𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢𝐤𝐮 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏𝟔 [𝐀𝐑𝐄 𝐘𝐎𝐔 𝐂𝐔𝐂𝐊𝐎𝐋𝐃❓]

Secara penampilan luar, vagina Vina ini tak seperti milik Lidya. Vina tanpa bulu sama sekali, sementara Lidya ditumbuhi bulu halus yang tercukur rapi. Kemudian milik Vina memiliki gelambir yang sedikit keluar, sedangkan yang tampak pada vagina Lidya hanya garis saja diantara belahan dagingnya yang tembem menggemaskan.


Begitupun rasa yang berbeda ketika kini aku sudah merasakan vagina Vina. Memang terasa longgar pada awalnya, membuat batangku mudah untuk masuk hingga seluruh batang milikku ini terbenam secara sempurna. Namun setelah beberapa saat, aku rasakan otot-otot vagina milik Vina ini seperti yang bisa mencengkram seolah-olah penisku ini mendapatkan pijatan selama penetrasi. Aku dibuat bergidik menahan kenikmatan ini. Vagina macam apa ini? Selama ini aku hanya merasakan vagina milik Lidya yang sempit. Aku pikir semua rasa vagina itu sama, ternyata tidak. Ah, mengapa aku jadi membandingkan?

Sudah sekitar 7 menit aku terus menggenjot Vina dengan tempo yang cepat dari belakang, kutampar-tampar bokong Vina yang menambah gairah ini semakin menggila. Terkadang tanganku meremas payudara Vina yang menggantung dan bergoyang kesana kemari.

“mmmmhhhh.. mmmmhhhh.. aahhhhh... ahhh...mhhhh.. enak baan… nget Kaaang.. mmhhhm”.

PLOK PLOK PLOK PLOK

Kini kamar mandi ini sudah dipenuhi suara genjotan penis dan vagina yang semakin cepat dan basah, riuhnya desahan dan jeritan Vina, begitu juga aku yang biasanya hanya melenguh saat akan ‘keluar’ saja, tapi kali ini di saat proses masih berjalan pun aku melenguh beberapa kali saking nikmatnya.

“Kaang... ugghh ugghhh ugghhhh cepetin Kang..uuhhh Kaaaaaang… pfffft OUUUUGGGH!!!!!!!”, jerit Vina di ujung kenikmatannya.

Tubuh Vina pun bergetar hebat, disertai jeritan yang cukup keras akhirnya Vina telah mencapai puncaknya. Sementara aku masih bertahan. Sebentar kutunggu Vina menuntaskan sisa-sisa kenikmatannya, lalu kucabut batang penisku ini dan mendekap tubuh Vina yang menggelinjang menahan perasaan tiada tara.

“Ternyata bener apa yang di..bilang Li..dya, punya A..kang enak bangeet”, ucap Lidya sambil ngos-ngosan. Aku cukup tersanjung dengan ucapannya itu. Berarti sudah 2 wanita yang mengatakan itu, walau ucapan Lidya tak pernah kudengar langsung.

Meskipun ukuran dan gerakan yang kulakukan menurutku biasa saja, bahkan bisa dibilang aku ini amatiran untuk urusan seks, namun aku menduga jika kedua perempuan yang pernah kusetubuhi ini memiliki karakter yang sama ketika berhubungan badan. Mereka mudah terbawa perasaan pada pasangan mainnya. Karena kenikmatan yang dirasakan wanita itu tergantung dengan perasaannya. Mungkin itu juga yang membuat aku dianggap ‘memuaskan’. Tapi ini mungkin lho ya.

“Sudah puas enak-enaknya Vin?”, tanyaku pada Vina yang masih mengatur nafas dengan wajah yang memerah.

“Punya akang belom keluar…”, jawab Vina yang sepertinya ingin melakukan sampai aku merasakan juga kenikmatan yang sama.

“Ga apa-apa…. cerita dulu yuk…”, balasku sabar sambil mengecup pipinya.

Vina pun menuntun aku keluar kamar mandi. Aku menunggu di atas keset disaat Vina berlari mengambil handuk di lemarinya. Kemudian ia bawa handuk putih berukuran besar lalu dibelitkan pada tubuhku dan tubuhnya.

