𝐑𝐢𝐭𝐮𝐚𝐥 𝐆𝐮𝐧𝐮𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐦𝐮𝐤𝐮𝐬 (𝐁𝐚𝐠.𝟏𝟗 : 𝐒𝐮𝐚𝐫𝐚 𝐆𝐡𝐨𝐢𝐛 )


Jam 9 pagi, aku bangun. Tubuhku terasa sangat letih. Mba Wati tidak ada di kamar. Tumben dia tidak membangunkanku.

Aku mengambil handuk, mandi mungkin bisa menyegarkan pikiran dan tubuhku. Belum sempat aku membuka pintu, Mbak Wati masuk.

"Sudah bangun, Jang?" Mbak Wati tersenyum, dikecupnya pipiku.

"Mbak dari mana?" tanyaku, melihat dandananya yang cukup rapih.

"Nyari tukang pijit. Badan pada pegel. Kamu juga sepertinya perlu tukang pijit, dari tadi Mbak lihat, tidur kamu gelisah. Ya udah, kamu mandi dulu." kata mbak Wati.

Selasai mandi, aku lihat mbak Wati sedang dipijit Anis. Surprise, aku pikir tukang pijitnya orang tua, ternyata Anis. Tentu saja aku mau kalau yang mijitnya Anis. Hehehe

"Kamu bisa mijit, Teh Anis?" tanyaku heran.

"Bisa, di rumah aku suka mijit, tapi khusus cewek dan anak anak." 

"Aku juga mau donk, dipijit.!" kataku sambil duduk di samping Mbak Wati.

"Wajah kamu mirip Kang Gobang" kata Anis membuat jantungku hampir copot nama ayahku disebut Anis.

"Suami kamu?" aku pura pura tidak mengenal nama itu. Apa hubungan Anis dengan ayahku?

"Bukan, mantan pacar Anis. Udah lama, waktu umur Anis 16 tahun. Sekarang umur Anis 31 tahun. " kata Anis, matanya menatapku dengan seksama.

"Och, kirain suami Teh Anis." kataku. Sebenarnya aku ingin mengorek keterangan dari Anis. Kehadiran Mbak Wati membuatku menahan diri.

"Anis janda." kata Anis.

Menurut Ibuku, ayahku kerja di Jakarta. Pulangnya sebulan sekali. Mungkin ayahku pacaran dengan Anis. Mungkin kejadiannya begitu. Ternyata ayahku playboy juga.

"Udah lama Teh Anis jadi janda? Meninggal apa cerei?" tanyaku kepo. 

"Cerai, semua lelaki gitu. Begitu dapet memek baru, memek lama pasti ditinggal. Dulu Anis ditinggal gitu aja sama Kang Gobang, padahal lagi hamil." kata Anis ketus. Dia bercerita tanpa merasa malu

Ayahku punya anak dari wanita lain? Ini benar benar gila. Semuanya aku ketahui tanpa sengaja. Dimulai dari ritual sex Gunung Kemukus. Hidupku berubah 180 derajat. Ditambah dengan mimpi mimpi aneh yang muncul terus menerus.

"Berarti yang ngambil perawan kamu, si Gobang itu?" tanya Mbak Wati ikutan kepo.

"Kang Gobang janji mau nikahin Anis. Makanya Anis mau aja dibawa ke Gunung Kemukus. Malah kang Gobang janji di makam Pangeran Samudra mau nikahin Anis." mata Anis berkaca kaca teringat masa lalunya.

"Kamu juga mau dipijit, Jang? Tanya Anis setelah selesai memijit Mbak Wati.

"Mau, teh." kataku bersemangat dan berharap Mbak Wati meninggalkan kami di kamar, agar aku bisa mengorek keterangan lebih banyak lagi.

"Hati hati, Nis. Mijit si Ujang. Itunya nanti bangun." kata Mbak Wati menggoda Anis.

"Kalo bangun tinggal dibikin bobo lagi. Hihihi." Anis membalas godaan Mbak Wati.

"Mau ke mana, Mbak?" tanyaku melihat Mbak Wati keluar kamar.

"Nemeni Aji, kasian sendirian di depan." kata Mbak Wati.

Setelah Mbak Wati keluar, Anis mulai memijit betisku. Tangannya halus dan lembut pijatannya juga cukup enak. 

"Gobang itu Ayahku, Teh. Dia sudah meninggal 15 tahun lebih." kataku dengan suara pelan.

"Aaayyahmu?" Anis terkejut mendengar pengakuanku. Pijitannya berhenti.

Aku duduk, menatap wajah Anis yang cantik. Pantas, ayahku sempat jatuh hati pada wanita itu. Anis mengangkat wajahnya membalas tatapanku.

