๐‚๐จ๐ซ๐ซ๐ฎ๐ฉ๐ญ๐ข๐จ๐ง ๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ–๐‘จ

 


“Lho?!”.

“Malam Mbak Nisa….” suara wanita menyambut Nisa.

“Eh, malam Ci! Aku kira siapa malam-malam begini…” sapa Nisa.

Yang bertamu ke rumah Nisa malam hari itu adalah tetangganya yang berprofesi dokter, Margaretha. Dan kali ini tidak bertamu sendirian. Ia bersama sosok pria yang gagah, dengan rambut cepak. Serta kumis yang tidak terlalu tipis dan tidak juga lebat. Sosok itu adalah suaminya, Felix.

“Maaf ganggu mbak, aku cuma mau ngasih obat herbal ini” kata wanita chinese itu, seraya menyodorkan botol coklat bening tanpa label.

“Oh iya, makasih Ci” kata Nisa, sambil menerima botol dari tetangganya. Matanya curi-curi pandang ke pria yang disebelahnya.

Margaretha sadar kalau tetangganya yang sedang hamil itu melirik ke suaminya. "Oh ya, ini suami aku, kenalin dulu mbak".

"Felix" sapa pria itu dengan ramah. Suami Margaretha itu juga menjulurkan tangannya ke Nisa.

“Nisa koh” sapa Nisa balik seraya menerima jabatan tangan Felix.

Seharusnya ia tidak menyalami pria yang bukan muhrimnya itu. Namun karena terpana dengan ketampanan Felix yang seperti artis, membuat ia tidak sadar dengan apa yang ia lakukan. Umur pria itu hampir dua kalinya umur Nisa, tapi awet muda karena sering olahraga. Tentu olahraga ranjang dan juga olahraga dalam arti sebenarnya. Sehingga masih tampak gagah layaknya masih 30-an.

Karena Felix memakai kaos yang ketat, otot-ototnya yang terbentuk dapat dilihat Nisa. Wanita hamil itu baru ngeh, kalau pria-pria yang berada di townhouse nya sangatlah gagah-gagah dan juga keren. Mau yang muda, ataupun yang sudah tua. Bahkan sampai para penjaganya pun memiliki badan yang bagus. Sangat berbeda jauh dengan suaminya yang gemuk dan pendek.

“Maaf ya mbak Nisa, ganggu malam-malam” kata Felix sopan.

“Tidak apa-apa Koh, saya lagi nggak ngapain-ngapain juga”.

“Akhirnya kita ketemu juga ya mbak”.

“Koh Felix sibuk terus sih, jadi nggak pernah kelihatan” ujar Nisa. Selama ini Nisa memang belum pernah bertemu dengan suami Felix. Hanya sering mendengar cerita dari Margaretha.



“Mbak, tahu nggak sih, tadinya aku cuma mau nganter obat herbal ini buat kamu. Ehhhh…suami saya malah mau ikutan kesini. Katanya mau kenalan sama mbak Nisa” timpal Margaretha.

“Hehehe…habisnya saya penasaran sih. Dan bener kata kamu Mih, mbak Nisa cantik ya. Malah seksi banget juga, padahal lagi hamil” puji Felix.

Digoda oleh pria yang bukan muhrimnya, ditambah baru sekali bertemu, harusnya Nisa marah dan menegurnya. Tapi sungkan terhadap Margaretha, seraya tersipu malu mendengarnya. Ditambah pembawaan dan suara Felix yang berat penuh wibawa, membuatnya tidak bisa marah.

Lantas ia hanya bisa menanggapinya dengan candaan. ”Ah! Koh Felix, bisa aja deh”.

“Papi bandel ya…masa godain cewek depan mami sih” omel Margaretha. Ia cubit lengan suaminya.

“Aduh-duh sakit Mih!” erang Felix kesakitan.

Nisa terkekeh melihat kelakuan suami istri yang terlihat harmonis. Sudah lama ia tidak seperti dengan Alif seperti itu, dikarenakan kesibukan suaminya. Jadinya mereka jarang berinteraksi.

"By the way malam ini, mbak Nisa seksi banget sihhh…" komentar Margaretha.

“Hah?! Seksi?”. Perlahan Nisa melihat ke bawah, memeriksa apa yang dikenakan olehnya. Ia terkejut bukan main.

“Astagfirullah! Ya Allah!” seru Nisa.

