat untuk melatih mama dan mama yang semakin birahi karena belum mencapai orgasme dari pagi, membuka hati mama untuk kuperintah lebih ekstrim. 

Aku menyuruh mama untuk segera mandi, sementara aku akan memilihkan baju untuk mama pakai selama beberapa hari ke depan, setidaknya sampai paket pakaian-pakaian yang tadi kupesan datang. Setelah memilah pakaian mama tempo hari, tidak membutuhkan waktu lama untuk menentukan pakaian hari ini. Sebuah daster tidur bertali berwarna biru muda (Ilustrasi Pakaian) menjadi pilihanku

Potongan dadanya yang rendah serta ukurannya yang cukup pendek menurutku akan sangat seksi ketika dipakai mama. Begitu mama keluar dari kamar mandi dan melihatku bersama daster itu, ia sudah mengerti dan langsung mengenakannya. 

Benar saja dugaanku kalau mama akan terlihat seksi saat memakai ini, terlebih karena ternyata daster ini merupakan daster lama yang sudah tidak muat sama mama. Tadinya aku berekspektasi hanya belahan teteknya yang akan terlihat, ternyata sebagian dari tetek mama juga keluar, lebih banyak dari blouse yang dipakainya ke hajatan tadi. 

Daster ini juga ternyata lebih pendek dibandingkan dengan daster mini yang dipakai sebelumnya, kalau saja mama memakai celana dalam sudah pasti ujung dari segitiganya akan terlihat. Aku menyuruh mama untuk duduk dan membungkuk karena aku ingin lihat sependek dan selonggar apa daster ini sebelum beraksi, konakku mendadak naik membayangkan bagaimana nantinya ketika papaku sudah pulang dan melihat mama begini. 

Ketika mama duduk ia harus menyilangkan kakinya kalau tidak memeknya akan terbuka lebar dan ketika mama membungkuk, memek dan lubang pantatnya terlihat sangat jelas dari belakang, sedangkan dari depan, daster mama yang tidak bisa menahan tetek mama membiarkan tetek dan pentil mama menggelantung bebas.

Aku: mama udah tau kan harus apa kalau papa marah?

Mama: iyaa sayang

Mama: mama harus ngelawan, mama harus kekeh tetep pake baju pilihan kamu

Aku: bagus kalau mama udah tau, nanti ngomongnya yang kenceng ya, aku mau nguping

Mama: nanti kamu buka aja pintu kamar kamu sedikit, biar kedengeran

Aku: siap mamaku sayaang

Kukecup mama untuk terakhir kalinya sebelum ia terjun ke meda perang dan aku kembali ke kamarku, jantungku berdegup sangat cepat membayangkan apa yang akan terjadi dan bagaimana mama akan membela dirinya. 

Kubiarkan pintu kamarku terbuka sedikit agar aku dapat mendengarnya lebih jelas nanti, cukup lama aku menunggu di balik pintu kamarku sampai akhirnya terdengar suara mesin mobil masuk ke area pekarangan rumah. 

Aku membuka pintu kamarku sedikit dan kulihat mama sedang berjalan menuju pintu depan, tidak terlihat raut panik ataupun takut di wajahnya, terlihat sangat santai seolah apa yang dipakainya merupakan pakaiannya sehari-hari.

"Ma, Kal, papa pulang, bukain pintu" terdengar nyaring dari luar rumah, disusul dengan suara pintu terbuka dan teriakan susulan dari papa serta suara pintu yang terbanting.


Papa: Mama!

Mama: ih papa bikin kaget aja, kenapa sih?

Papa: kok kenapa lagi!, itu baju mama kok kayak gitu?!

Mama: ohh emang kenapa pa? bagus kan?

Papa: itu kamu sama aja kayak setengah telanjang! kalau ada yang liat gimana?!

Mama: mama cuman pake di rumah pa, yang liat ya cuman papa sama si Haykal

Papa: kamu ga malu diliat Haykal?! ibunya berpakaian kayak gini

Mama: ya enggak lah pa, dia anak aku sendiri

Mama: lagian ya, dia bilang aku cocok kok pake ini, cantik katanya

Papa: yaudah deh terserah mama aja, jangan sampe tetangga pada liat aja

Dari celah pintu kulihat papa berjalan meninggalkan mama dari pintu, mama terdiam beberapa detik dan barulah terlihat wajah paniknya. Mama akhirnya meninggalkan area pintu berjalan menuju dapur, tetapi sebelumnya mama mampir tepat di depan pintuku dan mengangkat dasternya tanpa mengucapkan sepatah katapun dan terlihatlah memeknya yang basah dan mulai menetes, setelah itu mama berlalu begitu saja ke belakang sambil cekikikan, seperti anak gadis sedang kasmaran.

Kejadian barusan benar-benar di luar bayanganku, bahkan dalam impian terliar sekalipun. Mama dengan keras kepalanya melawan papa hanya agar dapat tetap memakai daster seksi pilihanku, ditambah dengan sebentar lagi akan makan malam dan itu adalah waktunya aku bercumbu dengan mama di depan papa, membuatku semakin birahi. Dengan tidak sabar aku menunggu di kamar, larut dalam hayalanku sendiri.

