𝐂𝐈𝐍𝐓𝐀 𝐏𝐔𝐓𝐈𝐇 𝐄𝐏𝐈𝐒𝐎𝐃𝐄 𝟒 : [ 𝐏𝐀𝐑𝐓 𝐃​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​ 𝐊𝐀𝐔 𝐓𝐔𝐊𝐀𝐑 𝐒𝐄𝐌𝐔𝐀 𝐃𝐄𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐋𝐔𝐊𝐀 ]

 


POV YOGA
[Kamis, 24 Juni 2021]

Sekitar pukul 5 pagi kurang, aku terjaga dari tidurku karena mendengar sesuatu di kamarku. Kubuka mata perlahan, kepalaku terasa berat.. sepertinya aku mengalami demam. Aku melihat istriku seperti mengendap-endap keluar kamar dengan pakaian olahraga sexy-nya, mungkin dia takut aktifitasnya itu membangunkanku.

Aku pikir istriku akan menyiapkan sarapan pagiku seperti biasanya, aku biarkan dia keluar kamar, aku tidak menyapanya dan membiarkan dia tak tahu kalau aku sudah bangun. Kuraba keningku, suhu tubuhku lumayan tinggi… sepertinya dengan kondisi seperti ini, hari ini aku tidak akan masuk kerja.

Namun beberapa saat kemudian aku mendengar suara dari pintu yang ditutup. Mau kemana istriku? Sepertinya itu dari pintu depan… tapi mungkin saja dia akan mengamati perkembangan tanamannya di taman depan. Setelah beberapa saat aku penasaran dan coba bangkit, aku keluar kamar dan terlihat dari kaca jendela ruang tamu istriku sedang duduk di kursi teras, tubuhnya terbungkuk sepertinya dia sedang memasangkan sepatunya. Apakah dia akan lari pagi? Mengapa dia tidak mengajakku? Mungkin dia sudah kapok dengan staminaku saat hari Minggu kemarin sehingga hari ini dia putuskan untuk lari pagi sendiri.

Benar saja, dia melangkah keluar halaman rumah sambil berlari. Aku mengambil air teh sendiri, kemudian kubawa teh itu untuk kunikmati di ruang tamu sambil melihat ke arah jendela. Tak sampai 1 menit aku melihat Dani melintas rumahku sambil berlari. Hmmm, bisa-bisa istriku dan Dani bareng lagi berolahraga. Tiba-tiba terngiang ‘Besok beneran ya, Dan…’, ucapan istriku pada Dani kemarin yang terdengar di CCTV. Apakah ucapan itu ada kaitannya dengan lari pagi ini? Kenapa istriku tidak bercerita padaku sih? Kenapa harus rahasia-rahasia-an….? Tiba-tiba celanaku menjadi sesak.

Benar saja, di putaran keduanya istriku sudah berlari bersama Dani, saat melintas ke rumahku sepertinya mereka begitu konsentrasi, tidak tampak perbincangan diantara mereka. Aku terus mengamati jalan di depan rumahku, sampai mereka melintas 3 kali lagi, setelah itu kutunggu cukup lama istriku tak terlihat lagi melewati rumahku. Kemana dia?

Penisku menegang tapi perutku tiba-tiba merasakan mual, sehingga aku langsung lari ke kamar mandi. Aku muntah… ah, ada apa dengan tubuhku ini? Sepertinya memang akhir-akhir ini aku bekerja terlalu keras… ingin sebenarnya melihat kembali kegiatan istriku meski hanya dari balik jendela, tapi tubuhku tak memungkinkan… akhirnya aku membaringkan tubuhku di tempat tidur. Inginnya sih beristirahat sejenak, tapi pikiranku terus melayang menduga-duga apa yang dilakukan istriku saat ini? Hingga jam dinding di kamarku menunjukkan jam enam kurang lima, istriku belum juga kembali. Sudah hampir satu jam dia berolahraga.