Nisa malam itu lupa kalau dirinya memakai daster berbahan tipis dan agak kekecilan untuk tubuhnya, karena payudara besarnya dan perutnya yang membusung dengan indahnya. Tapi bubur sudah menjadi nasi, ia tidak mungkin lagi menutup pintu terhadap tetangganya yang baik hati. Pantas saja tadi Felix menyebutnya seksi pikirnya. Dirinya benar-benar khilaf.

“Hehehe….Iya nih Ci, mau sekalian tidur” tawa Nisa kecil. Ia berusaha bersikap biasa saja. Aslinya menahan malu. Terlebih lagi ada Felix, pria yang bukan muhrimnya. Sedari tadi, tubuh hamilnya yang seksi sudah menjadi santapan suami Margaretha.

Lalu kenapa ia berpakain seperti itu? Karena ia berpikir kalau sudah malam, dan tidak akan-akan kemana-kemana selain di rumah saja. Tapi disangkanya, akan ada yang bertamu.

“Santai aja mbak, toh kita sudah saling kenal ini” ujar Margaretha menenangkan.

“I-iya sih Ci”.

“Oh ya mbak, sebelum pulang. Aku mau bilang kalau ini ramuan herbalnya langsung diminum aja ya sampai habis malam ini juga. Biar khasiatnya manjur”.

“Ok deh Ci. Makasih ya Ci, Koh”.

Nisa tidak bertanya lebih lanjut mengenai ramuan ini. Ia sudah begitu percaya dengan tetangganya yang juga sekaligus dokter kandungannya itu.

Kedua pasangan suami istri chinese itu pun pamit pergi meninggalkan rumah mya. Ia pun kembali ke ruang keluarga. Dilihatnya sang suami masih anteng di depan TV. Menonton acara nasional yang tidak bermutu dan tidak mendidik masyarakat. Sesekali pria itu tertawa karena lawakan yang tidak lucut menurut Nisa.

‘Selera humor suamiku rendahan amat sih’ batinya.

“Siapa Ma?” tanya Alif tanpa menoleh. Matanya masih tertuju ke layar kaca didepannya.

“Ci Margaretha sama suaminya”.

“Ohhhh…”. Lagi-lagi Alif tidak menoleh ke Nisa.

Nisa meletakan pantatnya di sofa seberang sofa Alif duduk. Lalu ia membuka botol obat herbal pemberian tetangganya itu. Hidung Nisa langsung mencium bau wangi yang tercampur dengan bau khas obat-obatan tradisional yang agak anyir. Dilihat dari luar botol, warnanya putih pekat dan bertekstur kental. ‘Mungkin ada campuran susu dan madu kali ya’ batin Nisa.

Tanpa ada keraguan dengan pemberian Margaretha, ia letakkan ujung botol itu di bibirnya. Ia dongakan kepalanya, lalu air kental dari botol itu mengalir ke mulut Nisa. Perlahan tenggorokan Nisa dilalui cairan kental itu. Seperti perintah Margaretha, langsung ia habiskan tanpa sisa.

“Kamu minum apa itu sayang?” tanya Alif, melihat istrinya sedang menenggak sesuatu dari botol bening coklat.

“Glek…Glek…Glek…Ahhhh…tadi dikasih Ci Mar" Jawab Nisa setelah menengak habis minuman di botolnya.

Berkali kali ia mengecapi lidahnya. Indera perasanya bekerja untuk menerka rasa minuman sehat tersebut. ‘Hmmm….asin, gurih dan manis. Hmm! Sumpah! Enak juga rasanya' pikir Nisa dalam hatinya.

“Bukan enak lagi, tapi enak banget!’ batin nisa yang suka dengan minuman obat herbal itu.

"Apa sih itu Mah?" tanya lagi Alif kepada istrinya yang tidak kunjung menjawab.

"Obat herbal dari Ci Mar” jawab Nisa seraya menyeka bibirnya.

“Apa khasiatnya?”.

“Nggak tahu sih Pah. Palingan juga untuk kesehatan aku dan bayi kita” jawab Nisa seraya mengusap perut hamilnya.

“Gratis?”.

“He-eh pah, tahu-tahu Ci Mar langsung ngasih gitu aja tadi. Terus langsung pulang…”.

