๐‚๐ž๐ซ๐ข๐ญ๐š ๐“๐ž๐ง๐ญ๐š๐ง๐  ๐ˆ๐ฌ๐ญ๐ซ๐ข๐ค๐ฎ ๐๐€๐‘๐“ ๐Ÿ๐Ÿ— [๐๐”๐Š๐€๐ ๐ˆ๐๐ˆ ๐˜๐€๐๐† ๐ƒ๐ˆ๐Œ๐€๐” (๐„)]

BUKAN POV LIDYA YANG TERAKHIR

Jam 12.57
“Vin, kamu duluan aja ya masuk ke salonnya.. kayanya aku agak telat. Aku gakan jadi creambath, paling cuma warnain rambut aja… see u”

Aku men-chat Vina untuk konfrimasi bahwa aku tak bisa datang tepat sesuai waktu. Karena ada sesuatu yang harus aku selesaikan, aku akan ‘membalas’ dulu memuaskan kekasihku… yang sepertinya aku semakin mencintainya.

Aku simpan kembali ponselku di atas meja. Sejak aku men-chat Vina, Koh Freddy sudah sibuk menghisap-hisap kenyal payudaraku seolah tak pernah bosan.

“ih Saayaang, sekarang kan giliran aakuuuu”, ucapku mengomentari kekasihku yang masih terus menghisap dan meremas payudaraku.

Koh Freddy melepaskan hisapannya sambil tersenyum saat aku menyuruhnya untuk duduk di ujung sofa, kemudian aku langsung jongkok dihadapannya sambil mulai mengocok-ngocokan lembut tanganku di batang kemaluannya yang sudah berdiri tegak dan berlumur cairan pelumas alaminya. Sepertinya kini sudah berdiri maksimal….. dan panjangnya ini membuatku bergidik membayangkan seandainya penis itu masuk ke vaginaku. Cukupkah vaginaku? Ah…… tapi tentu saja ini seandainya……. entah kapan.

Kulihat ekspresi wajah Koh Freddy yang terus menatapku, tapi tampaknya seperti yang biasa saja.. tak ada lenguhan atau apapun. Apakah kocokanku ini tidak enak untuknya?

“Ga enak ya Koh?”, tanyaku khawatir tak mampu memuaskannya.

Koh Freddy merunduk dan berbisik, “apa yang kamu lakuin buat Koko…. Semuanya Koko suka, ini enak Sayang..”.

Cukup lama aku melakukan gerakan ini, aku lihat Koh Freddy sudah mulai menikmatinya, terlihat dari wajahnya yang memerah, kadang terpejam dan ia meremas rambut di bagian kepalaku lebih erat. Sampai kemudian tangannya menarik kepalaku ini semakin mendekati batang kemaluannya. Saat bibirku menyentuh penisnya, Koh Freddy seakan ingin membenamkan penisnya ke dalam mulutku. Kepalaku sedikit berontak untuk melepaskan cengkraman tangannya.

Wajah Koh Freddy kemudian berubah seakan merasa bersalah… “eh, ma’af Sayang…. Koko barusan ga sadar”, ucap Koh Freddy penuh penyesalan atas tindakannya itu.

Aku bangkit dan menggelengkan kepala. Aku menyuruh Koh Freddy untuk duduk menyender di sofa. Aku pun memposisikan duduk di pangkuan menghadap dirinya.

“Boleh koq Saayaang… Koko pengen aku isepin? cuma aku malu, takut ga enak…. soalnya aku belom pernah”, ucapku jujur sambil berbisik di telinganya karena malu mengatakan hal ini kalau langsung menatap wajahnya.

Saat berbisik inilah, vaginaku menekan batang kemaluannya. Ah rasanya enak sekali, ketika bersentuhan dan menekan tanpa penghalang seperti ini. Kini yang seharusnya giliran aku memuaskannya, justru aku menjadi ingin mendapat kepuasan lagi.

“Ga apa-apa sayang….. coba aja…. Koko pasti suka koq”, ucap Koh Freddy sepertinya sudah sangat ingin mendapat hisapan dariku.

Tak harus menunggu lama. tubuhku kini menungging di atas sofa, memperlihatkan lekuk pinggang dan bongkahan bokongku yang membusung indah. Aku memposisikan kepalaku menghadap penisnya Koh Freddy.

Aku tertegun, ada keraguan, agak jijik juga sebenarnya melakukan hal ini, terlebih lagi aku memang belum memiliki pengalaman sama sekali. Tapi aku kadung sudah mengatakannya kalau aku mau, dan juga hasrat gairahku yang kembali memuncak dan gemas melihat penis gemuk dan panjangnya ini.