Ya, kini kami berdua yang masih dalam keadaan basah ini berada di dalam handuk yang sama. Tubuh kita erat berdempetan. Setelah beberapa waktu menerima guyuran air hangat, tiba-tiba kini berada di ruangan yang ber-AC, membuat tubuh ini belum beradaptasi secara sempurna dan membuat kami menggigil hebat. Kami saling berciuman dan berpelukan erat sekali untuk melawan dingin, namun itu belum cukup…. Kami perlu gesekan yang lebih intens untuk membuat kami semakin hangat. Kami pun bergerak ke arah ranjang.

Kutarik selimut untuk menutupi seluruh badan kami dan kuposisikan tubuhku diatasnya. Kupeluk tubuh Vina erat-erat sambil terus saling bergesek-gesekan sampai suhu tubuh kami beradaptasai dengan suhu ruangan. Aku memang sengaja untuk tidak dulu melakukan penetrasi.

Setelah terasa lumayan hangat, posisi kami lalu berdampingan, tangan Vina memeluk erat tubuhku dan kepalanya menyandar di dadaku. Dari gestur tubuhnya selama ini aku yakin Vina sudah merasa nyaman dan benar-benar bermain perasaan. Sambil kubelai rambutnya, aku pinta ia untuk melanjutkan cerita.

“Sama seperti ke lelaki yang lain, Lidya ga pernah mau kalo diajak pergi atau sekedar makan siang bareng…. cuma bedanya kalo ke Koh Freddy, Lidya ga bisa judes-judes…. bisa-bisa kariernya tamat, jadi Lidya nolaknya pun secara halus”, Vina kembali mengawali ceritanya.

“Kamu yakin Lidya nolak setiap ajakan bossnya itu?”, tanyaku tak yakin kalau Lidya menolak ajakan itu.

“Yakin Kang, yakin banget malah… soalnya Lidya selalu terbuka sama aku…. ga ada rahasia-rahasiaan. Setiap kali Koh Freddy ngajak dan ditolak pun… Lidya pasti langsung cerita ke aku”, jawab Vina meyakinkanku.

“Sesering apa si Freddy itu ngajak istriku? Tiap hari?”, aku bertanya dengan nada emosi.

“Ngga Kang, Koh Freddy paling datang ke kantor cuma 2-3 kali dalam sebulan… namanya juga Boss gede….. nah di waktu datang ke kantor itu biasanya Koh Freddy ngajak Lidya”, balas Vina.

Aku diam, sedang memikirkan bagaimana caranya untuk memberi pelajaran pada si Freddy ini.

Melihat aku terdiam, Vina melanjutkan, “cuma kira-kira di 2 minggu terakhir ini Lidya udah ga bisa nolak lagi…. Pas aku tanya…. Lidya jawab ga enak kalo terus-terusan nolak, Lidya ngakunya udah ga punya alasan lain lagi buat nolak”, lanjut Vina tanpa diminta.

“Lidya udah diajak kemana aja?”, tanyaku penuh cemburu, dan batang kemaluanku mulai mengeras karena membayangkan istriku jalan bersama lelaki lain.

“Yang di minggu pertama…. cuma makan siang di Resto deket kantor…. Itupun rame-rame soalnya emang pas jam makan siang, tapi emang pas di resto itu… Koh Freddy ngajak Lidya duduk di meja terpisah sama karyawan lain”, Jawab Vina.

“Diapain aja Lidya?”, tanyaku yang sudah tak bisa mengontrol rasa cemburu ini. Vina lalu menatapku dan mengelus lembut dahi hingga pipiku dengan punggung telapak tangannya, maksudnya untuk meredakan kemarahanku.

“Ngga Kang, makan doang… Lidya bilang cuma ngobrol-ngobrol urusan kantor aja, udah gitu aja”, tutur Vina mencoba menenangkan.

“Yakin ga dipegang-pegang?”, tanyaku dengan hati yang masih diselimuti rasa curiga.

“Aku juga pernah nanyain hal yang sama ke Lidya, persis sama yang Akang tanya ini…. Lidya jawab tegas ‘ngga dan ga akan pernah sampe itu terjadi’…. aku percaya banget sama ucapan Lidya, dia itu orangnya jujur”, jawab Vina dengan nada yang semakin rendah di ujung kalimatnya, seolah dia akan mengakhiri ceritanya.

