𝐂𝐈𝐍𝐓𝐀 𝐏𝐔𝐓𝐈𝐇 𝐄𝐏𝐈𝐒𝐎𝐃𝐄 𝟐 : 𝐏𝐀𝐑𝐓 𝐁​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​ 𝐂𝐈𝐍𝐓𝐀 𝐏𝐔𝐓𝐈𝐇 𝐈𝐍𝐈

POV YOGA
[Senin, 2 November 2020]

Pagi ini kulihat istriku begitu cantik, entahlah.. sudah 2 hari ini pikiranku seolah-olah terbuka setelah sekian lama tertutup oleh keindahan semu di luar sana.

Hari ini cukup mendebarkan bagiku, Andre akan mengambil mobil ke rumah di saat aku berada di kantor. Jantungku berdebar sejak aku bangun tidur tadi setiap kali membayangkan hal itu. Aku yang tiba-tiba sangat cemburu pada kondisi yang sebenarnya biasa saja, tapi di sisi lain aku menikmati rasa gelisahku ini. Aku ingin istriku setia, tapi di satu sisi ingin melihat istriku sedikit merespon lelaki lain… Ya, cukup sedikit saja… jangan terlalu banyak, bisa-bisa nanti istriku benar-benar berpaling.

Seharusnya aku memasang spy-cam di rumah ini, sehingga pas nanti Andre datang aku bisa melihatnya dari kantor. Produk ini ada banyak di gudang kantor, tinggal ambil saja, itu produk lama dari perusahaan kami yang memang tidak akan dijual lagi. Tapi memasang alat ini tentunya harus tidak diketahui oleh istriku, dipasangnya harus ketika Mila tak ada.. tapi dia selalu saja ada di rumah. Sudahlah, untuk pemasangan spy-cam ini aku tunda dulu rencananya.

“Mi, nanti setelah Papah telfon konfirmasi kalo Pak Andre udah transfer… baru kasihin mobilnya ya, jangan lupa STNK sama BPKB nya…”, ucapku memastikan lagi rencana hari ini sebelum aku berangkat kerja.

“Iya.. kalo KTP aku-nya hari ini juga, Pah?”, jawab istriku yang malah balik bertanya, dari roman mukanya sepertinya dia sudah benar-benar siap menerima tamu laki-laki itu… hmmmm, apa ini perasaanku saja?

“Ga usah, nanti aja kalo dia udah minta…”, jawabku. Istriku mengangguk.

“Kamu udah kasih nomor telepon kamu?”, tanyaku lagi sedikit memancing, padahal aku sudah tahu karena kemarin mengintipnya dari balik lemari saat dia memberikan nomor telepon.

“Udah, Pah… kemaren dia minta”, jawab istriku santai.

“Nomor dia udah kamu save?”, tanyaku lagi… kali ini pertanyaan pancingan yang kedua.

“Belum, Pah….”, jawab Mila datar.

DEGGGG

--+++--​

Di kantor sebenarnya aku banyak sekali pekerjaan yang harus kuselesaikan, tapi otak ini terus memikirkan istriku dan pembeli mobilnya. Apalagi setelah tadi sebelum berangkat kerja istriku berbohong kalau dia belum men-save nomor Andre… Kalau tidak ada perasaan apapun, kenapa harus berbohong sih? Lalu saat dia mengatakan itu sepertinya dia menjawabnya dengan tenang, tidak seperti sedang berbohong, apakah dia sudah terbiasa membohongiku dibalik tampang polosnya? Apakah istriku sudah terbiasa mengkhianati cinta putih ini yang pada diriku mulai tumbuh membesar?

Aplikasi kloningan chat istriku aktif. Istriku baru membalas pesan yang Andre kirimkan kemarin malam saat menanyakan apakah foto selfie istriku diambil di dalam mobil barunya?

“Iya, Pak… hehehe”

Ini benar-benar tak diduga sebelumnya, ternyata istriku tak canggung pada lelaki lain. Apa semua ini karena sosok Andre yang mungkin menarik perhatian istriku? Di kontak dia tulis ‘Mas’, tapi saat di chat dia masih menggunakan sapaan ‘Pak’. Aku rasa istriku ini benar-benar menyukai Andre, seperti juga aku duga kalau Andre menyukai istriku… TIDAAAAK!!!!