Tubuhku mulai mendingan, aku kembali melangkah keluar kamar menuju ruang tamu, di balik jendela itu aku tunggu lama istriku tak melintas juga, akhirnya dengan tubuh demam, aku ambil sweater-ku dan kemudian melangkah keluar rumah. Aku khawatir… eh bukan, lebih tepatnya aku curiga ada sesuatu yang terjadi dengan istriku dan Dani, apalagi aku juga pernah mencium aroma yang berbeda di tubuh istriku saat hari Minggu kemarin.

Aku susuri sambil berjalan, istriku tak nampak juga. Tak ada di gazebo, aku lanjutkan terus berjalan sampai setengah putaran perumahan. Istriku benar-benar tidak terlihat batang hidungnya. Aku semakin curiga, rasa sayang yang begitu hebat dariku selama ini…. saat semua telah kuberikan untuknya, tapi kau tukar semua dengan luka, Mil… Entah mengapa di pikiranku semakin berkecamuk bayangan yang tidak-tidak antara istriku dengan Dani, tapi dimanakah mereka melakukannya?

Langkahku semakin lunglai tapi aku terus melangkah hingga menyusuri jalan di belakang jajaran rumahku… aku lanjutkan langkahku menuju pos satpam yang ada di ujung jalan masuk perumahan. Pos itu pun kosong, aku baru terpikir kenapa aku tidak menghubungi istriku melalui telepon? Tapi apakah istriku membawa ponselnya? Lagipula aku juga sekarang tak membawa ponsel, akhirnya kuputuskan untuk kembali ke rumah.

Aku mengambil ponsel di kamar, tapi terdengar dari arah kamar mandi suara air mengalir dari shower. Aku baru sadar juga kalau sepatu olahraga istriku ada tergeletak di luar pintu kamar. Aku langsung membuka kamar mandi.

“Papah… kaget….!! Papah kemana sih, Mamah cariin?”, ucap istriku yang nampak terkejut begitu aku membuka pintu kamar mandi.

“Justru Papah yang cariin Mamah, darimana sih?”, tanyaku yang berpikir juga kenapa istriku sudah mandi? biasanya setelah berolahraga dia tak langsung mandi… tapi mengeringkan dulu keringatnya. Tapi mengapa di pagi ini dia begitu cepat mandi?

“Mamah lari pagi, Pah… hari ini Mamah udah kuat 10 keliling”, ucap istriku sambil senyum antusias, bangga dengan pencapaiannya.

“Masa sih? Barusan Papah nyariin keliling kompleks tapi ga nemu Mamah”, balasku masih curiga.

“Ah masa? Mamah ga liat Papah…”, tukas istriku dengan mengerutkan dahinya.

“Papah ga akan kerja hari ini… kayanya sakit, Mah.. tadi juga muntah”, ucapku mengakhiri topik lari pagi karena tubuhku sudah semakin tak karuan.

Istriku tampak terkejut dan mempercepat mandinya sambil menyuruhku untuk berbaring dulu di tempat tidur. Setelah mandi, Istriku buru-buru memakai pakaian lalu memburu tubuhku. Ia memeriksa suhu tubuhku di dahi dan leher dengan punggung telapak tangannya.

“Sayang, ke dokter ya?”, ucap istriku panik.

“Ga perlu dulu…”, ucapku lemah.

“Papah sarapan dulu sama bubur ya, kalo Mamah masak kelamaan… biar dibeliin Dani, Mamah punya nomor teleponnya… kemaren Mamah minta biar gampang kalo ada apa-apa”, kata istriku yang masih begitu khawatir dengan keadaanku.

“Ga usah!”, jawabku tak sadar dengan nada bicaraku yang sedikit tinggi, aku cemburu mendengar nama Dani keluar dari mulut istriku. Tapi satu pertanyaanku sudah terjawab, ternyata istriku jujur mengenai nomor telepon Dani yang kemarin sempat aku curigai dia merahasiakan dariku, sepertinya dia kemarin tak bercerita karena kelupaan atau menganggap hal yang tak penting untuk dibicarakan, maafkan aku, Mil….