“Trus ceritanya gimana lagi?”, aku ingin Vina terus bercerita sampai tuntas, sampai aku pulang dengan perasaan plong, tak menyisakan pertanyaan.

“Nah mungkin karena seolah diberi angin oleh Lidya….. Koh Freddy di minggu berikutnya…. tumben-tumbenan jadi sering ke kantor, malah sampe 3 kali ke kantor dan pulangnya selalu nganterin Lidya”, Vina melanjutkan ceritanya.

Mukaku memerah, jantungku berdebar kencang, tanganku meremas sprei merah di ranjang Vina….. Penisku menegang setegang-tegangnya. Vina tampaknya menyadari itu…. lalu ia mengusap-usap dadaku penuh kelembutan.

“Kang….“, Vina memanggilku, namun saat itu aku tak menyadarinya karena emosi yang membuncah sehingga tak merespon panggilannya.

“Akang ga usah emosi dulu, cuma nganter pulang aja…. Aku pastiin ga ada kontak fisik apapun”, lanjut Vina sambil menepuk-nepuk pipiku pelan. Bibirku seolah terkunci, aku masih sibuk dengan pikiran-pikiran kotorku tentang Lidya dan sang Big Boss itu.

“Cuma untuk yang terakhir, pas di hari Minggu pagi itu…. Lidya nemenin Koh Freddy main Squash”, Vina kembali melanjutkan ceritanya.

“Squash?!?!”, suaraku kupaksakan untuk keluar saking terkejutnya mengetahui ternyata di hari Minggu kemarin Lidya bermain Squash, bukan seperti pengakuannya dan pengakuan Vina saat tadi bercerita di Café.

“Iya Kang yang kaya Tennis yang dipantulin ke tembok itu….. eh Squash apa Squirt ya……?”, balas Vina lalu terkekeh seakan memanasiku dengan kata terakhirnya itu.

“HAH!!!! Jadi Lidya sampe squirt?!?!?! Dia ngentot pas hari kemarin, Vin?!?!?!”, aku terperanjat kemudian bangkit duduk saking menahan amarah, bahasaku pun sudah tak terkontrol.

“Hahahaha Akang mah serius amat!!! Bercanda Kang, maaf….. Squash kang beneraaaan, aku juga emang belum nanya detailnya sih mereka ngapain aja… apa biasa aja? atau dipegang-pegang juga…. apa gimana….? Jujur aku ga tau…… tapi Lidya cerita sekilas kalo pagi itu dijemput ke rumah… terus pergi Squash, itupun kata Lidya cuma liatin aja ga ikut main, cuma sejam doang… sampe jam 12 siang… Koh Freddy mau ke Singapore soalnya…… trus Lidya pulangnya langsung ke Mall ketemu sama aku…. selanjutnya yang udah aku ceritain ke Akang tadi di café tentang kegiatan kita berdua di Mall yang sampe malem”, cerita Vina panjang lebar, sekaligus meluruskan ucapannya tentang ‘squirt’ yang telah membuat aku tadi kepanasan tak terhingga.

Lalu Vina melirik ke arah kemaluanku yang kini sedang berdiri tegak karena membayangkan tubuh istriku ditindih oleh si Freddy.

Kemudian Vina berbisik di telingaku, “Are You Cuckold?”, sambil mengusap-usap penisku ini.

Aku cukup kaget ketika Vina menyebut ‘cuckold’, sepertinya memang Vina sudah berpengalaman dalam hal dunia seks sampai tahu istilah itu. Aku langsung mengernyitkan dahi pura-pura bodoh ketika Vina menunggu jawabanku.

“Apa itu Vin?”, tanyaku masih berpura-pura tak tahu. Sejujurnya aku sangat malu diketahui oleh siapapun tentang perilakuku ini. Aku juga baru tahu istilah ini baru kemarin-kemarin ketika istilah ini mulai banyak dibicarakan, dan sialnya lagi setelah kuingat-ingat…. bisa jadi aku termasuk bagian dari kondisi itu, walau tak tahu pasti aku dikategorikan kedalam jenis apa.