Akhirnya tiba waktunya untuk makan malam, terdengar mamaku memanggil dari arah dapur. Aku bergegas dengan penuh semangat menuju dapur dan kulihat mama sudah duduk di depan papa, mata kami bertemu dan ia tersenyum. Tidak kuat lagi menahan hawa nafsu, aku langsung mengahampiri mama dan mulai mencumbunya. 

Posisi papa yang tepat di depan mama terhalang olehku yang mencium mama dari depan, dari ekor mataku kulihat papa tampak tidak peduli. Nafsu dan jahilku bercampur aduk di momen itu, dalam pikiranku mama saat ini tidak lagi terlihat oleh papa, membuka ruang untuk berbuat lebih. Menggunakan tangan kiriku, aku menyapu turun tali daster sebelah kiri mama, mengeluarkan satu bongkah tetek mama dari kandangnya. 

Mama yang sudah kepalang nafsu berfokus melumat bibir dan lidahku hingga tidak cukup peduli teteknya keluar, mengambil kesempatan aku mulai memainkan pentil mama, mencubit dan memelintirnya. Desahan kecil mulai terdengar dari mulut mama dan badannya juga mulai menggelinjang

Rasa ingin membuat mama tetap kentang dan ketidak inginan untuk ketahuan, aku menghentikan permainanku seketika. Terlihat mama panik dan terkejut melihatku yang mulai mundur dan hendak berlalu, dengan cepat mama menarik lagi tali dasternya dan memasukkan teteknya sebelum dirinya terlihat oleh papa.

Makan malam kali ini cukup sunyi, tidak banyak obrolan atau candaan seperti biasanya. Mungkin karena papaku yang masih sebal dengan mama sehingga dia juga tidak banyak bicara, sementara mama juga tidak peduli untuk membuka obrolan panjang, ia asyik saja makan sambil menikmati kobelan dariku. 

Mengobel mama saat makan malam adalah sebuah rutinitas baru lagi, semenjak mama mengenakan daster-daster pendek yang mudah ditarik setiap makan malam pasti kami lakukan. Semakin lama kukobel, wajah mama mulai memerah dan pandangannya mulai tidak fokus dan sepertinya papa menyadari ada yang aneh raut wajah mama.


Papa: tuhkan mama masuk angin tuh

Mama: hhah? apa pah?

Papa: itu mama mukanya merah, bengong mulu juga

Papa: pasti masuk angin, bajunya kebuka banget sih

Papa: udahlah mama ganti baju aja nanti, gausah dipake lagi yang kebuka-kebuka gitu

Mama: apaansih pa, mamah cuman lagi..nikmatin makan malem ajaah

Aku: lagian baju mama bagus-bagus aja kok pa

Mama: makasihh yah sayangg, kamuh emang ngerti maamah

Papa tidak lagi dapat membantah aku dan mama yang satu suara, sisa makan malam itu kami habiskan dalam diam dengan sedikit iringan dari mama yang sesekali tidak dapat menahan desahannya. Berakhir seperti biasa makan malam kami hari itu, papa meninggalkan kami berdua lebih dulu untuk masuk ke kamar dan mama yang masih sibuk mengatur nafas karena kobelanku yang berhenti mendadak melihat papa akan berdiri. 

Begitu papa sudah masuk ke dalam kamarnya, barulah mama mulai bersantai dan mengeluarkan sifat binalnya. Mama menyandarkan punggungnya di kursi, sementara pinggang ke bawah maju di penghujung kursi dengan paha yang terbuka lebar, menunjukkan memeknya yang memerah dan basah. Wajahnya yang terlihat sangat lemas dengan mulutnya terbuka membuat mama seperti lonte kenapasan yang sudah tidak tahan ingin dientot, sungguh binal ekspresi mama

Sebuah wajah yang tidak seharusnya diperlihatkan seorang ibu pada anaknya. Dalam hati aku tahu mama saat ini sudah sangat birahi dan mau saja kuentot walau ada papa di rumah, tetapi di sisi lain aku juga ingin membuat mama kentang lebih jauh lagi.

Sebelum meninggalkan mama, aku menyuruhnya untuk berhubungan dengan papa malam ini. Heran dan tidak percaya, mama memprotes perintahku. Mengatakan kalau ia sudah tidak tahan untuk kontolku, tidak tahan untuk kuentot, dan bagaimana ia mau dientot detik ini juga di ruang makan. 

Aku mempertegas perintahku dan menambahkan kalau aku sudah hampir sebulan di sini, sudah waktunya untuk mama berhubungan dengan papa lagi agar ada alasan kalau sampai mama hamil, aku juga mengingatkan mama untuk menggunakan kondom dan menyuruhnya untuk membahasnya saat sarapan besok.

Aku meninggalkan mama sendirian di ruang makan, masih dengan kaki yang terkangkang, memek basah, badan bersimbah keringat, dan segudang piring untuk dibersihkan. Raut wajah ketidak percayaan atas apa yang terjadi pada wajah mama sungguh luar biasa

-Bersambung-



Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com