"Kamu benar benar mirip. Kang Gobang sudah meninggal, sia sia kedatanganku ke sini." Anis menangisi nasibnya yang tidak beruntung

"Aku kenal Kang Gobang di Jakart waktu aku kerja di warung nasi, Bibi. Kang Gobang jagoan pasar, berdua dengan Kang Karta. Mereka sering makan di warung tempatku kerja. Sampai pada suatu hari, Kang Gobang ngajak aku ritual di Gunung Kemukus, Kang Gobang janji akan menikahi Anis. Makanya Anis mau. Bahkan di Makam Pangeran Samudra, Kang Gobang kembali berjanji akan menikahi Anis. Dia bersumpah, kalau ingkar janji, dia akan hanyut di sungai. Itu yang diucapkannya. Setelah pulang dari sini, Kang Gobang tidak pernah kembali lagi. Dia gak pernah tahu wajah anaknya seperti apa." Anis kembali menangis dengan pilu.

Janji yang diingkari. Apakah janji ini yang dimaksud dalam mimpiku? Kepalaku semakin pusing memikirkannya. Aku memeluk Anis, berusaha menghiburnya. Atau lebih tepatnya menghibur diriku sendiri.

"Anis ke sini dan nekat nelakukan ritual, agar Anis bisa bertemu dengan Kang Gobang. Sekarang semuanya sia sia." Anis menumpahkan air matanya di dadaku.

"Perjalanan Teh Anis berhasil. Teh Anis sekarang tau, kalau ayahku Gobang sudah meninggal. Kalau boleh tahu, siapa nama adikku?" tanyaku lagi.

"Ratna, umurnya sudah 14 tahun. " 

14 th, sama dengan usia Dinda, anak Bi Narsih. Apakah Dinda juga anak ayahku? Dinda bukan anak Mang Karta? Aku tahu kalau Desy anak Bi Narsih dengan suami pertamanya. Sedang Mang Karta adalah suami kedua Bi Narsih. Kepalaku semakin pusing memikirkannya.

Kami larut dengan pikiran masing masing. Tangisan Anis sudah berhenti.

"Wajahnu benar benar mirip dengan ayahmu. Tadinya kupikir kamu Kang Gobang. Tapi kamu masih muda. Ternyata kamu anak Kang Gobang. Aneh ya, kok bisa kebetulan kita bertemu." Anis berusaha tersenyum kepadaku. Entah kenapa hatiku bergetar melihat senyumnya.

"Kamu jadi gak dipjitnya?" tanya Anis.

Aku menggelengkan kepala. Semuanya begitu tiba tiba dan nengejutkan. Kembali kami saling bertatapan. Entah kenapa melihat wajah Anis, nafsuku bangkit.

Aku mencium bibir Anis dengan lembut, tak ada penolakan darinya. Bahkan Anis membalsnya. Kami berciuman cukup lama.

Tanganku menyentuh bukit dada Anis, lalu meremasnya perlahan. Anis semakin ganas mengulum bibirku, tanganku semakin leluasa meremas teteknya yang cukup besar. 

"Kamu mau netek ya, anak ibu yang nakal.? " aku kaget mendengar suara merdu yang entah dari mana datangnya. Yang pasti itu bukan suara Mbak Wati, apalagi suara Anis. Karna bibir Anis masih tersumpal bibirku. Reflek aku mendorong tubuh Anis menjauh.

Anis kaget karna aku mendorongnya dengan keras. Matanya menatapku dengan heran.

"Kamu kenapa, Jang? " Anus bertanya bingung melihat wajahku melihat sekeliling.

"Teh Anis denger suara perempuan, gak ?" tanyaku.

"Anis gak denger suara apa apa, Jang. Jangan nakut nakutin, Jang!" Anis memegang tanganku.

"Aku diusir dari Istana karna mencintai Selir Ayahku. Maka panggilah aku saat kamu bersenggama, agar aku bisa mereguk kenikmatan bercinta. Maka aku akan mengabulkan keinginanmu." sekarang aku mendengar suara pria seperti dalam mimpiku.

Aku menatap wajah Anis, aku mulai mengerti apa yang dimaksud suara Ghaib itu. Kalau aku ibaratkan Anis adalah selir ayahku. Seperti Dewi Ontrowulan Sang selir yang berselingkuh dengan anak tirinya.

Setelah aku menyadrinya, suara itu lansung hilang, berganti dengan aroma wewangian yang harum semerbak.

Aku menarik baju gamis Anis melewati kepalanya. Anis tidak berusaha menolak, bahkan dia mengangkat tangannya hingga gamisnya terlepas menyisakan BH warna krem, seperti tidak mampu menampung teteknya yang besar. Kulepas BHnya.

"Ujang, mau nyusu ya?" kata Anis nenggodaku. Tangannya memegang teteknya yang besar.

Kucaplok puting tetek Anis yang sudah mengeras. Aku menghisapnya dengan lembut, tambil aku remas perlahan.

"Ujang, lembut amat kamu neteknya? Beda sama ayah kamu yang buas." kata Anis, tangannya membelai rambutku. Seperti seorang ibh yang menyusui putranya.