“Forget it”, jawab Vina singkat. Aku lega dengan jawaban itu karena Vina kuanggap sudah melupakan tebakannya yang sebenarnya mungkin tepat itu.

Seluruh informasi sudah kudapatkan, maka saatnya aku harus menuntaskan ‘enak-enak’ di malam ini. Anehnya, Vina beberapa kali seperti yang sengaja memancing-mancing dengan menyebut nama Lidya dan Koh Freddy saat kita sedang asyik bercinta. Dirangsang dengan hal itu tentu saja penisku semakin mengeras.

“mmhh... Kaaang.. punya Akaaang... mmmpphh sshhhh.. kenaa..pa jaddi makin kerasssh bangett di dalem..me..mek aku yaaah…..aaahh….. enak bangeeet sayaang, bayangin terus sayaaang……”, begitulah ekspresi ucapan Vina setiap kali dia memancing aku untuk membayangkan Lidya dan Koh Freddy.

Sepertinya Vina begitu sangat-sangat menikmati saat penisku mendadak lebih keras dan genjotan yang lebih cepat di vaginanya. Sehingga Vina melakukan pancingan itu berulang kali. Ah, rupanya Vina telah mengetahui soal ‘keanehan’ aku ini… walaupun aku sudah coba merahasiakan, tapi penisku tak bisa berbohong.

Malam itu menjadi malam yang sangat melelahkan bagiku, bagaimana tidak melelahkan jika 3 kali aku mengalami orgasme didalam waktu kurang dari empat jam dengan berbagai posisi yang beberapa diantaranya menjadi pengalaman pertama bagiku.

Dua kali spermaku disemburkan di dalam vaginanya. Aku berani mengeluarkan di dalam, karena Vina memaksanya dan ia selalu menyimpan pil pencegah kehamilan. Sedangkan orgasmeku yang terakhir kusemburkan di mulut Vina yang sexy, saat ia memberikan blow job sebelum aku pulang. Sebuah hisapan dan jilatan yang sangat nikmat.

Aku yang awalnya hanya berniat untuk mencari informasi dan bertekad cukup sekali melakukan ‘enak-enak’, ternyata justru tak berdaya bahkan tanpa menolak ketika Vina mengajak menambah lagi ‘permainan’ setelah yang pertama.

Diluar gaya permainan Vina yang sungguh sangat memuaskanku, aku baru sadar ternyata Vina ini orangnya sangat dewasa dibalik sikapnya yang sering tak serius.

Di sela-sela istirahat setelah permainan, Vina mengatakan kalau dia menyayangi Lidya, sahabatnya itu… Walaupun malam ini dia melakukan perbuatan terlarang dengan suami sahabatnya itu, tapi dia mengatakan sangat ingin sekali melihat aku dan Lidya mempertahankan hubungan pernikahan, seberat apapun cobaan yang menerpa kami.

Bahkan dia menasehatiku untuk tidak sekali-kali berniat pake cara kekerasan pada Koh Freddy, anggapnya itu bukan perbuatan yang cerdas…. Vina bilang level kita berbeda jauh… di negeri ini melawan orang berduit sulit untuk menang. ‘Dijahilin’ dikit langsung nuntut pake pasal penganiayaan, mending cuma dibui doang, kalau dia nyuruh orang buat ngabisin hidup kita? Kelar!

Karena itu Vina menyarankan agar aku tidak terlalu memikirkan Koh Freddy, tapi yang harus kulakukan mulai hari ini adalah untuk kembali mengambil hati Lidya yang sudah terlalu lama aku abaikan.

Bahkan Vina memaksaku untuk berjanji… berjanji untuk mulai memperhatikan dan menjaga Lidya seperti dulu di awal pernikahan. Aku harus mengantar jemput kerja setiap hari dan menemani Lidya pergi kemanapun juga. Vina mengatakan agar aku jangan memberi ruang sedikitpun pada Koh Freddy. Vina yakin, seyakin-yakinnya jika aku melakukan hal itu, maka Lidya pasti bahagia, karena dia sangat mencintaiku. Dan tentunya Lidya tidak akan pernah memberikan kesempatan pada lelaki lain yang mencoba mendekatinya, siapapun itu.​

BERSAMBUNG


 


Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

POP ADS

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com