𝐂𝐈𝐍𝐓𝐀 𝐏𝐔𝐓𝐈𝐇 𝐄𝐏𝐈𝐒𝐎𝐃𝐄 𝟑 : [ 𝐏𝐀𝐑𝐓 𝐁 𝐊𝐔 𝐏𝐀𝐒𝐑𝐀𝐇𝐊𝐀𝐍 𝐇𝐀𝐓𝐈𝐊𝐔 ]

 


POV YOGA
[Minggu, 14 Maret 2021]

Sepulang dari Resto, aku lihat Mila sedang menonton salah satu mini series kegemarannya di TV berbayar. Meskipun matanya menatap layar TV tapi tatapannya kosong. Aku pun duduk di sampingnya, kemudian dia merebahkan kepalanya di pundakku. Ada kesedihan dan kegetiran kurasakan dari perilakunya ini, tapi dia tetap tak mau bercerita kepadaku.

Aku membuka ponselku, membuka file yang telah dikirim Andre melalui media penyimpanan online. Aku memilih rekaman lorong sebelum Mila masuk toilet.

“Sayang… bisa jelasin kejadian ini?”, tanyaku pada Mila sambil memberikan ponselku. Istriku kemudian mengangkat kepalanya dari bahuku dan memperhatikan rekaman video itu.

Hanya dalam hitungan detik ia letakkan ponsel itu di sampingnya, Mila tampak terkejut sekali. Kini ia menatapku dengan raut muka yang sedih bercampur dengan kebingungan, mungkin benaknya bertanya-tanya mengapa aku bisa memiliki rekaman ini.

Mila langsung merangkulku sambil sesekali dia memukul-mukul dadaku, tangisannya pecah.. Aku biarkan dia mengeluarkan tangisannya, meluapkan emosinya dalam pelukanku.

“Papah harus gimana?... tolong ceritain dulu”, aku bertanya lagi pada istriku setelah beberapa lama kutunggu tangisannya tak juga reda.

Mila menggeleng-gelengkan kepala…. Sampai akhirnya dia mengatakan dengan terbata-bata, “ak..ku… dip..perkos..sa.. Paaah…..”, tangisannya kembali menguat. Aku menghela nafas panjang, menahan rasa marah yang membuncah.

“Diperkosa gimana… maksud Papah, kemaren Mamah diapain aja?”, aku bertanya hati-hati takut menimbulkan luka yang lebih dalam.

Kali ini aku hanya ingin tahu sampai batasan mana si pemerkosa itu, ini bukan pertanyaan yang didasari oleh keinginan fantasiku yang memang sudah hampir hilang. Lagipula rasanya keterlaluan kalau aku memanfaatkan kejadian yang membuat istriku ketakutan dan trauma ini hanya untuk memenuhi hasratku.

Mila kembali menggeleng-gelengkan kepala, dia tampaknya tak mau menceritakannya. Aku pun paham keadaannya dan tak perlu untuk mencecarnya mengenai hal yang satu ini. Tapi aku penasaran dengan video terakhir, kuperlihatkan lagi pada Mila… tapi dia menolak untuk melihatnya. Akhirnya aku saja yang menceritakan untuk meminta konfirmasinya.

“Kalau pas keluar toilet, kenapa Mamah seolah mau bantu dia buat ngamatin dulu keadaan sekitar?”, tanyaku.

Mila langsung melepaskan pelukannya dan berkata dengan nada cukup tinggi, “Aku disuruh gitu, Pah!!!!”.

Aku pun langsung memeluknya lagi sambil mengelus-elus punggungnya untuk menenangkan… aku merasa sangat bersalah telah menanyakan hal itu.

“Mamah kenal dia? Atau pernah lihat dia sebelumnya?”, tanyaku untuk menggali informasi si pelaku. Mila menggelengkan kepala sambil terus menangis.

“Kalau waktu di tempat cuci tangan, dia bilang apa atau ngapain aja ke Mamah?”, aku kembali menginterogasi karena masih penasaran.

“Dia tiba-ti.. ba bis..sik..kin…… kal..lo ak.. ku can… tiik…”, ucapnya sambil terisak, ucapannya tidak jelas tapi aku coba untuk mengerti. Aku merasa sangat bersalah pada istriku ini, keinginanku agar dia untuk tampil sexy ternyata membawa petaka untuk hidupnya. Aku pun memeluk tubuhnya sangat erat.