Koh Freddy yang melihat aku tampak kebingungan kemudian mengarahkan, “jilatin aja dulu sayang dari kantungnya sampe atas… trus isep-isep… kalo bisa jangan kena gigi ya, Sayang”, Koh Freddy memberi pengarahan dengan sabar.

Tapi sebelum aku melakukan seperti apa yang disebutkannya tadi, kepala Koh Freddy mendekati sambil membelai rambutku.

“Ma’af ya Sayang….. Koko pengen banget, tapi kalo Sayang belom siap…. ga apa-apa, jangan terpaksa”, lagi-lagi Koh Freddy merasa bersalah dengan keinginannya yang seolah memaksa.

Akupun mengecup bibirnya lalu berkata, “aku juga pengen banget koq Sayang”.

Aku langsung memburu penisnya dan membenamkan ke mulutku. Penisnya yang besar itu seolah tak muat di mulutku ini. Yang masuk ke mulutku mungkin hanya setengahnya saja. Aku langsung hisap-hisap dengan gerakan kepala yang turun naik. Aku lupa dengan arahan dari Koh Freddy untuk menjilatinya terlebih dahulu, aku sudah keburu nafsu.

“sssh….. grrrhh…. e..nak Sayaang”, kali ini Koh Freddy mulai mengerang.

Aku makin bersemangat dan bernafsu mendengar lenguhan dari kekasihku itu. Kulepaskan sejenak penisnya dari mulutku, lalu aku jilati seperti permintaannya tadi.

“pfff….. geli.. ooh pinter banget kesayangan Koko….”, kali ini Koh Freddy mulai mengerang.

Ternyata blow job tak seburuk yang kubayangkan selama ini. Walaupun untuk rasa di lidah, cairan pre-cum yang keluar dari penis sebagai pelumas ini agak-agak asin, jujur aku tak suka pada awalnya, namun lama kelamaan lidahku mulai beradaptasi.

Ada sensasi yang hebat ketika batang kemaluan yang keluar masuk kedalam mulut itu hidup bergerak atau berkedut, juga ketika kulit kemaluan lelaki ini menyentuh dan menggesek bibirku, apalagi setelah cairan pre-cum yang bercampur liurku semakin banyak dan terkumpul… membuat licin batang kemaluannya…. dan makin licin, semakin terasa nyaman di bibir, lidah dan mulut saat penis itu keluar masuk.

Atau, apa karena aku melibatkan perasaan sehingga terasa begitu menggairahkan? Atau karena milik Koh Freddy ini cukup besar sampai memenuhi ruangan di mulutku sehingga terasa nikmat? ah entahlah, sulit kuceritakan bagaimana sensasi sesungguhnya yang kurasakan, yang pasti kini aku mulai bisa menikmatinya dan justru permainan ini memantik nafsuku semakin besar.

Kini tak henti-henti kukecup sambil sesekali kujilati dengan gemas batang kemaluan Koh Freddy, saat aku beristirahat dari pegal di kedua pipiku setelah lama mengulum batang kekasihku ini yang begitu perkasa dan sepertinya masih lama untuk ‘keluar’.

Seperti seorang anak kecil yang memiliki mainan baru yang sangat ia senangi lalu diciuminya, seperti itulah kira-kira kebahagian yang kurasakan kini.

“ini punya aku kan, Sayaaang?”, kataku sambil menatap takjub pada penis kekasihku yang sedang kugenggam bahkan kucengram kuat ini saking gemasnya.

“Iya… Sayang… semua yang ada di Koko.. punya kamu mulai saat ini”, jawab Koh Freddy sambil menahan kenikmatan yang ia rasakan.

Entah jawaban itu jujur atau tidak, yang pasti aku merasa senang mendengar itu, aku langsung melahap lagi batang hidup itu ke dalam mulutku, dan kubuat gerakan kepalaku semakin cepat agar lelaki kesayanganku ini bisa terpuaskan.

Mmmmpphhh cpkk mmuah mmmph cckppk sshhhrpp

Terdengar nada dering di ponselku saat aku tengah bernafsu menghisap dan mengulum keluar masuk penis kekasih baruku ini, tapi tak kuhiraukan karena aku sedang sangat-sangat berkonsentrasi.

“ooooh, Lidyaaa…. udah lama Koko pengen diisepin kammuu….pfff….. enak banget Sayang.. oouugh Koko makin sayang kamuu…. ssshhh… muka kamu cantik banget waktu isepin kaya gin…nii… ppfffhh mmmmh”, sepertinya Koh Freddy sudah akan mencapai klimaksnya. Racauannya semakin keras, paha dan lututnya bergetar, kakinya terkadang menghentak. Sementara satu tangannya meremas-remas bokongku yang menungging menantang.