Alif hanya mengangguk-ngangguk mengerti. Senang dirinya memiliki tetangga yang murah hati kepada mereka. Padahal baru kenal beberapa minggu saja. Dengan begini janin dalam perut istrinya bakal sehat, tanpa perlu mengeluarkan biaya banyak untuk kesehatan istri dan janinnya. Ia pun kembali menonton televisi. Sedangkan Nisa fokus menelusuri online shop, mencari baju-baju hamil untuknya.

Beberapa saat setelah menenggak habis obat herbal, tubuh hamil Nisa memanas. Keringat mulai bercucuran dari pori-pori kulitnya, sampai menembus pakaiannya. Kemaluannya turut berkedut-kedut kuat.

Karena sudah biasa, wanita yang sedang hamil itu sadar apa yang terjadi. Ia sedang terangsang hebat. Ia sudah tidak begitu heran dengan serangan birahinya yang mendadak. Margaretha sudah memberitahukan kalau itu hal yang wajar, makanya ia tenang-tenang saja. Ia gesekan kedua pahanya untuk mengurangi rasa gatal di vaginannya. Tapi malah semakin menjadi-jadi. Semakin ditahan, rasanya semakin mengganas di kemaluannya. Ketimbang kemarin-kemarin, ia rasa malam ini lebih kuat syahwatnya,

Lalu teringat dengan janji suaminya untuk memuaskannya. Dirinya pun bertekad untuk meminta jatahnya lahiriahnya malam ini juga. Lantas ia pindah ke samping suaminya. Tangannya langsung mengelus paha suaminya.

“Papahhhh….” lirih Nisa.

Alif bergidik saat pahanya yang terekspos disentuh lembut, lalu menoleh ke Nisa. Ia terperangah kala mendapat menatap dirinya dengan tatapan sayu.

“A–a-ada apa mah?” tanyanya.

“Mama lagi pengennnnhhh….” ujar Nisa dengan nada yang memancing.

“Kan Papa kemarin sudah janji mau ngelonin mama sampai puashhh…” lanjutnya menagih janji suaminya. Ia mengecup-ngecup leher suaminya, sesekali juga di pipi.

"Cuph…Cuph…ayo puasin mama sekarang" lirih Nisa memaksa.

Sebagai pria normal, Alif pun terpancing nafsunya. Dalam hatinya ia merasa senang, sekaligus heran. Senang karena akan berhubungan seks dengan istri tercintanya. Heran karena istrinya yang sering bergairah belakangan ini. Terutama sejak pindah ke townhouse ini. Ia memang ingat dengan apa yang disampaikan Nisa kepadanya, kalau istrinya itu gampang birahi karena bawaan hamil. Tapi tidak menyangka separah ini.

Alif beranjak dari sofa, kemudian mengulur tangannya ke istrinya. “Yuk, Papa sudah nggak tahan juga nih…hehehe…”.

Nisa merasa senang dengan ajakan suaminya. Dan pasangan suami istri itu berjalan bergandengan menuju kamar pengantin mereka. Setelah berada di dalam, keduanya langsung berciuman dengan panas.

Selagi mengadu mulut dan lidah, tangan Nisa menelusup masuk ke dalam celana pendek suaminya, mencari tugu keperkasaan. Ketika ia menyentuh benda keras milik suaminya, jari-jarinya langsung melingkar di kemaluan yang telah berhasil menanam janin dalam perutnya itu.

"Hmmph!". Alif pun mendengus disela-sela cumbuan. Jari-jari istrinya yang lembut mengurut kemaluannya yang perlahan menjadi tegak dengan perkasanya. Dibalasnya dengan meremas payudara istrinya.

"Hmphh! Ahhhh! Langsung aja ya pah, Mama sudah nggak tahan banget" pinta Nisa tak tahan lagi.

Nisa melepaskan gamis dan jilbab instantnya, serta seluruh pakaian dalamnya. Dengan tubuh polos ia naik ke ranjang kawin mereka. Kedua kakinya terbentang lebar, vaginanya yang sudah basah terpampang di hadapan suaminya.

"Pah, istri mu yang sedang hamil ini butuh dipuaskan…" goda Nisa sambil meremas buah dadanya.

Alif menelan ludah. Ia langsung membuka celana pendek serta bajunya, dan langsung menyusul istrinya ke atas kasur. Dengan tergesa-gesa ia arahkan batang penis yang kecil itu ke lembah kenikmatan istrinya.

Nisa melihat sekilas kemaluan suaminya yang sudah banjir dengan pelumas di ujungnya. “Hihihi…titit papa sudah ngaceng gituhh…” ledek Nisa.