“Kita lapor Polisi, ya Sayang…”, ucapku meminta persetujuan.

Mila langsung bangkit lagi melepaskan pelukan, dia menggeleng-geleng.. “Ga.. usah… Pah, semua… ud.. dah… terjadi…. Aku.. malu, Pah… aku ga.. mau nan..ti.. dita.. nya-tanya… sem.. mua o.. rang jad.. di tau..”, jawab istriku terbata-bata.

Aku hormati keputusannya, lagipula aku memang malas untuk berurusan dengan institusi yang satu itu. Biarlah aku sendiri yang mencari laki-laki itu berdasarkan informasi terbatas dari video, walau pastinya akan sangat sulit sekali mencari 1 orang diantara hampir 11 juta penduduk Jakarta.

POV MILA

Siang tadi setelah suamiku pulang, tiba-tiba dia duduk di sebelahku dan memperlihatkan rekaman video yang menangkap kejadian semalam di resto. Aku yang dari sejak kemarin mencoba merahasiakan tapi ternyata suamiku sudah lebih dulu curiga. Aku duga awal kecurigaannya bermula ketika semalam dia mengajakku bercinta, mungkin dia melihat ada beberapa tanda yang sekarang semakin memerah di area payudaraku. Kemudian suamiku mencari tahu langsung ke resto tanpa sepengetahuanku.

Kejadian malam itu bermula ketika aku masuk ke dalam resto dan aku melihat sosok laki-laki yang sangat aku kenal… ya, aku sangat mengenalnya, dia Faisal… Mas Fais!!! Mantan kekasihku itu sedang makan sendirian di resto dan langsung melihat kedatanganku.

Ketika melewatinya aku pura-pura tidak mengenalnya dan hanya melihat sosoknya dari ujung mataku. Jantungku sangat berdebar… takut dia menyapaku, aku tak mau itu terjadi apalagi aku sedang bersama suamiku. Aku tak ingin suamiku tahu kalau lelaki itu pernah jadi kekasihku atau bahkan pernah bermain gila setelah aku menikah.

Ketika aku duduk, dia menoleh ke belakang. Begitu tahu posisi dudukku menghadap pintu masuk, dia berganti posisi untuk duduk di seberang mejanya sehingga kini dia langsung berhadap-hadapan denganku. Dia sempat melayangkan senyum ke arahku, aku langsung pindah tempat duduk di samping suamiku.

Aku sangat kesal pada Faisal, dua kali dia sudah meninggalkanku begitu saja. Tapi rasa kesalku di malam itu membawa lamunanku ke kejadian hubungan terlarang yang pernah kami lakukan di gazebo rumahku. Bagaimanapun itu adalah pengalaman seks-ku yang terhebat, yang sampai saat ini belum pernah aku merasakan hal yang seperti itu lagi. Apalagi dari suamiku yang meskipun kemampuannya sudah semakin baik tapi tetap saja belum cukup memuaskanku, mungkin beberapa bulan lalu sempat ada sosok Andre yang batang kemaluannya lebih besar dari Faisal, namun tak sampai penetrasi kami sudah terlanjur ketahuan oleh suamiku.

Aku makan dengan perasaan yang campur aduk, khayalan tentang seks bersama Faisal terus hilir mudik di kepalaku. Tapi aku berusaha untuk tetap tenang dan bersikap wajar di samping suamiku itu.

Sampai akhirnya selesai makan aku mencuci tangan, tiba-tiba Faisal datang dan mencuci tangannya tepat di sebelah washtafel-ku.

“Kamu makin cantik banget, Mil….”, ucapnya pelan sambil melihat ke arahku yang saat itu hatiku sudah semakin tak karuan.

“Jadi sexy, pangling ngeliatnya… kirain bukan kamu”, ucapnya lagi, aku tetap tak menjawabnya, rasanya ingin lari tapi kakiku berat sehingga tetap saja aku mencuci tanganku walau sudah bersih.

Dia pun mengakhiri cuci tangannya, sambil berlalu dia berbisik tepat di telingaku… “ditunggu di toilet, Sayang…”.