HIH! Lagi-lagi ponselku berbunyi… ini mungkin panggilannya yang ketiga, entahlah…. yang pasti mengganggu sekali. Aku bangkit dan melepas dulu batang kemaluan Koh Freddy lalu segera mengambil ponselku dengan kesal. Aku bermaksud untuk mematikan volume ponsel agar tak lagi mengganggu.

DEGGGGG

Aku baca nama kontak yang menghubungi tertulis…. ‘SUAMIKU’. Aku sempat tertegun. Tiba-tiba Koh Freddy memelukku dari belakang, tangannya meremas kedua payudaraku. Kepalanya kini ada di pinggir kepalaku, mungkin ia juga melihat nama penelepon itu. Aku langsung mengecilkan volume ponselku, namun belum sempat aku tekan hingga ke posisi volume off, Koh Freddy langsung merebut ponselku dan menyimpannya di meja.

“Ngeganggu mood aja!”, ucap Koh Freddy ketus. Aku lihat wajah Koh Freddy sepertinya kesal padaku.

“eeuh… ma’af Koh…. eeeuuh aku cuma mau kecilin volume aja… biar ga ganggu”, jawabku pelan dan berharap kekasihku ini tak marah. Jujur saja, saat ini aku lebih khawatir membuat Koh Freddy kecewa dibandingkan merasa bersalah pada suamiku yang sampai kini masih juga menelepon. Untung saja kini volume nya sangat kecil sehingga tak terlalu mengganggu.

“Koko bukan kesel sama kamu koq, lanjutin yuk Sayang!”, ucap Koh Freddy. Aku masih mendengar nadanya masih menyimpan rasa kesal. Koh Freddy membaringkan tubuhnya terlentang di atas sofa, tubuhku ditariknya dan diatur posisinya hingga menungging di atas tubuhnya. Kepalaku menghadap penisnya, vaginaku ada tepat di atas kepalanya. Aku tahu ini posisi 69, tapi jujur aku belum pernah mencobanya seumur hidupku.

Belum sampai kepalaku menghisap penisnya, lidah Koh Freddy sudah menjilati vaginaku dengan gerakan lidah yang liar. Aku mengurungkan niatku untuk memasukan penisnya ke dalam mulutku karena menahan nikmat yang tiada tara….. kepalaku menengadah, sebagai penggantinya tanganku yang mengocok-ngocok batang kemaluan Koh Freddy dengan sangat cepat.

“Kokoooh…. aaahhh…. Kokoh Sayang ga ma….rah ... ke aaku?? uupfffhhh…. ugghhh… Saaayaaang... iiiih.. jaaawab du….luuu”, tanyaku karena masih khawatir jika gara-gara telepon tadi kekasihku ini marah padaku.

“Ngga….. Sayaaang…. ga marah… isepin lagi, Sayang”, jawab Koh Freddy menenangkanku dan mengingatkan aku untuk kembali pada ‘tugasku’ yang sering aku hentikan, karena terlalu berat menahan nikmat saat gerakan mulut dan lidah Koh Freddy membombardir kemaluanku.

Aku kembali memasukan kembali penis Koh Freddy dalam mulutku, nafsuku semakin liar setelah mendapat sensasi kenikmatan di daerah mulut dan vagina secara bersamaan.

Mmmmpphhh cpkk cckppk sshhhrppmmuah mmmph……

“ooooh, Saayaaang…. iiyaa bener kayyaa gittuuu…. euughhh….. Sayang Koko nakaaaal.. oouugh…. ssshhh… eenaak bangeet… Yaaang ppfffhh mmmmh”, mulut Koh Freddy menghentikan sementara kegiatannya di vaginaku ketika ia ingin mengungkapkan apa yang ia rasakan.

Seolah mendapat apresiasi dari kekasihku, gerakan kepalaku semakin cepat turun naik melumat penis Koh Freddy, saking bergairahnya… batang yang seolah telah jadi miliki seutuhnya itu tak sadar masuk begitu dalam hingga hampir mencapai kerongkonganku. Langsung kulepaskan penis itu dan bangkit duduk karena ada rasa seperti ingin muntah.

Ada gerakan tubuh yang naik reflek dari ulu hati sampai ke dada, Mataku hampir terpejam, mulutku terbuka, dengan lidah sedikit menjulur keluar “…………. uuueeeuuuuughhh”.

Ingin muntah, tapi ada sensasi kenikmatan yang kurasakan. Aku semakin liar…. dan aku baru sadar ternyata kini aku sedang menduduki kepala Koh Freddy. Kepalanya semakin terbenam di empuknya sofa karena tertekan oleh beban tubuhku, tapi tak ada nada protes darinya mendapat perlakuan ini.