* Chat removed, restore?

Aplikasiku memberikan notifikasi seperti itu, istriku telah menghapus jejaknya. Pikiranku semakin tak beraturan.

Aku kemudian mendapatkan notifikasi dari Bank-ku bahwa ada transferan masuk.. tak lama dari situ Andre menghubungiku bahwa dia telah transfer, lunas.. sehingga dia akan mengambil mobilnya. Setelah Andre menutup telepon aku langsung menghubungi istriku, memberi tahu bahwa Andre telah mentransfer uangnya dan dia akan segera ke rumah untuk mengambil mobil.

“Bu, saya sudah transfer ke Bapak… saya bisa ambil mobilnya jam berapa?”, Andre mengirimkan chat langsung pada istriku.

“Oh sebentar Mas.. saya nya mandi dulu…”, jawab istriku.

“Eh maaf… Pak”, kata istriku lagi meralat. Sepertinya istriku memang benar-benar keceplosan memanggil ‘Mas’ di chat nya yang pertama.

“Ga apa-apa, Bu… panggil Mas aja… kita ampir seumuran kan? hehehe”, ujar Andre mencoba sok akrab.

“Eh, iya Mas… bentar ya saya mandi dulu…”, balas istriku.

Setelah hampir satu jam, akhirnya istriku kembali mengirimkan pesan pada Andre…“Mas, saya udah siap…”.

“Siap apa Bu…?”, tanya Andre.

“Mau ambil mobil kan?”, Mila balik bertanya.

“Hehehe… iya Bu.. iya, kirain siap apa….”, jawab Andre. Aku tak mengerti maksudnya apa?

“Ya udah, saya tunggu ya, Mas…”, kata istriku.

“Siap, Bu Mila!”, jawab Andre.

Jika menurut perhitungan hari kemarin, setelah Andre menelepon, dia datang ke rumahku sejam kemudian.. maka sepertinya hari ini pun sepertinya tidak akan jauh berbeda. Aku akan menghubungi istriku satu jam ke depan.

Setelah satu jam tepat, aku video call istriku, sengaja aku melakukan panggilan video karena ingin tahu keadaan di rumah dan melihat langsung mereka.

Istriku mengangkat, kulihat istriku tampak cantik meski tetap tak berdandan, hanya saja rambutnya yang hitam panjang itu biasanya diikat ke belakang, kali ini dibiarkan terurai. Huffft

“Udah dateng Pak Andre, Mi?”, tanyaku.

“Udah pulang, Pah…”, jawab istriku santai.

“Loh kok cepet?”, ujarku kaget karena tak sesuai dengan perkiraanku.

“Kan cuma ambil mobil doang…”, jawab istriku lagi.

“Bo’ong ah…”, ucapku lagi masih tak percaya, siapa tahu dia berbohong lagi seperti masalah nomor kontaknya.

“Ih Papah ga percaya”, ujar istriku sedikit sewot, dia kemudian mengaktifkan kamera belakangnya, dia perlihatkan ruang tamu yang kosong lalu dia melangkah ke arah garasi.

“Tuh liat, mobilnya juga udah ga ada”, ujar istriku membuatku yakin.

“Ok, Mi… kayanya Papah hari ini lembur lagi…”, aku mengakhiri pembicaraan.

Rasanya perasaan anehku yang menikmati kecemburuan dari hubungan istriku bersama orang lain ini sudah sangat mengganggu. Bagaimana tidak, jika sejak datang ke kantor hingga jam makan siang aku benar-benar tidak produktif, hanya memikirkan dan terus menerus mengamati aplikasi chat istriku.

Kini aku merasa gelisah, apakah kegilaan ini harus dihentikan.. lalu bagaimana caranya? Atau terus dilanjutkan.. lalu bagaimana mengaturnya agar tak mengganggu pekerjaan? Sepertinya aku tahu orang yang tepat yang dapat memberikan jawaban dari segala pertanyaan-pertanyaan itu. Aku menghubungi dia dan mengatur waktu pertemuan pukul 5 sore nanti, itulah mengapa aku mengatakan pada istriku akan lembur, padahal sebenarnya aku ingin membereskan dulu masalah perasaanku ini.