“Kamu nafsuin banget sih Mah” ujar Alif. Karena sudah kepalang nafsu, di arahkan rudalnya ke lembah sempit yang sudah basah.

*Blesh. “Ahhh!”. Pasutri muda itu mendesah bersama ketika kelamin bersatu kembali setelah sekian lamanya.

Sudah lama Nisa tidak rasakan milik suaminya di liang cintanya. Terakhir kali berakhir mengecewakan. Tentu ia tidak mau itu terjadi lagi. Haknya sebagai seorang istri harus dipenuhi, yaitu dipuaskan hasrat biologisnya. Dan malam ini ia harus dipuaskan oleh suami tercintanya.

“Genjot Nisa pah!” perintah Nisa tak sabar.

Alif menurut dan mulai menyetubuhi istrinya. Namun ia lakukan dengan hati-hati, agar tidak menekan perut hamil istrinya. Tapi tidak menyurutkan semangat untuk menikmati istrinya.
“Ahhh! Ahhhh! Iyahhh! Papahhh” desah Nisa.

Alif dan Nisa sama-sama mendesah di setiap gesekan kemaluan mereka. Nisa begitu rindu dengan sensasi disetubuhi oleh suaminya. Dan Alif turut nikmati rongga vagina istrinya yang lembut dan hangat, menjepit penis yang berukuran SNI.

Sialnya bagi Nisa, stamina sang suami terlalu lemah untuk memuaskan dirinya. Baru sebentar menyodok-nyodok liang istrinya, Alif sudah merasakan desakan untuk orgasme.

“Arghhh! Papa nggak kuat sayangnghhh! Nghhhh!” erang Alif.

Nisa terbelalak. “Lho-lho?! Papa aku belum apa-apa ini! Baru juga masuk!”.

“Aku sudah nggak kuatthhh…”.

“ Jangan pah! Jangan muncrat dulu!” sergah Nisa panik, masih belum puas. Panas saja belum, apalagi puas.

Sayangnya, sekuat apapun ditahan oleh pria gempal itu, ia tidak bisa menahan laju spermanya yang sudah mengisi batang penisnya. Ia buru-buru mencabut penisnya dari jepitan vagina istrinya. Dan mengocok batangnya dengan cepat, dan menembakan spermanya ke perut istrinya.
“Orkhhhh! Maafin papa! Okhhhh!” erang Alif ketika ejakulasi.

*Crot Crot Crot Crot

Nisa hanya bisa menatap kesal ke suaminya yang masih mengeluarkan spermanya, membanjiri perut buncit yang berisikan buah hati mereka dengan cairan bening yang encer. Lebih tepatnya mengotori dirinya pikir Nisa.

"Ihhh…Papa! Masa sudah muncrat duluan sih!" omel Nisa, sambil pasrah memperhatikan tembakan-tembakan yang lemah yang mendarat di perutnya.

“Hh…hh…hh…Ma-maaf Mah…” lesu Alif berbicara usai menumpahkan sperma encernya ke tubuh istrinya. Dan terhempas ke samping dan hanya bisa menunduk, tidak berani menatap istrinya yang jauh dari kata puas.

“Erghhh! Payah kamu Pah!" geram Nisa penuh kesal.

Ia raih bantal yang biasa dipakai tidur suaminya, dan menggunakannya untuk mengelap perutnya yang basah dan lengket. Setelah bersih ia lempar bantal ke sembarang arah. Daster kembali menutup tubuh hamilnya. Kakinya melangkah marah ke pintu kamar.

*Klek.

Alif hanya bisa memandangi istrinya yang akan meninggalkan kamar. Dirinya gugup untuk berkomentar apa-apa. Tiba-tiba Nisa terhenti saat sudah berada di tengah-tengah daun pintu. Istrinya menoleh kepadanya dengan sorot mata yang tajam.

“Kamu tahu nggak sih Pah, kalau Ci Margaretha sama suaminya masih rutin nge-seks” jelas Nisa.

Alif menaikan satu alisnya, karena tidak mengerti mengapa istrinya mengungkit masalah kehidupan pribadi tetangga mereka. Apalagi mengenai urusan ranjang. Sangatlah sensitif pikirnya. "Terus apa hubungannya sama kita mah?".