Aku angkat pinggulku sedikit agar tubuhku tak menekan kepala kekasihku, namun kepala Koh Freddy seakan mengejar vaginaku dan lidahnya terus menjilatinya. Aku kembali ke posisi menungging, aku belum berniat untuk melanjutkan blow job karena sedang merasakan kenikmatan dari liarnya jilatan pacarku itu.

Aku permainkan sedikit emosinya, ketika Koh Freddy sedang rakus-rakusnya menikmati vaginaku ini, kuangkat pinggulku sehingga kepala Koh Freddy naik mengejar kembali ‘mainannya’ yang seolah berlari ini. Lalu aku dekatkan lagi vagina ini ke mulutnya, kepala Koh Freddy turun mengikuti sesuai kemana vagina ini bergerak dan langsung lidahnya menyapu gembira, begitu terus yang kami lakukan.

Sampai akhirnya saking gemasnya, kurenggangkan lutut yang menjadi tumpuan beban tubuhku, lalu vaginaku kutekan kuat pada mulutnya. Dengan posisi ini seharusnya Koh Freddy kesulitan bernafas, tapi sepertinya kekasihku ini justru senang, bahkan tangannya kini menekan bokongku agar tubuhku ini benar-benar menekan lebih kuat lagi ke kepalanya. Mulut dan lidahnya semakin liar di vaginaku meski kondisi kepalanya sedang tertekan.

"Aaaaah... itu buat Kokoh aaa..kuuu ….. iih iiiiiih terrruuuss… jilatiiin Sayaang…. isshhh….. Kooh…. Kookoooh.... ooooh Kokoooh Saayang aaakuuuh”, aku mengerang semakin tak terkontrol.

Bahkan kini kumaju mundurkan gerakan pinggulku, masih dengan tekanan yang dibantu oleh tekanan dari tangan Koh Freddy, kuusapkan vagina ini mencapai hidung bahkan matanya, kuputar-putar pinggulku membuat vagina ini menekan di seluruh bagian muka kekasihku yang kucintai ini. Ku maju mundurkan lagi dan gerakanku berakhir di posisi vagina kembali di mulut kekasihku yang masih liar menjilatinya…. akupun mengerang…..

"KOKOOOOOH SAAYAAAAAAANG.... AKU KEELUAAAAR LAAAAGIIIIi KOOOOH... OOOHHH...... UUUOOGGHH... MMMPFFF…. ENAAAK…..MMMM... KOOOHHHHH.... KELUAAAAR LAAAAAAGIIII….. AAAKUUUUU SAAAAMPEEEE........ OOOHHHHHHHHHH…..", Aku menjerit sangat keras, bisa saja suara teriakanku itu terdengar sampai keluar Resto saking kerasnya.

Kuangkat pinggulku, tubuhku bergetar hebat saat mencapai klimaks yang keduaku. Vaginaku berkedut tanpa henti. Merasakan kenikmatan seolah lepas seluruh beban hidupku. Seluruh syaraf yang ada di vaginaku sangat terpuaskan. Sejenak, aku atur kembali irama nafasku. Kupejamkan mata… masih terbayang bagaimana kenikmatan yang baru saja aku terima.

Ketika masih menikmati dan belum tuntas tubuhku bergetar, aku tersadar atas apa yang aku lakukan barusan, aku bangkit dan memutar posisi tubuhku sehingga kini searah dengan posisi tubuh Koh Freddy. Aku lihat wajah kekasihku sudah basah oleh cairan, keringat di wajahnya bercampur dengan lendir pelumas vaginaku yang sepertinya hari ini berproduksi tak henti-henti… memang aku tadi tidak squirt, tapi lendir pelumas itu sudah membuat wajah kekasihku ini menjadi cukup basah.

Segera kuambil tisu basah dari tasku, lalu ku-lap wajah kekasihku ini. “Ma’afin aku Sayaaang, muka Koko jadi basah giniii”, ucapku merasa bersalah. Tapi Koh Freddy hanya tersenyum menatapku seolah rela dengan apapun yang aku lakukan kepadanya. Dengan jari tangannya ia merapikan beberapa helai rambut bagian depanku yang menempel basah di dahi dan pelipisku yang berkeringat.

“Sayangnya Koko binal banget deh hari ini, udah berani memek-in muka Koko…..”, ujar Koh Freddy sambil tersenyum menggodaku.

“IIIH! Kokoh aku…. jorok ih ngomongnya!”, jawabku terkejut mendengar ucapannya sambil menutup mulutnya dengan telapak tanganku.

Koh Freddy menyingkirkan telapak tanganku, “ngomong jorok apaan? memek? emang itu kan namanya…?”, kata Koh Freddy makin menggodaku.

“IIIIIIHHHH!!!! ga suukaaa!!!”, aku cemberut manja saking kesalnya, kucubit dan kupelintir mulut kekasihku itu. Koh Freddy malah tertawa melihat sikapku ini.