Aku sangat terkejut ketika kepalanya sangat dekat dengan telingaku, apalagi dengan ucapannya itu. Disitu aku mulai galau, di satu sisi aku sangat ingin menjaga kesetiaan pada suamiku, dan juga aku sangat membenci Faisal tapi di sisi lain ternyata kusadari kalau dialah satu-satunya orang yang bisa memuaskanku.

Sampai akhirnya suamiku mengajakku untuk pulang, sampai kaki ini melangkah untuk meninggalkan resto aku belum memutuskan apa-apa. Ketika tepat di depan pintu resto, pada akhirnya aku meminta izin pada suamiku untuk ke toilet sebentar. Aku sudah memutuskan hal yang sangat gila, kalau tidak hari ini… kapan lagi kesempatan ini datang?

Begitu melangkah di lorong toilet, aku melihat sosoknya sudah berdiri di depan pintu toilet perempuan, aku mendatanginya sambil menunduk. Sebenarnya aku tak berekspekstasi terlalu tinggi untuk malam ini. Bagaimana tidak, waktu yang kumiliki sempit, di tempat umum pula… malam ini aku hanya sekedar ingin memeluk dan mencium bibirnya saja untuk melepaskan kerinduanku yang terpendam selama ini… ternyata harus jujur kuakui, kalau aku masih sangat mencintainya.

Tanpa aku duga, ketika aku sudah berada dalam jangkauannya, dia langsung mencengkram lenganku dengan kuat dan menarikku dengan paksa untuk masuk dalam toilet. Aku menolak, bukan karena tak mau tapi itu gerakan refleks ketika diperlakukan secara tiba-tiba.

Begitu masuk ke dalam toilet yang terdapat 3 bilik, justru aku yang pertama mencium bibirnya dengan sangat bernafsu, tanpa ada bermesra-mesraan kami langsung saling membelitkan lidah. Kemudian ia menggendong dengan membopong tubuhku sambil meremas pantatku yang kurasa bentuknya semakin berisi ini, kami pun masuk ke bilik pertama di ruangan toilet itu.

"Kamu sexy banget, Sayang… kaya pelacur...", ucap Faisal sambil menjilati leherku. Perkataan yang sebenarnya merendahkanku itu justru membuat libidoku semakin tak terbendung. Malam ini kembali ku pasrahkan hatiku padanya, bahkan seluruh ragaku.

“Aku pelacurmu, Mas… puasin aku malam ini, Sayang…”, ucapku penuh nafsu dan sudah tak memikirkan apa-apa lagi sambil melucuti seluruh pakaianku hingga benar-benar telanjang bulat di hadapan mantan kekasihku ini. Dia yang sepertinya tak menduga aku akan berbuat seperti ini, akhirnya ikut melucuti pakaiannya.

"Makin bagus badan kamu Mil...", puji Faisal setelah melihatku telanjang, matanya tak lepas dari ranumnya kedua buah dadaku. Tangannya segera meremas payudaraku ini. Aku menggelinjang saat mendapat sentuhannya tangannya ini. Apalagi setelah jari-jarinya mulai bermain di vaginaku.

“Memek ini punya siapa, Sayang..?”, tanya Faisal yang entah mengapa malam ini ucapannya begitu jorok.

“Punya-nya Mas Fais….”, desahku sambil menutup mata.

“Kalau itilnya?”, tanya Faisal lagi.

"Eeuummpphh.. iyaahh ssshh itilnya punya Mas Fais juga…. terussh, Saayang….", lenguhku saat jarinya memutar-mutar dan sedikit menekan klitorisku.

Jarinya kini mulai masuk ke dalam vaginaku yang mulai basah, sementara kepala Faisal membungkuk menghisap kuat sisi payudaraku yang semakin mengeras. Faisal terkadang menggitinya, aku sudah tak peduli jika semua perlakuannya ini akan meninggalkan tanda, bahkan tanganku menarik kepala Faisal agar semakin terbenam ke buah dadaku…. aku sangat menikmati permainannya.

Jarinya semakin cepat keluar masuk liang kemaluanku ini.

“AAHHH… Sayang… Mas Faiiissshh…. Akkuuuu… kelluaarrrrr”, jeritku pelan setelah aku mendapatkan orgasmeku yang pertama hanya dalam waktu beberapa menit saja.