"Erghhh! Masa gitu doang tidak mengerti sih Pah. Bayangin aja, suaminya ci Mar, Koh Felix, sudah berumur tapi masih ngasih istrinya nafkah lahiriah, sampai puas berkali-kali lagi katanya".

"Lah kamu malah nggak bisa ngasih aku apa-apa" lanjutnya.

Alif pun tertekan karena ucapan istrinya. "Aku kan kerja dari pagi sampai malam Mah. Wajar dong kalau aku capek" sergahnya, membela diri.

"Ah! Banyak alasan aja. Kamunya aja yang lemah" ujar Nisa dengan nada merendahkan.

Alif geram mendengar ucapan Nisa. "Kamu apaan sih Ma?!" bentak Alif. Baru kali ini ia memarahi istrinya sepertinya itu. Juga melototinya. Tak pernah ia semarah itu kepada Nisa.

“Masa kamu tidak pengertian sama aku yang banting tulang buat kamu dan anak kita!” ujar Alif masih dengan nada tinggi.

"Huh!" dengus Nisa yang tidak menghiraukan amarah Alif.

Wanita hamil itu keluar dari kamar, meninggalkan Alif yang emosi tinggi. Sedangkan Alif memutuskan untuk tidur. Ia kembali memakai celananya, lalu menyelimuti dirinya. Sebelum kedua matanya tertutup, ia menjadi termenung, memikirkan apa yang terjadi. Ia memang salah, tapi tidak menyangka akan bertengkar karena masalah seks. Sepele sekali pikirnya.

Bermenit-menit lamanya ia termenung lama, masih heran mengapa istrinya yang baik dan lembut itu, bisa berkata begitu menyakitkannya. Melukai perasaan suaminya. Tidak menghargai suaminya. Mengingat besok harus bangun pagi dan berangkat kerja, Alif memaksakan tidur dengan hati yang gelisah. Walau susah, matanya pun terpejam dengan dipaksakan.

Di sebuah kamar di lantai dua, yang diperuntukan untuk tamu atau kelak untuk anak Nisa dan Alif kelak. Di dalam sana suara kecipak becek bersanding dengan desahan-desahan seksi seorang wanita hamil. Yang tidak lain, adalah milik Nisa.

"Ahhhh! Ahhhh! Enaknyaaahhh!".

*Cleckh…Cleckh…Cleckh…Cleckh.

Kedua kaki jenjang tanpa cela miliknya sudah terbuka lebar, dan tangannya berada di selangkangannya. Dua jari sudah tertanam dalam-dalam di vaginanya yang basah merekah. Bersandarkan tumpukan bantal di kepala kasur, Nisa berusaha keras menghilangkan rasa gatal di organ intimnya.

"Shhhh…Akhhhhh! Nghhhh! Ahhhhh!" desah Nisa.

Jempolnya menekan-menekan klitoris yang sudah menonjol jelas. Tak lupa, ia juga bergantian memainkan kedua payudaranya yang sebentar lagi akan menghasilkan susu. Bergantian ia pilik kedua puting susunya. Cairan kewanitaan terus meleleh dari kemaluannya.

"Okhhhhh! Ahhhhh! Sampehhhhh…." pekik Nisa orgasme.

Vagina gemuknya mengeluarkan cairannya, membasahi kasur. Lalu ia cabut jari-jarinya, dan vagina tampak berkedut-kedut manja.

"Main sendiri malah lebih puas daripada sama suami sendiri" gumam Nisa.

Tangannya membelai pelan bibir kemaluannya yang basah. Ada sedikit rasa gatal disana. Masih ada api birahi yang belum padam di selangkangannya. Jari-jarinya tidak cukup untuk memuaskannya. Ia ingin benda lonjong yang panjang dan besar mengaduk-mengaduk, liang vaginanya. Tapi apalah daya, suaminya tidak cukup jantan.

"Pah-pah, kamu telah ngecewain aku banget. Nghhhh!" lirihnya sembari menyelipkan kembali jarinya ke vaginanya.

Nisa terpaksa memuaskan dirinya sendiri demi menuntaskan hasratnya. Namun kali ini tidak hanya dibantu dengan tangan-tangannya, ia juga memakai benda-benda sekitarnya untuk menghilangkan rasa gatal di vaginanya. Pertama-tama ia gunakan timun yang ia ambil dari dapur sebelum naik ke kamar tamu di lantai dua.