--+++--​


Ketika dalam perjalanan menuju sebuah resto yang dijadikan sebagai tempat pertemuan, aku mendapatkan chat bahwa tempat pertemuan dipindahkan di kantornya saja, ada beberapa pekerjaannya yang belum selesai, akhirnya aku menuju ke kantornya.

Perusahaan event organizer ini jauh lebih kecil daripada perusahaan tempatku bekerja, namun kantornya jauh lebih modern dengan nuansa kekinian, mungkin karena kebanyakan pegawainya yang masih relatif muda sehingga penataan interiornya mengusung tema kreatif khas anak muda.

Salah seorang pegawai membawaku ke sebuah ruang tunggu yang nyaman, aku harus menunggu dulu karena katanya Bu Deasy masih meeting.

Deasy Febriani, adalah wanita dari masa lalu, ia teman SMA-ku yang sangat cantik dan menjadi bintang di sekolahku dulu. Karena itulah dulu aku sangat suka dan mengidolakannya, namun karena waktu itu aku hanyalah lelaki yang culun untuk masalah asmara, maka rasa suka itu tak pernah diungkapkan langsung kepadanya. Kesempatan untuk berpacaran dengannya pun hampir mustahil karena Deasy tak pernah ‘kosong’. Setelah putus dari yang satu, seminggu kemudian ia sudah berpacaran lagi dengan yang lainnya.

Selepas SMA, kita kuliah di tempat yang berbeda. Deasy mengambil S1 Psikologi di salah satu universitas di Jakarta, sementara aku mengambil S1 Manajemen di Bogor. Kami pun tak pernah bertemu lagi.

Setelah menyelesaikan S1, Deasy tidak melanjutkan program Magister Profesi, karena ia memutuskan untuk tidak menjadi seorang Psikolog. Ia memilih melanjutkan usahanya yang telah dirancang bersama teman-temannya sejak kuliah dulu yang bergerak di bidang event organizer, dan itu dia tekuni hingga hari ini. Sementara aku setelah lulus kuliah langsung bekerja di perusahaan IT, itu pun aku jalani hingga saat ini.

Sampai akhirnya 4 tahun setelah kami menyelesaikan S1, kami bertemu lagi di sebuah Reuni. Dari iseng-iseng ngobrol, secara mengejutkan Deasy berkata kalau ia tahu aku menyukainya saat SMA dulu, dan sambil bercanda dia menyalahkanku mengapa aku dulu tidak berani menyatakan cinta kepadanya. Aku terdiam, ada penyesalan mengapa aku dulu begitu tak bernyali.

Sejak pertemuan di Reuni itu, aku dan Deasy semakin akrab dan secara ‘nekat’ akhirnya kami menjalin hubungan asmara. Kusebut ‘nekat’, karena sebenarnya kejadian itu terjadi saat aku telah melamar Mila.. bahkan sudah menentukan tanggal pernikahanku yang kurang lebih tinggal 4 bulan lagi. Deasy pun tahu dengan statusku, tapi dia tetap menerimaku dengan harapan mungkin aku akan berubah pikiran lalu memilihnya sebagai pendamping hidup. Hanya saja sampai waktunya tiba, aku tetap memilih Mila sebagai istriku.

Setelah aku menikah, komunikasi dengan Deasy tidak terputus walaupun hanya sebatas telepon atau SMS, baik aku maupun Deasy memang tak ada niatan lagi untuk bertemu. Intensitas komunikasi semakin berkurang setelah 2 tahun kemudian. Bukan karena aku memilih setia pada istriku, tapi justru aku memiliki wanita simpanan yang lain, sehingga Deasy pun aku lupakan.