Istriku kemudian membawakanku teh manis hangat sambil bolak-balik ke dapur untuk membuatkan bubur. Pokoknya istri yang sangat kusayangi ini begitu memanjakanku dikala aku sakit seperti di hari ini. Sejenak aku melupakan kecurigaanku terhadapnya di pagi ini yang mungkin saja itu hanya akibat efek dari rasa sakitku ini. I Love You, Mila…. Love You More Than You Know.

POV MILA

[Kamis, 24 Juni 2021]

Walau tak ada konfirmasi apapun dari Dani mengenai lari pagi, tapi aku sudah bertekad untuk melakukannya, biar saja tanpa Dani pun aku bisa sendiri… hasratku yang kemarin begitu tinggi kini sudah hampir tak ada, di pagi ini aku hanya murni ingin berolahraga.

Dari pukul setengah lima aku sudah bangun dan setelah mencuci muka dan menggosok gigi aku kenakan baju sport bra berwarna hitam dipadu dengan legging berwarna hot pink. Aku keluar kamar perlahan-lahan, takut mengganggu tidur suamiku yang tampaknya pulas. Aku akan berolahraga sampai jam enam, sebelum aku menyiapkan sarapan untuk suamiku bekerja nanti.

Aku pun memulai lari pagiku, kondisi langit masih gelap.. dan suasana di perumahan ini sangat sepi tak ada orang seperti biasanya. Tapi beraktifitas di perumahan ini sama sekali tak membuatku takut meskipun sendirian. Penerangan lampu jalan menerangi hampir setiap 25 meter.

Sampai akhirnya terdengar suara derap kaki dari belakang, dan begitu kutoleh ternyata Dani yang juga sedang lari pagi. Dia tersenyum ke arahku, ada rasa canggung setelah apa yang kulakukan kemarin di kamar mandi, aku sangat menyesal telah berbuat bodoh seperti itu. Meskipun yang mengintipku juga belum tentu Dani, baru dugaan kuat saja.

Kami pun berlari beriringan dan suasananya benar-benar canggung, tanpa ada sepatah katapun keluar dari mulut kami… tapi apakah ini menandakan kalau yang kemarin mengintip adalah benar Dani? Kalau bukan dia, tentu Dani akan ramah dan bercerita panjang lebar tanpa diminta seperti yang dia lakukan saat lari pagi hari Minggu kemarin.

Setelah aku menyelesaikan 5 putaran, Dani baru mengeluarkan suaranya.

“Kak, istirahat dulu.. jangan diforsir, ntar kaya hari Minggu… ga bisa jalan.. hehehe”, ucap Dani.

Aku pun mengangguk dan mulai berjalan, kebetulan ucapan Dani itu terucap saat kami hampir melewati gazebo, sehingga aku putuskan untuk beristirahat sejenak di gazebo.

Aku duduk di celah ’pintu’ masuk gazebo yang mungkin hanya seukuran 75 cm, ada empat trap kecil untuk menaiki gazebo bergaya panggung ini. Tak diduga, Dani pun ikut duduk di sebelahku, karena space-nya begitu sempit tubuh kami sangat erat bersentuhan. Perasaan liarku mulai muncul kembali setelah kuhirup aroma keringat tubuhnya itu.

“Kak, besok aku udah ga masuk kerja… mulai persiapan”, ucap Dani.

“Oh iya, ya..?”, jawabku basa-basi seperti kaget padahal sebenarnya aku sudah tahu itu.

“Nanti kayanya aku bakalan kangen terus sama Kakak…”, ucap Dani malu-malu yang membuatku terkejut tak menyangka Dani akan mengucapkan hal itu.