Tanganku merayap ke selangkangan Anis yang hanya tertutup celana dalamnya. Sudah mulai basah. Perlahan aku mendorong tubuh Anis rebah. Kutarik celana dalamnya hingga terlepas dari kakinya. Indah sekali memek tembem Anis, bersih tanpa noda. Gundul seperti memek remaja.

Aku membungkuk di selangkangan Anis, kuhirup aroma memeknya yang lembut. Kujilati dengan bernafsu. Membuat Anis menggelinjang nikmat. Tangannya menjambak rambutku pelan.

"Ujang jorok, memek Anis dijilatin, enak." Anis mendesis, menggigit bibir tipisnya. 

Cukup lama aku menjilati memek Anis, dari mulai lobangnya, itilnya, kusedot cairan birahinya dengan lahap. Begitu nikmat rasanya. Aroma memek Anis membuatku semakun bernafsu.

"Ampun, jang... Udahhhh, Anis gak kuaaaat lagiii...!" Anis bangkit menarik pinggulnya menjauh dari wajahku.

Asih menarik kaosku lepas lewat kepala, kemudian mendorong tubuhku rebah. Tanganya menarik celana trainingku lepas. Aku benar benar ditelanjangi wanita cantik yang baru saja aku kenal.

Anis membungkuk melahap kontolku dengan bernafsu. Lidahnya begitu piawai memanjakan kontolku, sambil menghisapnya, nembuatku menggelinjang nikmat. Anis ternyata sudah sangat berpengalaman memanjakan kontol.

"Teh, pinter banget nyepongnya." kataku.

Cukup lama Anis nyepong kontolku. Ahirnya aku menyerah, menyuruh Anis menyudahi sepongannya.

"Udah, Nis. Aku udah gak tahan mau ngentot memek kamu." aku menarik pundak anis agar menjauh dari kontolku.

Saat Anis bangkit, aku terkejut. Wajah Anis berubah, Wajahnya menjadi sangat cantik, seperti wanita dari masa lalu. Rambutnya yang panjang bergelombang, di sanggul ke atas kepala, sisanya dibiarkan terurai indah.

Matanya bulat, dengan alis yang tersusun rata. Hidungnya bangir khas wanita jawa. Bibirnya mungil dan tipis membentuk gendewa. Kecantikan dari masa lalu yang sulit ditemukan pada jaman sekarang. Alami tanpa polesan.

Wanita itu berjongkok meraih kontolku, mengarahkannya ke lobang memeknya yang indah. Aku memejamkan mata, berusaha meyakinkan bahwa itu hanya halusinasi. Saat aku membuka mata, Anis sudah menggerakkan pinggulnya turun, menekan kontolku memasuki memeknya. Aku menarik nafas lega. Wanita yang tadi hanya ilusi.

Anis menggerakkan pinggulnya memompa kontolku dengan lembut, mengingatkanku pada Lilis. Bibirnya tersenyum, menatapku lembut. Sex yang sangat indah, bukan hanya kepuasan birahi.

Mataku terpejam menikmati semua sensasi yang membuatku melayang menggapai nirwana.

"Jang, kontol kamu gede amat. Rasanya sampe mentok." Anis menggigit bibirnya, matanya terpejam menikmati gesekan dinding memeknya dengan kontolku.

"Memek Teh Anis juga ennnak banget. Jepitannya ...." aku meraih tetek Anis, kuremas dengan lembut.

Aku memejamkan mata menikmati pompaan Anis yang sangat lembut. Saat aku membuka mata, kembali aku melihat wanita itu sedang menggerakkan pinggulnya turun naik memompa kontolku. Sekarang aku benar benar ketakutan. Tapi entah kenapa kontolku tetap tegang, padahal nafsuku sudah hilang berganti dengan rasa takut. Kesadaranku perlahan hilang. Semuanya menjadi gelap.

********

"Jang, bangun. !" kulihat Mbak Wati nenggoyang goyangkan tubuhku.

"Eh, Mbak!" kataku melihat ke arah Mbak Wati, lalu melihat sekelilingku. Tidak ada siapa siapa. Akupun sudah berpakaian lengkap. Mana Anis? Mana wanita dari masa lalu itu?

"Tidur kamu enak amat Jang ! Kata Anis, kamu dipijit malah tidur. Sekarang udah jam 1 siang. Kamu gak mau makan ?" tanya Mbak Wati.

Aku bangun, tubuhku terasa segar dan ringan. Perlahan aku bangkit mengikuti Mbak Wati keluar kamar. 

"Mbak, aku mau kencing dulu!" kataku berbelok ke kamar mandi.

Anis kulihat keluar dari kamar mandi. Dia tersenyum melihatku,. Bibirnya mengecup pipiku.

"Makasih ya, Jang. Kamu hebat banget ngentotnya, Anis benar benar puas." bisik Anis meninggalkanku yang bengong karna bingung.




Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com