Sore ini, jika aku menemuinya lagi.. itu tak bermaksud untuk menjalin hubungan kembali. Sebagai seseorang yang pernah berkuliah di Psikologi, aku anggap dia mampu menjawab keresahanku saat ini… meskipun dia bukan seorang Psikolog. Pertimbangan lain, pada Deasy aku bisa lebih terbuka dan tak malu jika harus menceritakan masalahku ini, memang sejak dulu kami selalu terbuka membicarakan permasalahan yang dihadapi dan masa lalu kami secara mendalam. Deasy juga orang yang mampu dan terbukti bisa ‘berdamai’ dengan masa lalunya. Buktinya dia tetap mau berkomunikasi denganku walaupun jelas-jelas aku telah menyakitinya. Namun untuk urusan mengapa Deasy sampai usianya 36 tahun ini belum menikah juga, aku tidak tahu.. mungkin hanya Deasy yang tahu alasannya.
--+++--​

Sebuah sapaan dari perempuan berkulit putih dengan rambut sebahu membuyarkan lamunanku di ruang tunggu. Deasy… aku terpana melihatnya, ia masih cantik seperti dulu saat pertama kali aku mengenalnya. Deasy terlihat jauh lebih muda dari usianya, apalagi dengan pakaian kantor yang casual seperti ini… hanya menggunakan t-shirt putih polos, name-tag merah muda tergantung diantara buah dadanya, dipadukan dengan slim fit blue denim se-betis ditambah sepatu kets… benar-benar seperti seorang gadis belia.

Setelah basa-basi sebentar, dia mengatakan tidak bisa meninggalkan kantor karena sedang mempersiapkan sebuah event besar untuk kantor pemerintahan, bahkan jam 7 malam nanti masih harus ada meeting lagi. Akhirnya kami tetap memutuskan untuk mengobrol di ruang tunggu ini saja setelah Deasy meminta office boy membawakan makanan dan minuman untuk menemani kami mengobrol.

Karena di chat saat meminta bertemu tadi aku sempat mengatakan ada masalah yang ingin dikonsultasikan dan dia pun menyanggupi untuk membantu semampunya, maka di sore menjelang malam ini aku pun tanpa ragu mulai menceritakan masalahku, mulai dari sikap dinginku pada istri, kemampuan seks ku yang semakin payah, sampai perasaan gilaku yang terjadi di 2 hari terakhir ini. Deasy memperhatikan setiap kalimat dalam ceritaku dengan seksama.

“Kang… yang pertama-tama… jangan pernah menyebut perasaan Akang itu dengan kata ‘aneh’ atau ‘gila’…..”, ucap Deasy memulai mengemukakan pandangannya. Sebutan ‘Kang’ yang dia ucapkan padaku itu memang sudah dilakukan sejak kita berpacaran dulu meskipun usia kita sama, dan sebutan itu tetap tak berubah hingga hari ini.

“Oke…”, jawabku pendek meski belum mengerti.. mengapa tak boleh begitu.

“Kita sebut saja itu sebagai sebuah ‘fantasi’ dan setiap manusia memang memiliki fantasinya sendiri-sendiri yang tentunya berbeda jenis dan kadarnya..”, lanjut Deasy.

“Memang boleh ya berfantasi?”, tanyaku lagi.

“Boleh… sangat boleh… tapi maaf kalo pandanganku ini berbeda dengan norma apapun… aku hanya mengungkapkan ini dari sisi kejiwaan..”, jawab Deasy yang membuatku semakin antusias mendengarkan lebih lanjut penjelasannya.

“Terus….”, kataku penasaran.

“Fantasi boleh kita miliki bahkan silahkan dijalani selama disikapi dengan KEDEWASAAN, dan selama fantasi itu MENGUNTUNGKAN bagi orang yang bersangkutan…. yang terpenting lagi yaitu TIDAK MERUGIKAN ORANG LAIN…”, ujar Deasy tampak sekali dia menekankan nada bicaranya saat mengatakan Kedewasaan, Menguntungkan, dan Tidak Merugikan Orang Lain.

“Jika seseorang yang berfantasi itu beranggapan kalau pikirannya berbeda dengan orang pada umumnya.. lalu dia menyimpulkan sendiri bahwa itu adalah hal yang aneh atau gila… nah disitulah mulai menjadi tidak sehat dan cenderung akan merusak mental… karena ada perang batin yang hebat di orang tersebut. Jadi bebasin aja Kang, dengan catatan yang tadi itu.. selama Akang bersikap dewasa saat menjalaninya, selama menguntungkan dan tidak merugikan orang lain…”, lanjut Deasy.