Koh Freddy lalu memelukku dengan gemas, tubuhku pun merebah di atas tubuhnya, vaginaku kini menempel di atas penisnya. Lalu ia berbisik pelan di telingaku, “Memek Pacarnya Koko enak banget….. gesekin di kontol Koko yaa sekarang…”.

“ga tau ah!! malah sengajain Koko Sayang mah…..”, aku langsung menggulingkan tubuhku ke samping tubuhnya, saking kesalnya dengan ucapan kekasihku yang semakin nakal. Sehingga memisahkan pertemuan vaginaku dengan penisnya.

Kepalaku bersandar di dadanya yang bidang, dengan posisi berpelukan. Tangan Koh Freddy membelai lembut rambutku. Sementara jariku memainkan satu putingnya. Sebenarnya nafsuku mulai naik kembali setelah mendengar kata-kata kotor dari mulut kekasihku ini. Tapi aku masih mengumpulkan energiku yang sepertinya habis terkuras setelah orgasmeku yang kedua.

Nyaman sekali rasanya memeluk tubuhnya yang besar dan kekar ini, ah andai saja dia kelak menjadi suamiku, pasti dari malam hingga pagi hari aku akan selalu tidur bertelanjang, berbantalkan dadanya…. HEH, LIDYA!!! Apa yang aku pikirkan ini terlalu berlebihan.

“Kenapa malah aku yang keluar lagi ya Sayang…”, kataku pelan sambil melirikan mataku ke atas menatap wajahnya, setelah menyadari seharusnya kekasihku lah yang harus terpuaskan kali ini.

“Ga apa-apa Sayang…. liat kamu puas, Koko ikut puas koq”, jawab Koh Freddy sambil tersenyum dan mengacak-acak rambutku.

“Koko kenapa blom keluar? ga enak ya?..... ntar Koko kapok, ga mau lagi sama aku……”, tanyaku khawatir mengenai kepuasannya.

“Mana mungkin Koko kapok sama kamu, yang ada juga pengen terus….bentar lagi keluar koq Sayang, makanya gesekin dulu dong… jangan ngambek”, jawab kekasihku sambil mencubit pipiku.

Puting yang terdekat dengan kepalaku langsung kuemut dan kujilati… kemudian berpindah ke puting sebelahnya. Tubuhku pun mulai naik lagi ke atas tubuhnya. Kini kepalaku tepat di atas kepalanya, vaginaku tepat di atas penisnya. Mulut kami berpagutan, kelamin kami bergesekan.

Errrghmm mmmmphh cccllllkkkk aaupff cccllllk…. ssrrrppp auumpph ssrrrpp ssrrruuopp cccclllkk mmmphhh….. aahhhhhh

Tubuhku bergerak maju mundur, begitu juga dengan pinggul Koh Freddy yang juga bergerak sesuai arah gerakanku. Sesekali kuhentikan dan memeriksa untuk memastikan bahwa penisnya tak masuk ke dalam vaginaku.

Semakin lama gerakan kami semakin cepat, vaginaku seperti gatal sehingga nikmat sekali jika digesek dengan cepat seperti ini.

"Oooouggh... punyanya Kokoh aakuuu….. eeenak bangeeet… aa..kuu…gesekin ya.. Sayaang…. sshhh….. aaaah…. besaaar…. Kooh…. Kookoooh.... aaaah enak Saayang…..”, aku mendesah lagi.

"Enak mana….. sama….. punya suami kamu?…. sshhh….uffff. besar mana, Sayang?…. mmmmhh…..”, tanya Koh Freddy yang kini juga sedang menciumi leherku.

Aku menggelengkan kepala, tak mau menjawab pertanyaan itu. Mataku terpejam menikmati setiap sentuhan di tubuhku ini.

"Kooohh... cepetan keluar…… nanti malah aak…..kuuu yang… ke…. luaaar…….. Kokoh aakuuu….. eeenak besar bangeeet…. sshhh….. aaaah…. Kookoooh.... aaaah enak punyanya Sayaaang…..”, aku mendesah sudah tak sadar dan tak bisa mengontrol apa yang kuucapkan.

"hhhhmmmppphhhh….. bentar la… gi…. Koko keluaar…..Sayaang… hhhgggmmm…. Koko di atas!!!”, ucap Koh Freddy yang langsung membalikan tubuhku.

"Kooohh... awas JAAANGAAN sampe MA……SUUUUK sshhh….. aaaah…. Kookoooh.... tambah eeeenak Saayang….. aakkkuu juga ma…u kelluaaarrrr lagiiiii iniiii Kooooooh”, aku semakin keenakan dengan posisi seperti ini. Vaginaku seperti lebih tertekan.