“Ih.. belom juga mulai udah kangen… emang berapa lama sih, Dan?”, tanyaku mencoba bersikap biasa walau hatiku mulai dag dig dug.

“Katanya sih sepuluh bulanan… pastinya belom jelas, mungkin baru besok dikasih tau..”, jawab Dani.

“Oh bentar dong kalo segitu… harus kuat ya, Dan…. Kakak yakin kamu bisa..”, ucapku menyemangati, tapi untuk rasa kangennya itu memang agak janggal dan membuatku bertanya-tanya, perasaan apa yang sebenarnya Dani miliki padaku saat ini?

“Kak….”, ucap Dani lagi.

“Hmmm…”, jawabku melihat ke arahnya, dia tampak kikuk di pagi buta ini.

“Maafin Dani ya…”, ucapnya lagi.

“Maaf untuk apa Dan?”, kataku bertanya-tanya.

“Sebenenya selama ini…. Dani udah kurang ajar sama Kakak”, ucapnya seperti dengan nada menyesal. Aku langsung berpikir ini pasti tentang kegiatan mengintipnya!

“Kurang ajar gimana, Dan?”, tanyaku pura-pura tak tahu, bisa jadi aku salah menduga atau ada hal lain lagi yang tidak aku ketahui.

Dani tak menjawab, mulutnya seolah terkunci, seperti ingin berkata jujur tapi tak berani mengatakan. Wajah gelapnya kini terlihat memerah. Tubuh atletis dan wajah yang menurutku begitu jantan itu ternyata tak memberikan pengaruh apa-apa, dia tampak gugup di keadaan seperti itu, sikapnya itu membuatku gemas sekali kepadanya… gairahku mulai membakar semakin besar, nafasku semakin tak beraturan antara menahan nafsu dengan lelah setelah berolahraga. Dengan ragu tanganku mulai membelai lembut rambut cepaknya.

“Kurang ajar gimana, Dan?.... soal ngintip di kamar mandi?”, tanyaku lagi langsung menuju sasaran.

Dani sepertinya terkejut dengan ucapanku, dia langsung melihatku dengan tatapan malu dan bingung.

“Kak…. maaf”, ucap Dani lagi.

“Udah ga apa-apa, Kakak juga tau kok…. Tapi jangan kaya gitu lagi ya…”, ucapku seolah memaafkan kekurang-ajarannya.

“Kakak…. ga marah?”, tanya Dani masih terlihat kaget. Wajah kami berpandang-pandangan dengan jarak yang begitu dekat.

“Marah lah… masa Kakaknya sendiri lagi mandi diintipin?”, jawabku sambil tersenyum, aku mengucapkan kata marah tapi nada bicaraku begitu lembut.

“Kalau yang kemaren, Kak?”, tanya Dani yang wajahnya semakin mendekat ke arah wajahku.

“Kemaren apa, Sayang…....?”, ucapku balik bertanya sambil kedua telapak tanganku memegangi kedua pipinya, nafasku menderu… aku sudah sangat bernafsu sehingga kata ‘sayang’ terlontar begitu saja dari mulutku.

“Kakak nyebut-nyebut nama aku… sambil mainin memek…”, ucapnya yang sepertinya sudah sangat bernafsu dan langsung melumat bibirku seketika. Aku pun membalas ciumannya itu. Lidah kami berpagutan liar saling bertukar cairan liur.

Shrrrouupppmmmhhh oouuhh mmmmphh ahhhh mmmh

“Jangan disini, Dan…”, ucapku sambil melepaskan pagutannya. Aku masih berpikir jernih karena tempat ini begitu terbuka, aku takut kalau tiba-tiba suamiku datang memergokiku. Tapi dengan mengatakan ‘jangan disini’ itu berarti aku seolah-olah mau melakukannya di tempat lain… Ya, aku memang sangat ingin sekali!!!