Aku hanya mengangguk-angguk, tapi masih banyak hal yang sebenarnya aku belum puas dan mengerti dengan penjelasan Deasy.

“Kalau mendengar masalah Akang tadi, fantasi Akang itu justru menguntungkan buat kemampuan seksual Akang… meskipun untuk masalah kemampuan seksual sebaiknya dikonsultasikan juga pada dokter di bidangnya”, kembali Deasy menjelaskan tanpa diminta.

“Kalau akhirnya mengganggu ke pekerjaan seperti yang hari ini dirasakan, gimana cara menanggulanginya?”, tanyaku yang berharap Deasy bisa memberi solusinya.

“Nah itulah yang aku sebut tadi sebagai sikap ‘kedewasaan’, fantasi yang akang miliki itu memang menuntut sikap dewasa yang mutlak.. baru fantasi bisa dijalani dengan baik, kalau ga bisa.. ya mending tinggalin aja…… Aku juga ga perlu ngasih tau gimana teknisnya, biar Akang yang mencarikan solusinya sendiri sebagai wujud kedewasaan… lagian kan tiap orang punya cara dan faktor-faktor yang berbeda… jadi aku ga bisa ngasih detailnya harus gimana… soalnya bisa jadi pikiranku ga sesuai dengan kondisi yang akang hadapi di pekerjaan misalnya.. itu Akang yang seharusnya lebih tau”, jawab Deasy yang sepertinya tidak mau gegabah memberikan jawaban.

“Jika hari ini aku bilang silahkan fantasi itu dijalani karena aku liat masih menguntungkan dan belum ada indikasi yang mengarah pada ‘merugikan orang lain’…. cuma semua fantasi… apapun itu jenisnya, di kemudian hari akan berpotensi menggelinding semakin besar yang akhirnya merugikan jika tidak di-manage dengan baik.. itu yang harus diantisipasi sejak dini…”, lanjut Deasy, di mataku dia sore ini ibarat seorang Psikolog betulan.

Lagi-lagi aku hanya mengangguk-angguk dan membiarkan Deasy untuk menumpahkan segala ilmu yang dimilikinya.

“Fantasi yang sudah semakin membesar, hampir mustahil untuk mengandalkan self-control dari orang yang bersangkutan, maka perlu pihak lain untuk membantu mengendalikan atau ‘menge-rem’ agar tidak berjalan terlalu jauh sehingga dapat merugikan dirinya dan orang lain”, Deasy masih menerangkan, sepertinya dia ingin aku benar-benar paham kalau fantasiku ini wajar tapi cukup beresiko.

“Contohnya dalam kasus Akang, misalnya Akang menginginkan istri Akang hanya sekedar bisa mengobrol dengan lelaki lain… itu masih oke, tapi jika fantasi itu lantas membesar…. Misalnya nanti Akang ingin istrinya jalan dengan lelaki lain… itu yang harus di-rem.. karena bisa saja istri Akang pada akhirnya melibatkan perasaan dengan lelaki itu… dan itu merugikan buat Akang dan istri Akang karena akan membuat rumah tangga kalian berantakan…”, jelas Deasy.

Terlihat seorang pegawai masuk ke ruang tunggu dan berbicara pada Deasy, sepertinya Deasy harus memulai meeting-nya kembali. Tapi Deasy meminta waktu sebentar lagi pada pegawai itu untuk menyelesaikan dulu perbincangan denganku yang dirasanya belum tuntas.

“Karena itu, pihak lain yang bisa membantu mengendalikan fantasi Akang itu yaitu istri Akang sendiri… Disini kedewasaan Akang dituntut untuk keluar lagi, Akang harus berani menceritakan sejujurnya pada Istri tentang fantasi itu… mungkin akan sulit bagi dia karena ga semua orang paham dan mau menerima fantasi orang lain, tapi mudah-mudahan dia bisa mengerti. Setelah dia mengerti, kalian harus berkomitmen dan kesepakatan itu harus disetujui oleh kedua belah pihak, sampai mana batasan fantasi itu.. sehingga masing-masing tahu di kondisi bagaimana dia harus menginjak rem”, ucap Deasy mengakhiri sesi konsultasiku di waktu yang tak terasa sudah menginjak malam.​


 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com