“Oohhhh…iyahhhh! Akhhhh!” desahnya saat ujung timun yang tumpul menyeruak masuk ke vaginanya yang sempit. Benda hijau itu lebih besar dan panjang daripada milik suaminya.

*Cleck Cleck Cleck Cleck Cleck

Karena kesal dengan Alif, ia mulai bayangkan pria-pria lain. Terutama pria yang baru saja ia kenal. Felix, suami tetangganya yang ganteng dan gagah. Bukan kali ini saja ia membayangkan pria selain suaminya.

Sejak bertemu Amos dan tanpa sengaja melihat gundukan besar di celananya, Nisa suka membayangkan pria itu kala masturbasi. Dalam sekelebat akal sehatnya, ia tahu itu sangatlah dosa. Bisa dibilang berzinah hati. Yang terpenting hanya sebatas imajinasi pikirnya. Mungkin orang akan menganggap gila, karena seorang muslimah membayangi pria lain yang bukan pasangan sahnya. Apalagi yang dibayangkan berbeda keyakinan dengannya. Tidak bisa dipungkiri membayangkan pria lain, membuatnya lebih bergairah.

Ditambah Alif yang membuatnya lagi-lagi kecewa. Ia beranggapan dengan membayangkan pria lain sambil masturbasi adalah hukuman untuk suaminya. Lantas ia melanjutkan memfantasikan suami tetangganya.

"Okkhhh…semuanya gara-gara kamu Pahhh….Akhhhh!".

Muslimah yang sedang hamil itu membayang penis pria chinese itu menggasak liang cintanya. Nisa sadar kalau pria itu berbeda keyakinan dengannya. Itu malah membuatnya semakin bernafsu. Karena terpikirkan penis yang tidak disunat. Haram untuknya, tapi ia tidak bisa berhenti membayangkannya.
“Ughhhhh! Koh Felixxxxxhhhhh! Akhhh!” erang Nisa. Tanpa bisa ditahan olehnya, nama suami Margaretha keluar dari mulutnya.

*Cleckh Cleckh Cleckh Cleckh.

Dalam pikirannya yang diracuni dengan birahi berapi-api, terbayang Felix yang tampan sedang menyenggamai dirinya dengan penuh kegagahan. Tubuhnya yang gagah bidang, menindih tubuh mungilnya yang sedang hamil.

“Akhhhh! Enak bangethhhh! Yahhhhhh….”. Lagi dan lagi, ia orgasme dengan usahanya sendiri. Sebatang timun telah berhasil memuaskannya.

"Hh…hh…hh…gilahhhh…" nafasnya berderu parau.

Ia harusnya beristighfar berkali-kali, karena menyadari kalau telah berkali-kali berdosa kepada suami dan agamanya. Tapi ia tidak lakukan. Nafsu telah membutakan segalanya. Ia terbawa suasana dan nafsu. Menurutnya lebih dosa suaminya, karena tidak menjalankan kewajibannya untuk memenuhi hak istrinya.

‘Seandainya kamu bisa menjalankan tugas sebagai seorang suami dengan baik, aku tidak bakal merana begini pah’.
‘Ketidakmampuan kamu membuat aku sampai bayangin pria lain’.

‘Dan asal kamu tahu pah, gituan pake timun masih lebih enak daripada sama kamu pah’.

*Ploph. "Nghhhh!". Ia cabut benda hijau yang barusan ia gunakan untuk mengaduk-ngaduk vaginanya. Sambil mengusap bibir vagina yang masih gatal, dipandinganya timun yang basah karena lendir cintanya. Cairan bening dan lengket menyelimuti benda hijau itu.

"Masih gatel aja sihhh…okhhhh…" ujarnya seraya mencolok-colok kecil vaginanya dengan telunjuknya. *Cleckh Cleckh Cleckh. Tentu hanya dengan jari masih sangat kurang baginya. Masih lebih enak sama timun yang lebih besar dari milik suaminya.

‘Hmm…benar kata Ci Margaretha, kalau makin gede makin enak ya….’ ujar Nisa berpikir.

“Berarti….”. Sambil berbicara sendiri, perlahan matanya melirik ke arah benda-benda yang diletakan di nakas samping kasur olehnya.

"Masih ada yang lebih enak…". Di Antara benda-benda itu, ada yang menarik perhatiannya. Dari segi warnanya, dan juga ukurannya.

Dibuangnya timun yang sudah basah dengan cairan vaginanya ke lantai di samping kasur. Kemudian diraih benda lain, yang lebih besar dan dan panjang. Berbeda warna dengan timun tadi, sekarang berwarna ungu.