Posisi tubuh Koh Freddy yang menindih adalah bayangan setiap aku masturbasi yang kini benar-benar menjadi kenyataan. Sehingga gairahku kini semakin tinggi, membuat aku sepertinya akan keluar lebih cepat daripada durasi orgasmeku yang pertama dan kedua tadi.

"keluarin….. bareng… sayang…., sebut Koh Freddy sambil terus menggenjot menggesekan namun tetap hati-hati agar penisnya itu tak masuk ke vaginaku.

Setelah itu Koh Freddy tak bersuara lagi, tapi dari wajahnya tampak dia sangat menikmatinya. Wajah putihnya kini memerah, matanya terpejam, mulutnya kadang terbuka seperti terengah…. kadang kepalanya terdongak…. aku merasa bangga dan bahagia bisa membuatnya menikmati permainan ini, sungguh benar-benar menyukai ekspresi wajah tampan kekasihku yang seperti ini. Gerakan Koh Freddy semakin cepat.

"SAAYAAAAAAANG.... CEPETIIIN MMMPFFF….GESEKIN MEMEK AKUNYA CEPEEET AAAAAAH…… KONTOL KOKOOOH UUUOOGGHH... ENAAAK GEEEDE BAA..NGEET…. ENAAAK….. AAAKUUUU KEELUAAAAR KOOOOH... OOOHHH...... ENAAAK…..MMMM... KOOOHHHHH.... KELUAAAAR SAAAAMPEEEE........ OOOUUUGGGGGHHHHHHHHHH…..", Aku klimaks untuk yang ketiga!!! Malah lebih cepat daripada Koh Freddy yang belum juga keluar, langsung kututup mulutku dengan kedua telapak tanganku, menyadari apa yang diucapkan tadi sangat jorok dan khawatir terdengar oleh kekasihku. Tapi sepertinya Koh Freddy tak mempedulikannya, ia masih terpejam dan……. ia dengan cepat bangkit dan terduduk lalu langsung menarik kepalaku dengan sedikit kasar dan buru-buru agar segera menghisap penisnya. Kini batang kemaluan berlendir itu ada di dalam mulutku, ku gerakkan kepalaku maju mundur dengan cepat.

"Aaarrrggggghhhh….. Ouuuugghh!…. Koko keluaar…..Sayaang!!!”, ucap Koh Freddy yang langsung melepaskan cengkraman tangannya di kepalaku.

CRRRTTTT.. CRRTT semburannya tepat di dalam mulutku. Dia tarik penisnya lalu CRRRROTTT CRRTTTTTT CRRRTTTTT……. CRRTTT CRTT, entah berapa semburan lagi spermanya ditumpahkan di wajah, leher, dan tubuhku.

Koh Freddy langsung merebahkan tubuhnya di sandaran sofa, gerakan dadanya naik turun, wajahnya menengadah, mulutnya masih sedikit menganga, tapi tangannya masih peduli padaku yang ada di sampingnya, ia belai-belai rambutku.

“Makasih Sayang….. Pacar Koko… hebat banget….”, ucap Koh Freddy dengan nafas terengah.

Tapi tiba-tiba ia segera bangkit dan segera mengambil tisu di atas meja.

“Ma’af Sayang….. muntahin disini”, ujar Koh Freddy sedikit panik setelah melihat wajahku seperti mau muntah dengan sperma yang ada di mulutku.

Mataku sayu…. lalu dengan lemah menundukan kepala, akan membuang sperma yang rasanya sangat tidak enak dan menjijian ini ke atas tisu yang sudah terbuka di telapak tangan Koh Freddy…. tapi aku tegakan lagi kepalaku hampir sedikit menengadah, sambil kupandang wajah kekasihku…. kutelan sperma yang ada di mulutku ini seluruhnya.

Koh Freddy melihatku dengan wajah panik, tapi terlihat ada perasaan puas sekaligus jijik saat melihatku menelan spermanya. Aku tersenyum ke arahnya setelah sperma kental itu habis kutelan.

“Emang ga jijik, Sayang”, tanya Koh Freddy dengan muka yang bingung. Aku tak menjawabnya, langsung kupagut mulut Koh Freddy, namun hanya sekejap Koh Freddy melepaskan pagutanku, dia langsung meludah-ludah kecil di tisu yang masih ia pegang. Sepertinya ia jijik merasakan spermanya sendiri.

“Pacarnya aku aneh ih….. jijik sama punyanya sendiri….”, ledekku sambil tertawa melihat apa yang dialami oleh kekasihku ini.

“Ga enak!”, jawab Koh Freddy sambil mengecap-kecap lidahnya dengan raut wajah yang menyeringai. Lalu dengan cepat ia meminum sisa minuman yang ada di meja, bekas makan kita tadi.