Faisal segera berjongkok dan menjilati bibir vaginaku… aku semakin menggelinjang, kakiku bergetar… tanganku berpegangan pada keramik dinding di bilik toilet itu.

Faisal bangkit, kulirik batang kemaluannya yang berdiri gagah di selangkangannya… memang tak sebesar milik Andre, tapi aku sangat ingin merasakannya lagi dan lagi. Faisal membimbing tanganku untuk menggenggam penis besarnya itu.

“Kamu pengen ini kan, Sayang?”, tanya Faisal menggodaku.

“Pengen banget, Mas….”, jawabku tanpa malu-malu mengakuinya.

Faisal menyuruhku untuk berjongkok dan menghisap penisnya. Aku menggenggam dan mulai mengocoknya dengan hasrat yang makin bergelora, penis yang sudah keras dan menegang ini begitu mantap dalam genggaman tanganku. Kubuka mulutku, segera kuhisap dan kulumat.

Gerakan kepalaku semakin cepat, aku mendengar beberapa kali lenguhan Faisal seperti yang sangat menikmatinya. Bahkan ketika tangannya ikut membantu untuk mendorong-dorong kepalaku, aku tahu kalau dia sebentar lagi akan keluar. Aku langsung tarik kepalaku.

“Mas, keluarinnya di dalem memek aku aja ya…”, ucapku sambil menarik tangannya agar dia duduk di closet dan aku segera menaikinya. BLESSSSHHHH

"Oooaaahhh... Sayaaang… eeshh... enak bangeet kontolnyaa…", ucapku sesaat batang besarnya itu melesak masuk sempurna ke dalam vaginaku.

“Memek kamu juga… yang paling enak, masih sempit aja… ngejepit banget”, lenguh Faisal memuji milikku yang selama ini hanya dimasuki oleh penis berukuran kecil dari suamiku.

Kami belum membuat gerakan apapun, vaginaku masih beradaptasi setelah terbenamnya penis Faisal. Kami pun berciuman, kali ini ciuman yang mesra seperti sepasang kekasih, semakin dekat aku melihatnya… oohh… tampan sekali Mas Fais ini.

Mmmmphhh ssssh oouuh mmmhh mmmph sshhhhh aaahh

“Mil… maafin Mas ya…. Mas ga bisa jadi pendamping kamu, meskipun Mas Fais pengen banget… kamu bisa ngerti kan?”, ucap Faisal dengan bibirnya masih menempel di bibirku, ia seolah meminta maaf untuk perlakuannya yang selalu meninggalkanku.

“Iya Mas… ga apa-apa, Sayang…. Aku ngerti kok..”, jawabku tiba-tiba memahami tindakan yang selalu menyakitkanku dan membuatku membencinya selama ini. Ah, mengapa aku begitu mudah terbuai oleh lelaki yang satu ini? Aku mengangkat pinggulku dan segera melakukan gerakan memompa.

Mas Fais mencengkeram pinggulku dan membantu gerakan turun naik tubuhku dengan kencang sehingga terdengar bunyi nyaring dari lubang kemaluanku ditambah suara kulit paha Mas Fais dan bokongku yang saling berbenturan.

PLOOCK PLEECK PLEEECKK PLEECCK PLOOOCK

DOG DAG DOG DAG DOG DAG

Aku menghentikan gerakanku. Berisik sekali closet ini, seperti tak menancap kokoh sehingga mengeluarkan bunyi seolah tak kuat menahan beban dari gerakan liarku ini.

“Mas… berisik bangeet, sambil berdiri aja yuuuk…”, rengekku manja sambil bangkit berdiri.

“Kamu nungging, Sayang”, jawabnya sambil mengarahkan tubuhku untuk berbalik arah dan pantatku kini menungging ke arahnya.

Mas Fais langsung menghentak-hentakan pinggulnya dengan sangat cepat dan liar, membombardir lubang kemaluanku ini, oooh ini sungguh nikmat dan membuatku menggelinjang tak karuan. Tangan Mas Fais sesekali meraih kenyalnya buah dadaku yang menggantung dan meremas-remasnya dengan gemas.