Dani pun bangkit dan mengangkat tubuhku untuk berdiri, dia menuntun tanganku menuju ke rumah yang tepat berada di samping hutan mini ini. Rumah yang baru selesai sekitar 70% ini sudah berpintu tapi belum dipasangi kaca jendela. Dani memanduku untuk melewati lubang jendela itu. Kami pun berjalan terus ke belakang, desain rumahnya sama persis dengan rumahku.. di belakangnya pun sudah disiapkan space untuk taman tapi belum ditumbuhi oleh rumput. Keadaan di halaman belakang ini cukup terang karena outdoor ada cahaya dari langit subuh yang sebenarnya masih cukup gelap, pinggirannya sudah dipasangi lantai granit.

“Bentar, Kak… dingin kalo duduk di lantai ya?”, tanya Dani sambil mencari-cari sesuatu sepertinya untuk alas dudukku. Dani pun kemudian membawa beberapa kardus yang sepertinya bekas pembungkus granit dan dia hamparkan untuk alas dudukku, hamparan kardus itu cukup panjang dan lebar sehingga tidak hanya cukup untuk duduk saja, jika aku berbaring pun masih teralasi oleh kardus itu.

Aku mulai duduk dan dengan cepat menarik lengan Dani, mulutku kami pun mulai berpagutan lagi… bahkan lebih liar daripada yang telah kami lakukan di gazebo tadi.

"Kakak cantik banget hari ini...", ujar Dani saat pagutan bibir kami terlepas tapi dia ucapkan ketika bibir kami masih bersentuhan.

"Eemhfff... Sayaang… emang biasanya Kakak ga cantik ya?", ucapku menggodanya.

“Tiap hari Kakak cantik… kontol aku ngaceng terus ngeliat Kakak…”, ucap Dani dengan perkataannya yang sangat kotor itu.

“Aaaaah…. Adik-nya Kakak nakal banget, masa ngaceng ngeliat Kakak sendiri sih…”, balasku yang kini mulai mengajaknya untuk berbaring sambil berciuman, aku raba selangkangannya… menyentuh sesuatu yang sudah mengeras di balik celananya itu.

“Kakak udah tua, Sayang… udah 33 tahun, kamu 21 kan? Kita beda 12 tahun…. Masa kontolnya bisa keras gini ngeliat Kakak yang udah tua?”, ucapku sambil tersenyum dan mengelus-elus kontolnya yang kuduga sebesar kepunyaan Faisal.

Dani tak menjawab, wajahnya memerah menikmati sensasi ini.

“Kak boleh aku masukin? Tapi aku belom pernah…. Ajarin ya, Kak”, kata Dani polos. Aku terhenyak mendengar ucapannya… apakah aku harus mengambil keperjakaannya? Ya harus!! Nafsuku sudah tak tertahankan lagi.

“Boleh adikku sayang.. tapi Kakak isepin dulu yah…”, ucapku sambil menyuruhnya untuk membuka celananya.

Tampak kontolnya begitu gagah menantang… aku salah, ternyata ukurannya lebih besar dari Faisal walau tak sepanjang milik Andre. Mungkin panjangnya sama seperti milik Faisal tapi diameter milik Dani lebih besar seperti berotot dengan urat-urat yang terpampang jelas.

Mulutku langsung menganga siap dijejali kontol Dani. Aku duduk sementara Dani berdiri. Tak lama kemudian kontolnya disodokan ke dalam mulutku sampai begitu dalam, tangan kekarnya menekan kepalaku hingga membuatku terbatuk-batuk karena ujung penisnya itu melesak masuk hingga kerongkongan.

Aku mencabut kontolnya sambil menengadahkan kepalaku menatap wajahnya.

“Jangan dalem-dalem, Sayaang….”, ucapku merengek manja.

“Maaf Kak….”, jawabnya sambil membungkukkan tubuhnya dan melumat bibirku dengan penuh napsu, tangannya mulai berani meraba dan menjamah payudaraku dengan liar.