Kali ini yang akan memuaskan wanita hamil itu adalah sebuah terong yang besar dan panjang. Bukannya dibuat makan, tapi malah untuk mengaduk-ngaduk vaginanya yang menagih untuk disidok. Mata Nisa menatap nanar terong itu. Kagum akan benda lonjong keunguan itu. Dirinya penasaran dengan rasa akan dijejali dengan itu.

Lalu diarahkan terong itu ke mulut vaginanya. "Ishhh…”

Nisa mendesis-desis saat permukaan terong itu digesekan di bibir vaginanya. Berbekal sering masturbasi karena libido yang sering memuncak tanpa mengenal waktu. Ia tahu titik rangsang pada tubuhnya. Membuat nya lebih puas ketimbang melakukan seks bersama suaminya. Berkali-kali ia merangsang dirinya terong. Alhasil cairan vaginanya meleleh deras, membasahi terong yang akan memuaskannya.

Tak tahan lagi, ia arahakn ukung terong itu ke mulut vaginanya. Lalu ia dorogn masuk. *Sleph. “Ughhh…besarrrrhh….ahhhh! Uhhhh….” desahny seksi .

Sayur yang lebih besar dari timun itu, menyeruak masuk. Melebarkan dinding vaginanya selebar mungkin untuk pertama kalinya.

"Aghhhh! Gedehhh! Okhhhh!".

“Kenapa enak bangethhhh? Akhhhh!” lanjutnya meracau.

Karena terong yang mengocok vaginanya lebih besar dari timun tadi, lantas kali ini ia bayangkan Amos. Kenapa? Karena otaknya berpikir kalau milik Amos lebih besar dari suaminya Margaretha. Tentu lebih besar dari kepunyaan suaminya sendiri.

“Nghhh! Pasti punya bang Amos hitam! Akhhhh!”.

Disela-sela memuaskan dirinya sendiri, teringat dengan film porno yang ia tonton bersama Alif. Otaknya mengingat betul adegan sex antara seorang pria kulit hitam dengan wanita bule berambut pirang yang bertubuh mungil. Kurang lebih berpostur seperti dirinya. Bedanya ia sedang berbadan dua.

Yang paling mencengangkan adalah kemaluan aktor hitam itu. Hampir sebesar lengannya. Mungkin saja lebih besar. Tak percaya lawan mainnya bisa menerima benda sebesar itu. Ia mengira akan kesakitan, tapi malah kebalikannya. Wanita itu meraung-raung keenakan. Ia terperanjat kala itu. Menonton habis bersama Alif tanpa kedip.

'Apa punya bang Amos seperti itu ya?'’.

Ia menerka-nerka kejantanan Amos sambil mengocok-ngocok memeknya dengan terong tebal. Dosa seakan tidak ada disaat rasa penasaran dan birahi menguasai tubuh hamilnya.

Lalu teringat lagi adegan wanita pirang itu sampai memuncratkan cairan dengan derasnya saat orgasme. Dan film itu diakhiri mulut wanita itu penuh dengan sperma putih kental dan dalam jumlah banyak. Yang langsung ditelan habis tanpa sisa. Lalu tersenyum ke arah kamera, menunjukan kepuasan yang tiada tara telah didapatkan.

'Yang gede memang lebih enak!' batinnya.

‘Yang besar dan panjang pasti lebih memuaskan….’. Lambat laun pemahaman seperti itu terpatri dalam hatinya. Sehingga secara tidak sadar tertanam dalam hatinya kalau punya suaminya yang kecil tidak bisa memuaskannya.

*Clechk Clechk Clechk Clechk Clechk.

"Okhhhh! Yeahhhhh! Ah! Ah!" desahnya membahana berhubungan dengan tumbukan di vaginanya.

Sudah tidak peduli dosa akan berimajinasi berzinah dan berselingkuh, Nisa semakin mempercepat kocokan terongnya. Mengejar kenikmatan yang akan ia raih sebentar lagi. Terbayangkan olehnya tubuh Amos menindih tubuhnya. Dan juga batang penis yang besar tertancap jauh di dalam liang vaginanya.

“Uhhhhh! Iyahhhh! Aku dapethhh lagihhhhh! Lagihhh” erangnya orgasme lagi.