Sesekali juga Mas Fais menampar kecil bokongku, seolah aku hewan tunggangannya agar bisa berlari semakin kencang, seiring gerakan pinggulnya yang semakin cepat.

"OOOUGGH ughhhh... aku nyampe Sayaang… aku nyampee lagiiii..AAARGGGH SSSHHHH…. Enaaaakk bangg…gget", teriakku ketika mencapai orgasme yang kedua.

“Mas juga, Sayang… Mas juga….. aaghh”, ucap Mas Fais yang sepertinya akan keluar juga, entah mungkin karena sensasi di tempat umum, yang pasti malam ini Mas Fais akan keluar lebih cepat daripada dulu saat pertama kami melakukannya di rumah.

Aku segera mencabut penisnya lalu segera berbalik dan menghisap dalam-dalam, agar spermanya tumpah di mulutku saja, terlalu beresiko jika dikeluarkan di dalam vaginaku.

"AAAAGGH Sayaang… Millaa canttiiikk..AAARGGGH Mas sayang kamuuuu…. Ouuuuugghhhh!!!!", teriaknya ketika spermanya menyembur di dalam mulutku.

Aku tarik mulutku, aku menelan spermanya sampai tak tersisa. Rasa yang tak enak ini sudah sangat aku rindukan, walaupun rasanya sama saja seperti milik suamiku.

Aku menyenderkan tubuh lelahku di tembok keramik toilet. Sambil mengatur nafas, ku-kangkang-kan kedua kakiku agar tubuh ini lebih stabil disaat lutut terasa bergetar. Vaginaku masih merekah tepat didepan penisnya yang sesekali terlihat berkedut. Kami pun berpeluk-ciuman lagi.

Tak lama kemudian Mas Fais melepaskan pelukannya dan seperti bergerak menjangkau bajunya yang tergantung di pintu.

“Mas…. Mau kemana?”, tanyaku cepat.

“Suamimu udah nunggu kelamaan…”, jawabnya. Saat itu aku memang sudah tak memikirkan lagi dengan suamiku, mungkin sudah 15 menit aku berada di toilet ini.

“Sekali lagi… Sayang, pleaseee…”, ucapku mengiba. Aku ingin kesempatan di malam ini benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Mas Fais memandangku sambil tersenyum, dia langsung memburu lagi bibirku dengan liar.

Mmmmphhh sssshrooup mmmhh mmmph sshhhhhrruuup aaahh

Lidah kami kembali menyatu, air liur kami saling terhisap, kupeluk erat dan kuelus-elus punggungnya, aku tak mau dia cepat pergi.

Tanganku kembali meraih penisnya yang setengah menegang, kuraba dan sedikit kuremas kantung zakarnya, perlahan batang itu makin membesar di tanganku. Aku segera membimbing kepala penisnya menuju ke mulut vaginaku. Bibir vaginaku seakan menelan penisnya yang menusuk dan menghilang seiring gerakan pinggul Mas Fais yang menekan.

Mataku sayu, mulutku menganga dan mendesah pelan, selalu takjub dengan rasa nikmat yang dia beri… meskipun telah kurasakan berulang kali. Tangannya kembali meremas-remas buah dadaku, penisnya terus keluar masuk menikmati hangatnya ruang vaginaku, yang menusuk hingga mengetuk dinding rahimku. Sesekali aku menjepit batangnya itu. Nikmat sekali walau persetubuhan ini dilakukan dengan posisi berdiri.

"Mas pengen dikeluarin di dalem memek kamu… boleh kan, Sayang", tanya Mas Fais.

Aku mendengarnya tapi kenikmatan ini membuatku tak menjawabnya, kepalaku sudah bergerak kesana kemari, seolah mencari posisi mana yang bisa menahan kenikmatan ini, tapi tak pernah kutemukan.

"Boo… leh…. Mas Fais… saa.. yaaang… aaahhh", jawabku disela lenguhan.

"Pelacur cantik ini sayang banget sama Mas, ya?", tanyanya dan lagi-lagi menyebutku sebagai pelacur, dan aku menikmati panggilan itu.

"Sayang bang… ngeet... Massshh…. Oouugh… A..ku… cin.. ta ba.. nget.. sama Mas.. Fais…. Aaaahh ssshh ouugh ah", jelasku.