Setelah berciuman aku kembali menjejalkan kontolnya dimulutku, kuhisap-hisap sampai tangan Dani kembali membelai-belai rambutku dengan gemas, kedua kakinya pun tampak bergetar, Dani sangat menikmati setiap hisapanku.

"Aaah... enak banget sepongan Kakak… aku sayang Kakak.. banget", racaunya.

Setelah aku puas menghisap, aku jilati kulit luar penisnya yang mulai berkilat karena air liurku yang bercampur cairan pelumas dari penisnya. Kujilati berkali-kali mulai dari kantung zakarnya hingga ujung kepalanya, itu membuat Dani bergidik menahan geli.

Lalu Dani duduk berhadapan, tangan kekarnya kembali mencengkeram buah dadaku yang sekarang sport bra ku sudah kubuka hingga memperlihatkan ranumnya kedua buah dadaku. Aku pun menarik kepalanya untuk menghisap payudaraku ini. Terasa sekali Dani memang belum berpengalaman, hisapannya begitu liar dan kadang membuatku sakit karena dia melakukannya sambil menggigit.

“Awww…. sakit, Sayang…… jangan digigit…. nanti bekasnya ketauan suami Kakak loh…”, ucapku memperingatkan. Dani pun langsung mengangkat kepalanya.

Aku pun tersenyum geli melihat dia tampak ketakutan.

“Masih boleh kok, Sayang… tapi pelan-pelan yah… nenenin terus susu-nya Kakak… masa adik kesayangan ga boleh nenen sih…”, ucapku menggodanya dan mengizinkan lagi Dani untuk menghisap lagi payudaraku, seluruhnya akan kuberikan padanya di pagi ini. Karena ini hari terakhir dia ada di perumahan ini, ini juga jadi kesempatan terakhirku untuk bisa merasakan kenikmatan darinya.

Aku benamkan lagi kepalanya sambil membawanya hingga aku terbaring, dia melumat buah dadaku dengan setengah tubuh kekarnya menindih tubuhku.

“Sssshh… enak Sayaaang…. eeuufghhh… adik kesayangan, Kakak… pin…terrrr bangeetttt nenen-nyaaa ahhhhh”, lenguhku yang mulai merasakan kenikmatan dari hisapannya ini.

Kini tangannya mulai menggerayangi bagian selangkanganku. Wajahnya terangkat setelah puas menghisap buah dadaku. Tatapannya dengan birahi terbakar mengarah ke arah vaginaku yang masih terbalut legging, jarinya kemudian pelan-pelan menyusuri belahan vaginaku yang memang tercetak jelas di celana leggingku ini. Aku menikmati sentuhannya itu dengan tubuh yang masih merebah di atas kardus. Dani bersimpuh diantara kedua kakiku, ia tarik celanaku hingga terlepas, vaginaku kini terpampang jelas.

Wajahnya merunduk dan segera membenamkan untuk menjilati bibir vaginaku dengan rakus. Sepertinya setiap cairan baik itu keringat maupun lendir pelumas di sekitar vaginaku dia jilat dan telan habis.

"Oooouughhh... Danii Sayaaang… seneng… ya… samm..maaa memekkknya… Kakak…..", ucapku sambil menggeliat, kupejamkan mataku, kunikmati cumbuan lidahnya yang menari di permukaan memekku.

“Enak, Kak.. itilnya…”, ucap Dani berucap sebentar lalu kepalanya terbenam lagi sambil menghisap dan menjilati klitorisku.

Kutahan kepalanya agar dia tak segera bangkit, rasa geli ini begitu kunikmati saat mulut dan lidahnya menjalari setiap inchi bibir vaginaku. Dani begitu cepat belajar membuat nikmat wanita.