Tubuh hamilnya menegang lagi kala diterpa badai kenikmatan, disusul getaran-getaran pada tubuhnya seiring vaginanya berkontraksi lagi. Terong yang masih tertancap penuh di dalam tubuhnya ia biarkan saja. Rongga vaginanya memijit halus benda mati yang telah membantu memuaskannya itu.

'Lagi, aku mau lagi! Aku belum puas!'.

Nisa masih belum tuntas dengan syahwatnya. Lantas terong ungu kembali keluar masuk dengan lancar jaya di vaginanya yang sudah basah.

"Ah! Ah! Ah! Ahhhhh!"

“Aduhhh! Gustihhhh! Nikmathhhh…”.

Desah-desahan merdu nan panas kembali berlanjut, memenuhi kamar itu. Cincin perkawinannya serta kalung kembar pemberian suaminya menjadi saksi bisu keliaran Nisa. Kasur yang sudah basah akan menjadi lebih basah tidak karu-karuan. Selagi sang suami mendengkur di kamar utama, sang istri mendesah-desah jalang keenakan. Tiada henti ia terus memainkan terong di liang cintanya sampai berkali-kali orgasme. Tapi akankah padam nafsu birahinya malam ini?
Beberapa Saat Yang Lalu

"Si Nisa pasti kelojotan malam ini nih, hihihi…” ujar Margaretha seraya melangkah menjauhi rumah Nisa setelah memberikan obat herbal racikan khususnya.

“Mih, kira-kira kapan ya? Aku sudah nggak sabar ngentot sama cewek hamil yang berjilbab itu” tanya sang suami sambil meremas selangkangannya.

“Mungkin beberapa hari kedepan bisa. Hihihi…. Jadi sabar aja ya Pih”.

“Pokoknya Papi jangan sampai lupa untuk mengurus si Alif ya…” lanjut Margaretha.

“Tenang aja Mih. Papi sudah pastiin suami si Nisa itu bakal pergi lama….”.

“Bagus-bagus. Mami juga sudah nggak sabar pengen jilat memek gemuk Nisa sampai puas”.

Margaretha menjilat bibirnya membayangkannya. Dibayangkan dirinya berada di tengah-tengah kaki Nisa yang terbuka lebar. Dan kepalanya berada selangkangan Nisa, dengan mulutnya menciumi memek wanita muda itu.

“Shhhh….” desis Margaretha, menekan selangkangannya dari luar dasternya.

“Wah Mami sange ya?” tebak Felix.

“Hhihihi….kamu sih Pihhh…Memek mami jadi cenat cenut tahu”.

“Papi juga sange nih! Nggg…Papi mampir ke rumah Ustadzah Kartika dulu ya Mih… lagi pengen sama yang jilbaban nih. Gara-gara lihat si Nisa tadi sih” izin Felix sambil cengengesan.

Sang istri geleng-geleng mendengar permintaan suaminya. Lalu Margaretha berpikir, kalau suaminya malam ini akan bersenang-senang, kenapa ia tidak juga? Senyuman nakal megembang di wajah cantiknya.

“Kalau gitu Mami mau ke pos aja deh".

"Ke pos?".

"Iya ke pos. Besok si Amos sama Jono, tukar jaga. Nah, Mami mau ngasih mereka bonus dulu, hihi…." ujar Margaretha centil sambil meremas dadanya yang membusung.

"Dasar Mami…". Felix pun geleng-geleng.

"Hihihi….emang kamu aja yang boleh senang-senang".

"Oh ya Pih, ajak anak-anak kita gih. Kasian si Amel sama Desi ngelonin mereka mulu. Nanti yang ada mereka malah nggak kerja besok karena kecapean dikontolin semalam suntuk”.

“Nggak ah, Papi lagi pengen sendirian aja. Si Amel sama Desi biasanya juga kuat lawan tuh tiga anak” ujar Felix.

“Bener juga sih. Sana, have fun ya dear…”.

“You too, honey…”.

Lalu pasangan suami istri berpisah jalan. Sang suami menuju rumah yang berseberangan dengan rumahnya. Sementara si istri menjauh dari rumahnya, menuju pos penjagaan, untuk menghadapi dua pria yang jauh dari kata ganteng dan bersih tapi sangat jantan nan perkasa. Keduanya akan mereguk kenikmatan di malam yang dingin.

Bersambung Entah Kapan ... 



Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Categories

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.
You will be redirected to the script in

seconds

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Cerita Panas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com