“Emang sayang suka ya?”, sambung Koh Freddy usai menyeruput minuman di dalam gelas sampai habis.

“Kalo dikasih dari kesayangan aku ya pasti suuka laaah”, jawabku sedikit berbohong. Sebenarnya jujur akupun tak menyukai rasa dan konturnya. Tapi ada perasaan nafsu yang begitu menggelora sehingga akhirnya aku bisa menikmatinya. Terlebih lagi aku ingin menunjukkan pada kekasihku ini bahwa aku menikmati apapun darinya. Saat ini aku ingin membuat dia bahagia.

Wajah Koh Freddy tampak tak percaya dengan apa yang kuucapkan. Lalu ia duduk menyender tepat di sebelahku, tangannya menyelusup ke belakang leherku lalu merangkul bahu sambil mengusap-usapnya. Kemudian tangannya yang satu lagi, telunjuknya mengusap sisa sperma yang ada di wajahku dan mendekatkan pada mulutku. Setelah dekat dengan mulut…. aku menjilatinya, bahkan aku melumat telunjuk kekasihku itu ke dalam mulutku lalu menghisapinya penuh gairah hingga tak tersisa sperma di telunjuknya itu. Jari Koh Freddy kemudian mengambilkannya lagi sperma yang tercecer dari sisi bagian wajahku yang lain, akupun melakukannya lagi.

“Pacarnya Koko sexy banget kalo gini….”, bisik Koh Freddy berbisik pelan di telingaku. Kini telapak tangannya merayap ke tubuhku dan membaluri sperma berwarna putih dan sangat kental itu hingga merata di area sekitar dada dan payudaraku.

“Ih malah dibalurin….. Kokoh Nakal!”, ucapku sambil mengangkat telapak tangan Koh Freddy dari badanku, kini kulihat telapak tangannya berlumuran sperma yang kental itu. Aku langsung menjulurkan lidah dan menjilati telapak tangannya, kuhisap dan kulumat ke dalam mulutku satu persatu jari-jari tangannya dengan penuh nafsu….. sampai sperma itu bersih dari telapak tangan dan jarinya.

“Nanti lagi…. Koko keluarinnya semua dalem mulut aku ya Koh…. yang banyak!”, pintaku manja dengan lirikan mata yang membulat penuh harap. Permintaan ini hanya dijawabnya dengan senyum dan anggukan kepala. Aku langsung memburu bibirnya lagi, tapi Koh Freddy menghindar. Aku kesal tapi Koh Freddy malah tertawa-tawa sambil membawa ponselnya yang tersimpan di meja, kemudian ia masuk ke aplikasi kamera.

“E.. eh!!! jangan difoto!!!!”, ucapku kaget dengan apa yang dilakukan Koh Freddy.

“Ga akan difoto… Lidya Sayangnya Kokoooo, liat deh muka sama badannya”, jawab Koh Freddy, dengan kamera depan aku lihat wajah dan badanku sangat berantakan oleh lumuran cairan sperma.

“Iiiiiiiih jijiiiik!!!!”, aku langsung berdiri mengambil tisu basah.

“Kokoh nakaaal”, teriakku lagi sambil berlari ke toilet untuk segera membersihkan tubuhku.

Aku membersihkan hampir seluruh badanku yang sudah tak beraturan ini, seharusnya sih mandi, tapi sudahlah… kondisi tidak memungkinkan. Aku hanya menyeka badan ini dengan air dan tisu basah.

Saat keluar toilet, aku lihat Koh Freddy sudah berpakaian lengkap dan siap untuk pulang. Aku hampiri dan mencari pakaianku di sekitar meja dan sofa yang tadi kita tempati, namun tak ada.

“Pakaian aku dimana ya Koh?”, tanyaku yang kebingungan dengan hilangnya pakaianku ini.

“Masih di ruangan itu kali”, jawab Koh Freddy santai sambil menunjuk ruang cuci tangan.

“Ya udah Koh aku sekalian make-up’an dulu… bentar aja koq.. Sayangnya aku jangan ngintip yaa…”, ucapku lalu mengecup bibir kekasihku ini.

Aku temukan pakaianku yang ternyata memang masih tergeletak di meja marmer ini dan langsung kupakai kembali. Kemudian aku segera merapikan kembali riasanku. Sungguh berantakan sekali rambutku, juga make-up ku yang kini sudah terhapus. Kuambil beberapa peralatan make-up dan mulai memandang lagi cermin ini, namun ketika kupandangi wajahku melalui cermin, tiba-tiba pikiranku menjadi kalut…. sedih…. gelisah… entah mengapa perasaan ini sekonyong-konyong datang padaku.