Nafasku terengah sampai kira-kira 3 menit dia mencumbui vaginaku. Dani kemudian bangkit dan memandangiku, seperti menginginkan hal yang lebih. Aku pun tersenyum sambil merentangkan tanganku untuk membuat tubuhnya memelukku. Kini tubuh kekarnya benar-benar menindihku sambil berciuman lagi. Terasa batang besarnya itu menggesek-gesek bibir vaginaku.

“Sayang pengen masukin sekarang?”, ucapku begitu mesra seolah pada suami sendiri. Dani mengangguk.

Kuarahkan kepala kontolnya menuju lubang kenikmatanku. Kakiku semakin merenggang bahkan ketika ujung penisnya itu mulai menyentuh vaginaku, aku menaikkan kedua kakiku dan menyandarkannya di kedua sisi bahunya. Aku menggelinjang saat kepala kontolnya itu sedikit meleset hingga menyentuh itilku, aku arahkan lagi hingga kini kontol besar itu menyelinap diantara bibir vaginaku, BLEESSSHHHHH.

Aku rasakan kenikmatan yang tiada tara ketika kontol itu perlahan masuk menyeruak hingga terbenam dalam. Mulutku menganga…. Kenikmatan maksimal yang selama ini kurasakan dari Faisal tampaknya pagi ini sudah terkalahkan oleh rasa kontol Dani yang begitu memenuhi rongga memek sempitku, begitu penuh sehingga kanan kiri atas bawah permukaan dalam vaginaku mantap terjamah dengan kontol perkasanya itu. Ah, Dani… kenapa kamu begitu cepat pergi….. andai saja dia tetap ada di perumahan ini, aku rela memberikan memekku ini setiap hari.

"Ooougggghh.... Sayaaang, inniiii eenaak bangettt….. lebih enaak… lebiih enakkk……", lenguhku saat batang kontol itu mulai digenjot keluar masuk secara perlahan. Ya, benar…. ini lebih enak dari Faisal.

“Lebih enak dari suami Kakak yaa?”, ucap Dani dengan nafas terengah sepertinya bangga dengan miliknya itu yang membuat tubuhku terangkat menahan nikmat.

Aku sedang membandingkan dengan Faisal, tapi Dani menganggapnya dia lebih enak dari suamiku, sudahlah.. dia tak perlu tahu.

“Iya, Sayaaang… aaaah… ssshhh… jauh Sayaang… jauuuh lebih enak punya Danni…. Aaaghhh adik kesayangan.. Kakkaak…. Enak bangeettt”, racauku.

Kedua kelamin kami menyatu, kontolnya ketika melesak kedalam begitu terbenam dalam, sedalam kenikmatan yang kurasakan. Kenikmatan yang begitu sempurna.

"Ini beneran enak, Kak? Aku sayang banget sama Kakak….", ujar Dani sepertinya tak percaya kalau pengalaman pertamanya menyetubuhi perempuan ini telah membuatku merem melek tak karuan.

Aku hanya dapat mendesah, kadang merintih menerima kenikmatan yang menghampiriku di pagi buta ini, kini Dani mulai menaikkan tempo mengayunkan pinggulnya, kontolnya keluar masuk di lubang memekku ini semakin cepat.

"Aaaagghhh... Sayaang… teruusssh… terussss gitu Sayaaang…. Kakak ga kuatttt…. Kakak mau keluarrrrrrrrrr…….. AGGGHHHH", jerituku saat Dani menghentakan pinggulnya dengan cepat dan kadang keras dibenturkan dalam-dalam ke dinding rahimku. Aku mencapai klimaks, tubuhku menggelinjang dan menggelepar, tapi Dani entah tak tahu atau memang bernafsu, tidak memberiku kesempatan bagiku untuk menikmati sejenak orgasmeku ini.

Bibirnya kembali melumat bibirku dengan liarnya, aku dekapkan tubuhnya erat-erat. Ini impianku ditindih oleh lelaki yang begitu kekar, tak terasa berat… malah aku makin terangsang saat aroma keringatnya kini begitu kuat menyelusup ke hidungku. Aku jilati keringat di dadanya dengan penuh nafsu.