Mas Fais langsung mengangkat tubuhku, tangannya menopang pantatku… "Mas juga cinta banget sama kamu, Mil… kamu ga pantes disebut pelacur… memek kamu masih sempit banget...", ujar Mas Fais sambil menaik turunkan tubuhku.

"Aaaagghh... aaahh…. Ga kuaaattt Massss…", lenguhku seiring keluar terbenamnya penis Mas Fais di vaginaku.

Tubuh telanjangku melonjak-lonjak, aku menggeliat menahan rasa nikmat yang mendera sekujur tubuhku. Keringatku bercucuran menyatu dengan keringatnya. Mas Fais pun sepertinya begitu menikmati malam ini.

"Ooouughh... Mas… terus Mass…. Aku mau keluarrrrr…. Ssshhh cepetin Mass Fais.. sayaang", lenguhku saat penisnya begitu terasa menggesek dinding vaginaku.

Penis panjang ini melesak hingga ke dalam seakan kepalanya menyapa mulut rahimku. Kenikmatan yang sungguh tak terbantahkan, aku tak ingat apa-apa lagi, tak ingat pada suamiku yang menunggu di luar sana, aku tak ingat lagi dengan janji terakhirku untuk tak berkhianat lagi… aku benar-benar mendambakan persetubuhan ini.

Aku menggelinjang dan tubuhku menyerah… sudah tak kuasa lagi menahan badai kenikmatan ini. Bersamaan juga dengan Mas Fais yang sepertinya hampir sampai sambil membenamkan kepalanya di bahuku.

"Ooouughh... Saayang… Aku keluarrrrr…. Ssshhh aaaghh…. Barussann enak banget.. sayaang…", aku menjerit pelan.

"Oouugh... Mila cantik... Sayangnya Maas…. Makasih saayaang", ucapnya tanpa meminta lagi persetujuanku, spermanya muncrat keluar dengan luar biasa banyaknya, menyembur di dalam vagina yang membanjiri rahimku.

Tubuhku bergetar hebat mencapai orgasmeku entah yang keberapa kalinya. Aku terkulai lunglai memeluk Mas Fais. Nafasku tersengal dan kubiarkan penis Mas Fais masih didalam vaginaku.

Mas Fais memeluk erat tubuhku, ia belai rambutku dan mengecup keningku dengan mesra. Beberapa saat kemudian tubuhku diturunkan. kubiarkan sperma merembes turun dari lubang vaginaku menyusuri mulusnya kulit pahaku yang licin. Aku merapatkan tubuhku dalam pelukannya, terasa hangat dan nyaman sekali malam ini.

Seandainya waktu yang bisa kulewati dengannya ini sepanjang malam, tentu aku ingin melakukannya lagi dan lagi. Tapi ini sudah terlalu lama, mungkin sudah lebih dari setengah jam kami berada di dalam toilet. Akhirnya setelah berpakaian lengkap, aku sempat menciumi bibirnya… jujur saja aku masih rindu sentuhannya.

Aku keluar lebih dahulu untuk memastikan keadaan aman. Bisa-bisa berabe jika Mas Fais keluar dari toilet perempuan diketahui oleh orang. Setelah aman, aku panggil Mas Fais untuk segera keluar.

Kami pun berpisah tanpa pesan, di luar resto tampak suamiku menghampiri dan menanyakan mengapa aku begitu lama. Aku jawab saja mulas dan perutku mual, aku memintanya untuk langsung pulang karena kakiku ini sudah letih untuk diajak berjalan. Seperti kebiasaannya pasti suamiku akan mengajakku berbelanja apapun yang aku mau, tapi malam ini aku hanya ingin pulang.

Di mobil aku merasa sangat bersalah pada suamiku, penyesalan memang selalu datang terlambat. Aku kembali teringat perbuatanku tadi yang sangat liar dan sangat begitu keterlaluan mengkhianati suamiku, kini aku mengingat semua kebaikan suamiku, apalagi di 5 bulan terakhir ini dia begitu bersikap manis padaku. Kupalingkan wajahku menatap luar dari balik kaca jendela yang berada di sebelah kiriku. Mataku berkaca-kaca tapi kucoba untuk kutahan agar tak sampai keluar air mata penyesalan dari istri yang telah berkhianat ini.​



Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com