Yang aku lihat di pantulan cermin ini seolah-olah wajah seorang perempuan pendosa…. yang telah tega mengkhianati suaminya, yang kini akan berdandan sehabis puas berzina. Ya, wajah perempuan itu adalah aku.. aku memejamkan mata. Jantungku berdebar kencang.

Saat mata terpejam, bayangan tentang suamiku berkelebat hebat di dalam benakku. Juga wajah almarhum Abah…. muncul tebal dalam ingatanku.

‘Abah mah cuma ngenalin aja… kalo Neng suka sama Arip.. ya Abah seneng, tapi kalo ga suka juga ya.. ga apa-apa… berarti bukan jodonya…. Pilihan Abah ini juga mungkin bukan yang terbaik buat Neng… Abah mah cuma pengen ngusahain yang terbaik buat anak kesayangan Abah’, aku kembali teringat suara dan ucapan Abah, dulu usai ia mengenalkan Arief padaku untuk pertama kalinya.

“Abaaah”, aku bersuara lirih yang tiba-tiba rindu pada sosoknya. Air mataku mulai menetes.

‘kalo nanti kamu udah jadi istri Arip, inget pesen Abah… dalam rumah tangga yang namanya masalah mah pasti ada, kalo nemu masalah, obrolin sama suami kamu. Kesalahan apapun baik suami maupun istri harus bisa saling maapin.. salah mah wajar.. namanya juga manusia. Cuma satu kesalahan yang ga boleh dilakuin dalam rumah tangga mah…. SELINGKUH!... daripada selingkuh, kalo kamu udah ga sayang sama suamimu… pulang ke Abah…. Abah ga pengen denger anak perempuan Abah selingkuh….”, itulah ucapan Abah yang tiba-tiba aku ingat lagi. Mengkoyak-koyak hatiku saat ini. Pesannya yang diucapkan satu minggu sebelum dia pergi untuk selamanya, dua minggu sebelum Aku dan Arief melaksanakan pernikahan.

“Maafin Lidya, Abaaah”, ucapku dengan kesedihan yang sudah tak terbendung. Air mataku makin tak tertahan.

Tiba-tiba aku ingat semua kebaikan suamiku…. Arief lah orang yang menenangkanku, menghiburku dan selalu ada saat aku terluka pasca kehilangan kedua orang tuaku akibat kecelakaan.

Dan kini terbayang getar suaranya yang tak pernah akan bisa aku lupakan seumur hidupku, saat Arief dengan tulus mengucap ikrar di hari pernikahan kami…. ‘saya terima nikahnya Lidya Dinda Oktora binti Agus Salam dengan mas kawin……’.

Dan di hari ini… ikrar itu aku yang mematahkannya.

Kemudian pikiranku membawa aku ke masa dimana aku positif Covid, lalu suamiku pun rela meng-Covid-kan diri hanya untuk bisa menemaniku yang ketakutan di ruang isolasi….. saat kesehatanku membaik dan sudah bisa pulang, justu kudengar nafasnya makin berat dan tersengal, diantara hidup dan matinya yang dia korbankan untukku…. ia tetap memaksakan tangannya yang lemah melambaikan tangan kepadaku untuk mengucapkan selamat pulang… di balik masker oksigennya kulihat wajah bahagianya ketika melihat aku sudah pulih….

Dan di hari ini…. aku menginjak pengorbanannya dengan pengkhianatan.

Aku telah bersalah pada suamiku… yang mungkin kini dia sedang menungguku dengan cemas. Aku telah berdosa pada suamiku.…. yang mungkin kini dia sedang menunggu kabar dariku. Aku telah berkhianat pada suamiku…. yang mungkin kini dia sedang merindukanku.

“Ma’afin aku Pah….. aku udah jahat ke Papah…. Padahal Papah udah baik banget sama aku”, ucapku yang kini terisak duduk tersudut di lantai ruangan yang tiba-tiba terasa dingin, sedingin perasaanku pada dia akhir-akhir ini. Tangisku makin tak tertahan.

“Kenapa Sayang?!?!?!”, tanya Koh Freddy yang tiba-tiba masuk. Langsung dia angkat tubuhku yang terduduk di lantai sambil menangis. Setelah berdiri, ia langsung merangkulku.

“Kenapa sih Sayang?.... cerita dong sama Koko…”, tanya Koh Freddy sambil memelukku, ia mengusap-usap punggungku untuk menenangkan.

Aku lepaskan pelukannya. “maaf Koh… bisa tunggu dulu di luar….., ada yang harus kubicarakan”, jawabku dengan nada yang pelan dan serius.

Koh Freddy masih dengan wajah yang panik dan kebingungan kemudian mengangguk dan berbalik arah, ia pun keluar meninggalkan ruangan.​

BERSAMBUNG


 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com