"Aaaaggghhh oouugh... Dannnn…… kamu enakkk bangettt, sayaaang…. entotin memekkk Kakak terussshh…. lagi yang kerass sayaaang….", racauku kembali bersemangat saat kontolnya seakan tiada lelah menghujam keluar masuk memekku yang semakin merekah.

Buah dadaku diremasnya lagi, ahhh mataku terpejam, merasakan kenikmatan dari tiga titik ketika bibirnya kembali melumatku dalam waktu yang bersamaan. Air liur kami saling bertukar bahkan aku meminta air liurnya lebih banyak seolah untuk memuaskan dahagaku.

Kedua tanganku mencengkeram punggungnya, kakiku kini membelit sedikit diatas pinggulnya yang terus menggenjot. Kulihat wajah Dani sudah semakin memerah dengan nafas yang tersenggal. Kuberikan sedikit tekanan dan pijatan ringan dari otot vaginaku untuk berterima kasih atas keperkasaannya. Dani tampak melenguh dengan wajah menengadah ke atas ketika aku menjepit kontolnya itu. Lelaki yang begitu jantan dan perkasa…, pujiku dalam hati, dia bukan tipeku.. tapi setiap kali melihatnya selalu membuatku bernafsu. Aku gigit tengkuknya saking gemasnya.

PLLEEKK PLLOOKKK PLOKKKK PLEEKKKK

Suara kemaluan kami yang beradu semakin keras mungkin karena cairan di dalam vaginaku sudah sedemikian melimpah ruah. Dani tak sekalipun menurunkan tempo genjotannya.

Mata Dani semakin sayu sesekali terpejam, mulutnya menganga…. Kurasakan kontolnya menghantam-hantam mulut rahimku, Aku tak dapat menahan kenikmatan ini, tubuhku bergetar dalam tindihan tubuh Dani yang tak pernah aku lepaskan.

“Sayaang… ayo keluarrrin… Kakak sayaang kammuuu…. aahhhh sssshhh ouuugh Daaannnn, enakkk bangettt, keluarrrinn Dannn, Kakakk juggaaa mau keluarrr lagi Sayaaang….”, jeritku yang sepertinya akan mencapai orgasmeku lagi.

"Aaaaaaaahh... Kaakkkkk", teriak Dani.

CRTTTT CROTTTT CROTTTT CRRROTTTTT CRRROOOOOTTTTT

"AAAGGH OUUGGHHH DAAAAAANN…… ENAAKKKKKK AGHHHH", jeritku lebih keras dari teriakan Dani begitu aku mencapai klimaks dan merasakan juga sperma Dani telah menghambur di dalam vaginaku.

Aku terkapar tak berdaya, kunikmati kehangatan spermanya dalam rahimku, lalu jatuh menetes dari lubang vaginaku. Aku sudah tak berpikir bagaimana kalau aku hamil, sama sekali tidak…. Mataku terpejam sambil nafasku masih tersengal, tubuh kami berlumuran keringat di pagi yang indah ini.

Astaga, aku baru menyadari langit sudah terang…. Aku tak tahu sudah berapa lami kami melakukan persetubuhan ini. Aku harus segera pulang sebelum suamiku berangkat kerja dan menyiapkan sarapannya, bahkan sepertinya aku harus mandi dulu karena aroma tubuh Dani begitu menempel kuat di tubuhku.

Aku pun mengenakkan pakaianku dengan begitu terburu-buru, lalu pulang dengan perasaan campur baur, antara masih membayangkan kejadian yang luar biasa tadi dan khawatir kalau suamiku curiga.

Tapi begitu sampai di rumah aku tidak melihat suamiku, mungkin dia ada di ruang kerjanya, aku langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.​



Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com